Jumat, 15 November 2013

Be Yours?! DAMN! Part 15 - Forgiveness and Confession.



 hatinya serasa terkoyak menjadi dua ketika melihat semuanya. Dari Karen mendekatinya, mengecup bibirnya perlahan, hingga akhirnya dia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, kalau Ando bukannya menolak dan mendorongnya jauh – jauh, tapi malah menyambutnya.

            Dia merasa lututnya kehilangan kekuatan, tubuhnya akan ambruk ke tanah kalau saja Jayden tak sigap memegangnya. Tapi ...

            “Be a strong, Lista!”

            Dengan hati yang berdenyut sakit hingga membuat air matanya ingin menetes untuk kesekian kalinya, dia mendekati pasangan itu.

            “Teruskan aja kalau begitu.” Suaranya begitu dingin sukses membuat cowok itu menarik pagutan bibirnya yang menggoda dan melotot kaget ke arahnya. Dia berdiri dan memegang kedua lengannya. Namun, Lista menolak sentuhannya itu dengan menepis kasar.
            “Lepasin tangan lo dari tubuh gue! Menjijikkan!” Lista berteriak dan menatapnya galak. Telunjuknya teracung tepat di depan hidung Ando yang membatu. “Gue pikir...” Dia terdiam dan menarik napas yang terasa berat. Tak sanggup mengucapkan apa yang ada di hatinya. Tak sanggup berkata “Kalo lo itu berubah sejak sama gue dan hanya lihat gue doang!” Tapi gengsi menghalanginya dan itu membuat hatinya semakin teriris.

            “Lo memang berengsek, Ando! ternyata gue salah kalau sempat berpikir lo gak akan mainin hati cewek lagi. Bodoh banget yah gue ternyata mikirnya begitu! Itu kan udah sifat melekat di lo sejak dalam kandungan!”
            “Lis... gue...”
            “Mau jelasin semuanya gitu?!” Lista menatapnya penuh sinis. “Ga ada yang perlu dijelasin!” dia langsung pergi meninggalkan tempat terkutuk itu dengan setengah berlari.
            “Ando...” Jayden bingung harus berkata apa. Dia hanya bisa menepuk pundak sahabatnya yang terlihat kacau itu. “Gue yang nyusul dia atau lo?”
            “Gue aja.” Dia berlari keluar warung untuk menjelaskan semuanya. Mengejar Lista yang semakin jauh dari pandangan. Meninggalkan Jayden yang menatap Karen yang tak tau malu itu.
            Well, kalau ini rencana lo untuk hancurin hubungan mereka,” Jayden menatap tajam Karen yang hanya meliriknya penuh cela. “Good Job, girl.”
            Karen menatapnya bingung. Sedetik, dia merasa akan mendapat sumpah serapah atau ucapan super sadis dari Jayden. Namun, cowok itu hanya menatapnya . Ada beriak emosi di mata abu – abunya itu. Terasa dingin dan mematikannya perlahan.
            “Gue harap lo sadar dengan apa yang lo lakuin itu, Karen. Gue gak ada hak untuk menghakimi lo.” Jayden menatapnya sekali lagi. Mencari apa yang dicari gadis yang memasang wajah mencela dan menantang ini hingga membuat hubungan sahabatnya dengan Lista berada di ujung tebing curam. Sekali sentuh, akan jatuh dan tak tertolong.
            “Lo,” Karen mendekat ke arah Jayden dan tersenyum tipis. Matanya dibuat menggoda. “Memang gak ada hak untuk menghakimi gue, Jayden.” Selesai berkata begitu, Karen berbalik meninggalkan Jayden yang hanya terdiam melihatnya.


            “Shit! ARGHH!” Ando masuk ke kamar dengan pintu dibanting keras. Dia berusaha menyusul Lista dan menjelaskan semuanya. Namun bukannya dia menjelaskan, yang ada gadis itu berteriak histeris dan penuh kemarahan di depannya. Membuat para tamu yang menginap di Villanya menoleh ke arah mereka. Ke arah Lista yang menatapnya garang dengan tangan kanan terkepal ke atas karna dia mencekalnya.
            LEPASIN GUE COWOK PLAYBOY! LO GAK PANTAS MEMEGANG TANGAN GUE!” Bentakan Lista terngiang lagi ketika dia bolak – balik di depan ranjang seperti setrika. Emosinya langsung naik dan tangannya terkepal lalu menarik napas. Dadanya serasa diberi beban batu berton – ton.
            Dia kemudian duduk di ranjang dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Pusing kepalanya sekarang menghadapi masalah tak habis – habisnya di saat dia seharusnya merayakan hari lahirnya.
            Ando mengacak rambutnya frustasi. Matanya nyalang kemana – mana hingga akhirnya tatapannya tertuju pada amplop coklat di atas kopernya. Keningnya berkerut heran. Siapa yang meletakkan?

            Penasaran, dia berdiri dari duduknya, berjalan ke arah kopernya dan mengambil amplop itu. Membuka segelnya perlahan, mengambil isi amplop itu dan ...
           
            Senyum sinis terpampang jelas di wajahnya. Dia melihat 4 lembar foto dengan ekspresi berbeda. Dadanya seperti terbakar habis tanpa sisa ketika kemesraan itu terpampang jelas di kertas yang dipegangnya sekarang. Dia tak peduli untuk apa orang itu mengirim foto ini padanya. Tak peduli apa motifnya. Dia hanya peduli pada satu hal.

            Dia tak terima.

            Well, kayaknya bukan gue saja yang salah disini, Lista.”




            “Lis, lo kenapa? Cerita sama kami, Please.” Cindy bingung ketika membuka pintu kamar, Lista langsung menubruknya dan menangis hebat di pundaknya sambil memerintahkannya untuk menutup pintu. Dan dia menurutinya lalu menuntun Lista yang sudah lemas itu untuk duduk di ranjang. Dan Shabrina, langsung menyodorkan segelas coklat panas agar cewek itu tenang.
            Lista masih sesegukan sambil memegang gelas dengan tangan gemetar hebat. Kejadian sore tadi masih terpampang jelas di kepalanya. Seperti video yang diputar berkali – kali walau dia tak ingin melihatnya. Gelasnya hampir saja jatuh kalau saja Shabrina tak memegangnya.
            “Lista... ada apa? Cerita sama kami. Kami teman lo, bukan orang lain.”
            “Ada apa, Lis? Please, gue gak sanggup liat lo hancur begini. Kenapa? Berantem dengan Ando?” Shabrina melanjutkan sambil menggenggam tangan Lista yang memeluk gelas itu dengan kuat. Seolah menguatkan hati sahabatnya.
            Suara ponsel dari kantong Lista membuat mereka bertiga saling bertatapan. Lista menghapus air matanya yang masih menetes, berdehem berkali – kali sebelum mengambil ponselnya dan mengangkatnya, “Halo...”

            “Kak Lista...” Suara Lily yang cempreng itu terdengar nyaring di ponselnya. “Kakak kenapa? Sakit yah? kok suaranya kayak habis nangis gitu?”
            “Kakak gak papa kok. tadi abis jatuh terus terluka. Sakit banget. jadinya nangis deh. kenapa, Li?” Dia sengaja berbohong pada Lily karna tak mungkin menceritakan yang sebenarnya pada anak cilik itu.
            “Tadi Lily nelpon kakak gak ngerespon, nelpon kak Ando apalagi. Kak Ando gak papa, kan kak? Kakak lagi sama kak Ando? Lily mau ngomoongg...”
            Suara Lily yang bertanya tentang Ando membuatnya menggigit bibir sendiri. entahlah, dia merasa sakit. “Kakak gak sama dia. Dia ama teman.. dia..” Suara ketukan pintu, pelan, entah kenapa memberikan efek ketakutan di hatinya. entah kenapa, dia ingin berlari saja. Tapi kemana lagi?

            “Li, udah dulu yah, kakak mau jalan lagi sama teman. Dadaah..” tanpa menunggu Lily menjawabnya, dia langsung memutuskan panggilan dan mematikan ponselnya lalu membuka tutup belakangnya dan mencabut batereinya. Dia tak ingin diganggu. Suara ketukan terdengar lagi. Dia bergegas berdiri untuk lari, tapi...

            “Cind.. jang...” Ucapannya serasa tergantung di udara ketika Cindy membuka pintu dan Ando di depannya. Wajahnya terlihat tenang, datar. Tapi matanya, serasa ada api yang siap menghanguskannya.
            “Hai...” Ando menyapa Shabrina dan Cindy bergantian dan tersenyum. Ketika tatapannya ke arah Lista. Dia hanya menatap. Tak tersenyum.
            “Gue bisa minta waktu gak bentar untuk ngomong dengan pacar gue yang satu ini? Ada yang mau gue omongin.” Ando berkata pelan. Tanpa emosi. Namun aura tak ingin dibantah memeluk mereka bertiga. Termasuk Lista yang terintimidasi dengan tatapan Ando yang tak berpaling darinya.
            Cindy merasa ada yang tak beres. Dia memasang tameng dengan berdiri di depan Ando yang daritadi menatap sahabatnya. “tap.. tapi... .”
            “Cindy Fatika...” Ando memanggil nama lengkapnya. “Gue akan sangat menghargai kalau lo mau luangin beberapa menit untuk keluar kamar dan membiarkan gue,  menyelesaikan masalah dengan Lista. Karna ini masalah gue dengan dia. Bukan masalah gue dengan dia yang melibatkan kalian.” Dia menatap Lista tanpa kedip. Tangan kirinya terkepal penuh emosi ketika gadis itu menatapnya penuh menantang.
            “Cind... kayaknya kita harus cabut deh.” Shabrina berdiri dari duduknya, menepuk pelan pundak Lista dan tersenyum lalu merangkul Cindy yang menegang di depan Ando. tak pernah dilihatnya selama 3 tahun mereka bersahabat, Cindy emosi.

            Cindy masih menatap Ando yang melihatnya tanpa ekspresi. Dia menghela napas dan melirik Lista yang masih dengan posisi berdirinya. “Oke. Kami keluar.” Desisnya pelan dan berjalan keluar kamar diikuti Shabrina yang masih merangkul pundaknya. dan dia menutup pintu.

            “Haruskah kita menguping?” Bisik Cindy pada Shabrina ketika pintu ditutupnya pelan. Dia khawatir dengan Lista sekarang. Mengingat mereka berdua saja dikamar dengan keadaan emosi, membuatnya takut.
            “Gak usah. Mending kita hargain keputusan Ando untuk ngomong berdua dengan dia tanpa ada kita, Cind. Yuk...” Dia menarik Cindy untuk menjauh dari kamar dan berjalan keluar.


            “Kak Lista kenapa yah?” Lily menatap ponselnya bingung telponnya direspon, dia mendengar suara pacar kakaknya itu sedang sesegukan. Seperti baru saja menangis hebat. Ketika dia tanyakan alasannya, dia menjawab karna baru saja jatuh dan berdarah. Bagi anak berumur 7 tahun sepertinya yang IQ nya 130, alasan Lista seperti anak kecil berumur 3 tahun.
            Lily mondar – mandir di kamar Erika sambil melirik barang belanjanya dari toko alat tulis. Dia mengambil kertas origami yang baru dibelinya, dia tersenyum ketika tau apa yang diperbuat dan duduk bersila di lantai sambil merobek bungkusan kertas itu, mengambil selembar kertas bewarna hijau, dan membuat burung

            Asyik membuat, tak menyadari kak Erika masuk ke kamarnya dan bingung dengan apa diperbuatnya. “Kamu ngapain, Li?”
            Lily berhenti dan menoleh ke arah kak Erika. dia tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya. “Kakak percaya gak kalau kita bikin 1000 burung, keinginan kita terwujud?”
            Erika menggeleng. Dia salah satu cewek yang berpikiran logis. Tak mungkin 1000 burung bangau yang dibuat dari kertas warna – warni itu bisa mengabulkan permintaan manusia. Itu hanya dongeng sebelum tidur. “Gak, Li. Memangnya kenapa?”
            “Tadi Lily nelpon kak Lista, dia nangis gitu kak dari suaranya. Lily takut aja kak Lista kenapa – napa. Makanya bikin burung untuk ngabulin harapan Lily semoga dia gak papa.”
           
            Jawaban Lily yang polos itu membuatnya terdiam. Dia tau dari Bian soal Lista yang bertengkar hingga asmanya kambuh, tapi bertengkar karna apa, dia tak tau. Dia ingin menelpon Lista atau menanyakan sahabatnya saja, tapi dia lebih memilih Lista untuk bercerita secara sukarela padanya mengingat adiknya yang satu itu tak suka dipaksa.
            “Kakak bantuin, yah. boleh, kan?”
            Lily mengangguk semangat. Dia butuh banyak orang untuk membantunya membuat burung 1000 buah. “Boleh banget, kak. Ayooo...” Lily menyodorkan separuhnya yang belum terlipat ke arah Erika dan mereka melipatnya bersama. Dengan harapan yang sama di setiap lipatan mereka buat.


            “Mau kemana?” Tanyanya ketika Lista berjalan melewatinya. Dan dia langsung memegang lengan kirinya dan menariknya kasar hingga Lista berdiri di depannya. Mereka saling bertatapan dengan penuh emosi. Tangan Lista yang dipegang Ando terkepal.
            “Lepasin tangan lo dari gue, Ando!”
            “Lepasin?!” Ando semakin menarik Lista ke arahnya. Lengan yang dipegangnya bersentuhan dengan dadanya. Membuat Lista bisa merasakan helaan napas panas yang menghangatkan pipi kirinya. “Nih!” Ando menghentakkan lengannya kasar dan mundur. Lalu melempar foto – foto tepat ke arah Lista yang melototinya.
            “Pelukan, heh?!”
            Lista menundukkan badan dan mengambil salah satu foto yang berada di kakinya. Dia melihat fotonya dengan Keenan berpelukan di pantai. membuatnya terdiam.

            “Siapa yang memotretnya diam – diam? Apa maksudnya?”

            “Gue gak nyangka lo bisa pelukan segitu mudahnya dengan cowok lain. yang baru dikenal lagi! Ckckck...” Ucapan dengan nada merendahkan dan wajah sinis membuat Lista merobek fotonya dan berjalan ke arah Ando dan mengacungkan telunjuknya tepat di depannya. “Gue memang pelukan sama dia, tapi gue punya alasan tersendiri, Ando! Daripada lo, segitu murahnya ciuman sama cewek lain! di depan banyak orang lagi!”
            “Apa alasan lo pelukan sama dia?! Biarpun kita pacar kontrak, gue gak suka, Elista!”
            “Dan lo kira gue suka lo dekat dengan Karen?!” Lista menjerit dan mundur dari Ando perlahan. “Lo kira gue suka, gue sudi lo ngobrol berdua dengan dia di saat ada gue, Hah?! Gue fine gitu?! Lo marahin gue dekat dengan cowok lain, tapi lo sendiri gak bisa ngerem diri lo untuk gak dekat sama dia!”
            “Berapa kali gue bilang sama lo, DIA TEMAN GUE, Lista!”
            “Teman yang bisa lo cium di belakang gue, gitu?!” Elista menatapnya sinis. Air mata yang membasahi pipi dihapusnya kasar.

            Tanpa mereka sadari, pertengkaran itu terdengar oleh Karen yang melintas di depan pintunya karna ingin jalan – jalan mengelilingi Villa. Dia mendengar namanya di sebut – sebut. Membuatnya terhenti dan berdiri di depan pintu dan menguping. Senyumnya mengembang lebar.

            Mereka berantem! Yes! Yes!”

            “Lo gak tau apa yang terjadi sebenarnya, Elista!
            “Gue gak tau dari bagian mana, Ando? Gue liat semuanya! Gue liat lo ciuman dengan dia di depan gue! Lo kira gue buta, hah?!
            “Gue juga gak tau kenapa dia mencium gue!”
            “Tapi lo membalasnya, Ando! Lo meresponnya! Dasar buaya!”
            “Lo tau kenapa gue meresponnya?” Dia mendekati Lista yang mundur ketakutan dan kaget ketika kedua tangannya memegang lengannya, kemudian mendorongnya ke dinding hingga dia terbentur. Mereka saling bertatapan. “Karna, gue bayangin lo! gue bayangin lo yang cium gue, Lista! Gue gak liat Karen! Hanya lo di mata gue, di pikiran gue!” Jawaban Ando membuatnya terdiam.
            “Lo boh...” Ucapannya terhenti karna Ando membungkamnya dengan menempelkan telunjuknya tepat di bibirnya.
            “Lo boleh gak percaya, Lista...” Dia menatap Lista yang menatapnya tak percaya. Shock berat. Dia menggulung lengan baju sebelah kanannya dan menunjukkan tato yang baru dibuatnya sore tadi. “Lo tau apa arti tulisan ini?” Hela napasnya terlihat sangat berat. Seperti susah mengucapkannya.  Tapi dia tak punya pilihan lain.
           
            “Ini adalah nama lo yang ditulis dalam bahasa Ibrani. Gue sadar, 6 bulan bersama, membuat gue sayang sama lo, Elista.”

            Elista kaget mendengarnya. Matanya melotot dan langsung melepas cekalan Ando dan berlari menuju pintu. Tatapan matanya terlihat sakit seolah dia baru sjaa ditikam oleh kata – kata yang menyakitkan dan menggelengkan kepalanya.   
            “Kita putus, Ndo.” Bisiknya tanpa suara. membuat Ando yang bisa membaca gerak bibir Lista, terpaku dan membiarkan Lista berlari keluar kamar.



            Karen terdiam dan duduk sambil mendekap lututnya di pantai yang sepi. mendengar pengakuan Ando di kamar Lista membuatnya berlari bagai orang kesetanan dan menangis di sini. Hatinya serasa hancur. Tak pernah dia menginginkan seseorang segitu gilanya. Sampai merendahkan harga dirinya sendiri. Oke, dia tak merendahkan dirinya karna dia tau hubungan mereka itu hanya pacar kontrak. Dia tau karna tak sadar mendengar ucapan Lista dan Ando saat mereka bertengkar di parkiran dan dia melihat dengan jelas cowok itu melarangnya mengucapkan kata itu sambil melipat sepedanya dan memasukkannya ke mobil. Dari situlah dia berusaha mengejar Ando, mencoba berbuat apa saja agar cowok itu meliriknya dan meninggalkan Lista yang jelas – jelas, tak ada apa – apanya dibandingkan dia dari sisi manapun.
            “Gue sayang sama lo, Lista.” Ucapan itu terngiang lagi di kepalanya. Membuatnya menangis lagi sambil menenggelamkan wajahnya di antara lututnya.
            “Gue juga sayang sama lo, Ando! tapi kenapa lo malah liat cewek sialan itu daripada gue?! Gue gak terima!” Karen menjerit dan meninju pasir berkali – kali. dia tak peduli orang – orang akan menganggapnya gila. Dia memang sudah gila dari dulu.
            “Lo akan nyakitin diri sendiri, Karen. Kenapa gak nyerah saja?” Suara itu membuatnya menoleh dan dia melihat Jayden berdiri di belakangnya dengan wajah datar. Seolah diijinkan, dia duduk disampingnya dan menyodorkan saputangan ke arah Karen. “Buat hapus air mata lo.” Ucapnya ketika Karen menatapnya bingung.
            Karen mengambilnya ragu dan mulai mengusapkan saputangan berbahan lembut dan wangi itu ke wajahnya. “Makasih. Nanti gue cuci saputangan lo.”
            Jayden hanya tersenyum dan menengadahkan wajahnya untuk menatap langit yang bertaburan bintang – bintang. Karen menatapnya seksama. Sahabat Ando memang tampan. Dengan wajah innocentnya dan lesung pipi sebelah kiri serta bibir tipis bewarna kemerahan, tak ada yang menyangka kalau dia player dan hobi keluar masuk hiburan malam. Dia tau karna pernah beberapa kali ketemu di Galaxy Club. Diskotik paling prestisius di Bandung.
            “Gue pergi dulu. Pikirin ucapan gue, Ren. Lo terlalu cantik untuk sakit sendiri karna mengejar cowok yang jelas – jelas sudah menentukan pilihannya. Gue ngomong begini karna gue tau Ando gimana. Dia sahabat gue dari SMP, dan gue tau semuanya. Lebih dari yang lo tau tentang dia. Jadi, mundur sekarang, Ren.”
            “Lo gak berhak untuk menyuruh gue mundur, Jayden. Gue yang mutusin kapan mundur dan kapan terus maju!”
            “Gue memang gak berhak kok untuk nyuruh lo mundur,” Jayden tersenyum miring dan menatap Karen yang keras kepala. “Gue hanya gak mau lo sakit ati. Itu aja. Pikirin ucapan gue, Ren. Lo masih punya banyak waktu untuk mundur teratur. Tapi, kalau lo gak mau, yaudah. Gue dengan senang hati mengucapkan semoga lo tahan banting aja.” Dia menatap Karen dan tersenyum lalu berjalan pergi. Meninggalkan Karen yang  ikut tersenyum di belakang punggungnya.

            “Jangan panggil gue Karen kalau gak bisa lakuin apa yang gue mau.”


                        Lista termenung di balkon Villa yang memamerkan keindahan langit yang bertabur bintang – bintang dan bulan di langit yang gelap. Ucapan Ando yang mengatakan kalau dia menyayanginya, dan reaksinya yang langsung berlari meninggalkannya sambil mengatakan putus. Membuat pertahanannya runtuh. Lututnya serasa lemas dan membuatnya jatuh terduduk sambil memegang penyangga balkon dan menangis sepuasnya. Dia tak bisa. dia tak bisa menerimanya. Dia tak bisa walau hatinya sangat ingin mengatakan iya, karna dia tau perasaannya sama dengan Ando rasakan. Tapi. kenyataan itu, ketakutan yang selalu membayanginya, membuatnya sakit.

           
            Dan terluka.

           
            “Gue gak pantas untuk lo, Ando.” Lirihnya sambil terus memegang dadanya yang semakin sesak. “Seharusnya gue dari awal gak usah terima pertaruhan sialan itu. sseandainya gue tau, seandainya...” Dia terdiam dan menangis lagi sambil menyadarkan tubuhnya di pembatas dan memeluk lututnya erat.

            “Gue juga sayang sama lo..”



            Ando berada di hingar – bingar The Hard rock Cafee yang tak jauh dari lokasi Villanya sekarang. Pertengkarannya dengan Lista dan ucapannya bahwa dia menyayangi Lista sungguh diluar rencananya. Dia tak tau kenapa jadi mengatakan itu. tapi, ucapan itu membuat hatinya plong. Seolah dia menemukan jawaban atas semua keresahannya sebelum dia merasa tertusuk pada satu kenyataan.

            Lista berlari meninggalkannya.

            “Putus? Itu gak akan terjadi, Lista.”ucapnya frustasi dalam hati sambil terus menelan Vodka martini yang sudah ke dua kalinya. Tak mempedulikan keadaan sekitarnya yang semakin ramai walau jam di tangannya menunjukan pukul 11 malam.
             Di saat dia ingin minta tambah lagi kepada bartender yang menatapnya cemas, Terdengar suara lembut  penyanyi kafe itu membuat pikirannya teralih dan menatapnya tanpa minat.

“I wanna spend, time ‘till the end
i wanna fallin’ you again
like we did, when we first meet
i wanna fallin’ you again.”

*Kenny G ft Robbie Thicke – Fall Again.

            “Disini lo rupanya,” tepukan pelan di pundaknya entah kenapa memberikan efek sakit baginya. Dia menoleh dengan pandangan terhuyung – huyung ke arah cowok yang duduk di sampingnya dan menatapnya prihatin.
            “Lo kenapa, Ndo?” Tanyanya dan langsung mengambil gelas kecil yang isinya hampir meluncur mulus tanpa hambatan lalu menegaknya sampi habis.
            “Hei! Itu jatah gue!” teriaknya dengan suara serak karna tenggorokannya serasa terbakar. Membuat Jayden langsung memesan air putih sebagai penawarnya.
            “Ini gelas ke berapa yang lo minum, Ndo?!” Jayden memasang tampang aneh karna baru kali ini mencoba minum. Walaupun sering keluar – masuk hiburan malam, dia sadar diri untuk tidak memasukkan kandungan alkohol dalam tubuhnya dan memilih pesan orange juice dimanapun dia berada.
            “Baru dua gelas. Lo kenapa tau gue disini?”
            “Gue selalu tau lo pasti kabur kesini setiap ada masalah. Kenapa?”
            Entah pengaruh bir atau frustasi, dia menceritakan semuanya pada Jayden yang hanya mangut – mangut mendengarnya sambil sesekali melirik penyanyi yang membawakan lagu sama saat pertama kali dia melihatnya.
            “Jay, lo dengerin gue, kan?” Ucapan Ando membuat konsentrasinya melirik cewek itu buyar. Dia menoleh dan mengangguk. “Gue dengar kok. Begini, lo bingung kenapa dia lari saat lo bilang sayang sama dia?” Dan Ando mengangguk mengiyakan sambil meminum pesanannya. “kaget mungkin.”
            “Dimana – mana, cewek kalau kaget dengar cowok nyatain cinta pasti meluk, Jay. Bukannya lari ketakutan seolah – olah gue baru aja bilang bakal bunuh dia. Kalau lo tanya kenapa gue jadi bilang begitu, gue gak tau, Jay. Spontan aja ngomongnya.”

            “Tapi lo beneran sayang, kan sama dia?”
            “Mungkin iya. Kalau gak, gue gak akan sesetia ini, kan selama 6 bulan?”
            Jayden mengangguk setuju dan tersenyum ketika lagu yang sudah menjadi kesukaannya sejak mendengar cewek itu menyanyikannya, terdengar lagi. Dengan musik yang sama, suara yang sama, dan hati yang bergetar lembut ketika cewek tanpa nama itu, menyanyikannya sepenuh hati.

*“He believes in me, i’ll never know
Just what he sees in me. I told him someday
If he was my boy, i could change the world with my song

But, i was wrong.
But, he has faith in me
And so i go on trying faithfully
And i hope and pray, i will find it way. Find it way.”*

Ronan Keating – He believes in me.

*Sebenarnya lirik aslinya itu adalah “She”, Tapi karna di cerita ini yang nyanyikannya cewek, jadi diganti menjadi “he”.

            “Lo tau,” Dia menunjuk cewek itu dan Ando mengikuti tatapannya. “Gue dua kali disini, dia selalu membawakan lagu ini. Gue suka suaranya, gue suka gimana dia bawainnya. Dan jarang – jarang penyanyi cafe  pake kerudung. Iya, kan?”
            “Iya kali. gue bukan penggemar keluar masuk cafee atau hiburan malam terkenal hanya untuk minum segelas – dua gelas orange juice atau air mineral, Jay.”
            “Sialan! Lo nyindir gue ternyata!”
            Ando hanya tertawa dan melirik penyanyi itu yang sudah selesai membawakan lagunya dan turun dari panggung. “Lo gak dekatin dia? Tuh anak hilang baru tau rasa.”
            Jayden langsung berdiri dari duduknya dan menepuk pundaknya. “Liat sahabat lo ini beraksi. Gue pasti bisa dapatin namanya.”
            “Itu cewek kayaknya 11 : 12 deh dengan Lista.” Ucapnya ketika mereka sempat bertatapan sebelum cewek itu menghilang dari balik panggung.
            “Gak papa. Gue cabut yah, bye.” Jayden langsung berjalan mendekati cewek itu dan Ando hanya nyengir dibuatnya.
            “Dasar Playboy ikan sarden!” Ejeknya dan memesan minumannya lagi sambil melirik dinding – dinding Cafee  yang dipenuhi dengan foto – foto artis dan tata panggung yang keren. Serta suara penyanyinya yang seksi, berbeda jauh dengan penyanyi pertama yang bersuara bening. Membuatnya terbuai dan melupakan masalahnya untuk sejenak.



            “Hai,” Sapanya ketika cewek itu asyik mengobrol dengan teman bandnya di luar. Cewek itu menoleh kepadanya dan tersenyum ketika teman bandnya pamit dengan senyum penuh arti.
            “Iya, ada apa yah?”
            “Gue kemaren nemuin ini di panggung. Gue pikir, ini punya lo.” Jayden menyerahkan buku berisi lirik – lirik lagu padanya.
            Cewek itu membalasnya dengan senyum terima kasih. “thanks yah. ini buku memang gue cari banget dari kemaren. Soalnya ada list lagu apa aja yang akan gue bawain entar mengingat gue pelupa akut.”
            Jayden tersenyum mendengarnya. Tak sia – sia dia berada di cafee  malam itu dan melihatnya perform. “Sama – sama.” Jawabnya dengan senyum manis andalannya setiap bertemu cewek incaran.
            Cewek itu terpesona sesaat melihat wajahnya yang tampan itu dan buru – buru menunduk. “Gue duluan yah, makasih atas bukunya,” Dia tersenyum dan berbalik pergi. Namun mendadak menoleh ketika Jayden memanggilnya.
            “Boleh gue tau nama lo siapa? Gue Jayden.” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.
            Cewek itu tersenyum sambil melirik tangan yang terulur dan menyambutnya. “Nama gue ...” Dia terdiam dan tersenyum misterius, “Percaya dengan pertemuan pertama dan kedua, akan menentukan apakah kita bertemu lagi di pertemuan selanjutnya?” Tanyanya dan Jayden mengangguk. Dia pernah mendengar kata itu, “Kalau kita bertemu lagi, gue akan kasih tau nama gue sebenarnya, selengkapnya. Tapi kalau gak, yasudah. Kita gak dijodohin untuk ketemu. See you, Jayden.” Dia melepas genggaman tangannya dengan senyum dan berbalik pergi.

            Jayden tersenyum dengannya. Bukan Jayden namanya kalau dia tak bisa mendapatkan informasi cewek yang mengganggu pikirannya itu.
            “Belum tau siapa gue ternyata nih cewek.”


           
            Pertengkarannya dengan Ando membuat hubungan mereka memburuk. Selama di Bali, Lista lebih memilih mengurung diri di kamar atau keliling dengan sepeda sewaan bersama Cindy dan Shabrina. Melupakan masalahnya sejenak dengan refreshing.
            Hi girls,” Sapa Jayden sambil melongokkan kepalanya ke dalam payung besar yang menaungi mereka bertiga yang sedang duduk santai sambil tiduran dan sesekali cekikikan serta kacamata hitam yang menutupi matanya. Sambil sesekali menunjuk turis asing yang ketahuan melirik Lista yang mempunyai perpaduan wajah yang unik dan membuatnya terlihat sangat cantik dengan rambutnya yang mulai memanjang.
            Lista melepas kacamatanya dan meletakkan di atas kepalanya lalu  duduk tegak sambil tersenyum. Namun, senyum itu seketika hilang ketika tau Jayden tak sendiri, ada Ando di belakangnya yang ikut melongok. Menatapnya yang hanya mengenakan tank top bewarna coklat dengan celana hot pants jeans dan bertelanjang kaki. Membuatnya terlihat jenjang.
            “Gue cabut dulu.” Lista langsung berdiri dari duduknya, memasang kacamata hitamnya lagi karna hari ini sangat panas, dan berjalan menjauhi mereka. Namun, Ando berjalan ke arahnya dan menangkap lengannya.
            “Bisa ngomong sebentar?” Bisiknya dengan lengan ditarik paksa hingga mereka berdekatan. Saling bersentuhan. Seolah tak ada pembatas lagi.
            “Apa yang harus diomongin?” Lista melirik lengan yang dipegang Ando dan menatapnya, “Kita kan sudah putus?”
            Ucapan itu membuat Ando meremas lengannya. Hingga dia mengernyit kesakitan dan spontan menggigit bibirnya. “Siapa bilang? Gak ada kata putus dalam hubungan kita, Lista!”  Ucapnya tegas. “Setidaknya sampai malam prom night 6 bulan lagi.” Dia menambahkan dengan nada berat. Seolah tak rela semuanya akan berakhir mengingat dia 5 hari yang lalu, bilang sayang padanya. Dan membuat cewek itu menjauh.
            Lista terdiam. Tak menyangka hubungannya akan berakhir mengingat betapa banyak kenangan yang ditorehnya. Membuatnya nyaman, dengan segala pertengkarannya, segala perhatiannya dan bagaimana perasaannya yang mendadak aneh akhir – akhir ini sejak kehadiran Karen. Seolah tak rela cowok itu menjauh.
            “Tapi gue mau putus!”
            “Gak akan!
            “Kenapa?”
           
            “Apa lo lupa perjanjian kita?” Ando menatapnya tajam. Membuatnya terdiam dan teringat pengakuan bahwa cowok di depannya ini, yang sedang menatapnya tajam ini menyayanginya.
            Pihak cewek, Elista Pradipta, tak boleh mengucapkan kata putus sebelum hubungan terjalin satu tahun. Dan pihak cowok, Fernando Hayman, boleh memutusinya kapan saja. Tanpa terikat peraturan apapun. Dan pihak cewek HARUS mengikuti semua kemauannya. Tanpa terkecuali.” Ando mnyebutkan salah satu perjanjian mereka yang dibuat oleh satu pihak yang dia ingat, sangat merugikannya lahir bathin. Membuat Lista mendengus kesal dan menghentakkan lengannya kasar dan menjauh. Tak bisa berkata apa –apa.

            Brengsek! Ngapain dia ingatin perjanjian sinting itu ma gue?!

            Tiba – tiba, ada yang menyentuh pinggang dan kedua lututnya dari belakang dan tubuhnya serasa diangkat hingga membuatnya menjerit. Ando menggendongnya!
            “Trunin gue! GUE GAK MAU LIHAT WAJAH LO!” Lista berteriak tepat di depan wajah Ando yang menggendongnya tanpa ekspresi. Tatapannya lurus ke depan. Tanpa menolehnya.

            Jayden dan yang lainnya mendengar teriakan itu, keluar dari payung dan melongo melihat Ando dengan gentlenya, dimata Shabrina dan Cindy, menggendong Lista yang berteriak murka tepat di wajahnya. Membuat Jayden terkikik geli.
            “Ada yang bersedia untuk gue gendong? Minus diteriakin tepat di depan wajah, sih.” Tawarnya menggoda mereka berdua yang tak jua melepas tatapannya ke arah sahabatnya itu.
            “Digendong sampai mana, Jay?”
            “Sampai masuk kamar dan gak akan keluar lagi, Shab.” Godanya sambil mencolek dagu Shabrina yang langsung mengeluarkan semburat malunya di kedua pipi.
            Lista berusaha meloncat dari pangkuannya, tapi Ando memegang kedua bawah lututnya dengan kuat dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya mencengkram pinggangnya. Membuatnya kesakitan karna ditekan di dua sisi.
            “Sakit, Ndo!”
            “Makanya diam!” Bentaknya sambil melonggarkan cengkramannya. Dan Lista terdiam dan menatap ke arah lain. tak mau lagi menatap Ando yang menggendongnya entah membawanya kemana.


            Bian asyik – asyiknya bermain piano di ruang tengah karna hari ini tak ada jadwal kuliah. Masalah adiknya itu masih berputar di dalam kepalanya. Membuat permainannya kacau dan mengeluarkan bunyi yang kasar.
            Dia menyatukan kedua tangannya dengan menautkan sepuluh jarinya di atas tuts piano dan meletakkan dagunya. Sampai akhirnya, terdengar bunyi bel. Dia berdiri dari duduknya dan menghampiri pintu.
            “Akhirnya datang juga si Dini.” Dia bergumam. Entah kenapa sahabatnya mengajaknya ke kampus hanya untuk mencemburui mantan pacarnya yang berselingkuh. Membuat Bian geleng – geleng kepala saat mendengarkan ide gila sahabatnya itu dan tertawa ketika dia memohonnya agar mengiyakan. Dan dia dengan mudahnya menerima ketika sogokan kue martabak dua kotak, dan beberapa lembar kertas berisi informasi tentang suster Lhyesha yang didapat Dini yang ternyata berteman akrab dengan suster kecengannya,  di atas meja belajarnya.
            Bian membuka pintu dan tertegun siapa di depannya. Tak menyangka.
            “Lhyesha? Ngapain disini?” Tanyanya dengan bingung ketika cewek yang sukses membuat sahabatnya bangkrut total itu ada di depannya dan dia  tersenyum manis. Membuatnya terpaku.
            “Hai Bian! yuk kita jalan.” Entah muncul dari sisi mana, Dini langsung merangkul lengan Bian dan menariknya keluar rumah. Membuat Lhyesha terkikik geli di belakang mereka.
            “Apa yang lo lakuin?!” desisnya di telinga Dini.
            “Ngajak lo jalan dengan Lhyesha. kenapa? Gue pusing liat lo Cuma berani ke rumah sakit dengan berjuta alasan ama nyokap lo tanpa ngajak dia jalan. Hahahaa..”
            Bian tertawa mendengarnya. Dia mencium pipi kilat Dini yang langsung memerah dan menariknya gemas. Seperti menarik adonan kue. “Makasih, Dini. Cinta gue sama lo.” Ucapnya dan membuat kepalanya ditoyor lemah oleh Dini yang terlalu malu untuk meresponnya sangar. Dia hanya tertawa dan menoleh ke belakang. “Ayo Lhyesha.” Dia menoleh ke belakang dan mengulurkan tangannya agar cewek itu menyambutnya dan berjalan di sampingnya. Namun, Lhyesha hanya tersenyum manis dan berjalan di sisi Dini. Mengabaikan ulurannya.
            “Bukan muhrim, masbro.” Bisik Dini terkikik membuat Bian manyun.

            “Pakai mobil lo aja yah, Bian. mobil gue mau habis bensinnya. Irit masbro.
            Bian mendecak lidahnya dan mengacak kerudung Dini. “Yaudah. Tapi lo gantiin bensin mobil gue, yah? hahahaa...”
            “Bangkrut gue lama – lama temenan sama lo!” Ucapnya kesal dan menarik Lhyesha menjauh, “Yuk, Lhyes, kita pulang. Sahabat gue rupanya pelit amat sama sahabat cantiknya sendiri.” Dia menarik Lyesha menjauhinya. Membuat Bian tertawa melihat sahabatnya ngambek.
            “Yaudah, ayooo..” Dia membawa mereka ke arah mobil Jeepnya yang bewarna putih. Ntah kenapa, Dini langsung mengambil posisi duduk di belakang. “Lo di depan, Lyesha. Gue gak bisa duduk di depan masalahnya. Bikin perut mual.” Ucapnya sambil mengedipkan mata ke arah Bian. memberi kode.
            “Dasar lo, Din.” Ucap Lyesha tertawa dan menatap Bian yang menatapnya daritadi. Entah kenapa, tatapannya membuat jantungnya berdetak 100 kali lebih cepat dari biasanya. Bahkan lebih cepat daripada dia menunggu hasil skripsinya dari dosen killer. “Boleh kan gue duduk di samping lo?” Ijinnya. Membuat Bian tersenyum.
            “Boleh dong. gue gak mau dikira supir kalian berdua. Tapi... kalau yang gue supirin cantik – cantik sih,” Dia melirik Dini yang duduk di belakang dan menatap Lyesha sekali lagi, “Gak papa deh. Ayoo..” Dia berjalan mengelilingi mobil dan membukakan pintu untuk Lyesha. Dan cewek itu langsung duduk dan Bian menutup pintunya lalu membuka pintu pengemudi dan masuk. Dia menatap Lyesha yang berada di sampingnya. Entah kenapa, selain Jasmine, Gina, dan mamanya sendiri, dia mampu membuatnya gugup menyetir mobil tanpa sebab.
            Bian menstarter mobilnya, menginjak kopling dan memindahkan gigi satu, lalu mobil berjalan pelan meninggalkan rumahnya yang dijaga oleh Bik Ijah yang berdiri di depan pagar.
            “Semoga gue gak kolaps, Tuhan disamping Bian, amien.” Harapnya berkali – kali dalam hati.


            Lista diturunkan di depan kamarnya. Dia menatap Ando yang masih emosi. “Kalau alasan lo ingin putus karna pengakuan gue 5 hari yang lalu,” Dia menatap tajam Lista dan mendesak maju hingga cewek itu mundur dan membentur pintu. Dia meletakkan kedua tangannya di kiri kanannya dan menatapnya. “Lupakan! Anggap aja gue gak ngomong apa – apa sama lo! anggap aja pengakuan gue hanyalah gombalan basi buat lo!” Ucapan itu membuat Lista terhenyak. Dia menutup matanya dan menarik napas pelan.
            “Oke, gue akan lakuin apa yang lo mau!”
            Ando mundur dari Lista yang entah kenapa menghela napas lega dan melipat kedua tangannya tepat di dada, “Sekarang, lo harus ikut gue!” Tanpa basa – basi, dia langsung meraih tangan kanan Lista dan menariknya keluar Villa.
            “kemana? Gue gak bawa tas!”
            “Tas lo ada di mobil gue.” Ucapan Ando membuatnya bingung. “Mobil? Maksudnya? Dia gak punya ide gila untuk mengirim mobilnya kesini, kan?”

            Seolah tau apa yang dipikirannya, Ando menjawab. “Mobil sewaan.” Jelasnya dan Lista mengangguk mengerti.

            “Bisa diving?” tanyanya ketika mereka sudah berada dalam mobil CRV hitam yang sebenarnya adalah miliknya setiap dia pergi ke Bali untuk urusan bisnis atau liburan. Namun, khusus Lista yang tak tau apa – apa, dia bilang mobil sewaan. Walaupun, terlihat sekali kebohongannya.
            Lista yang sibuk memasang seat belt, membuat Ando memutuskan untuk membantunya. “Gue gak bisa berenang, Ndo.” Ucapnya pelan membuatnya melongo. “Serius? Tapi... dirumah lo gue liat ada kolam renang tuh. Gue pikir...”
            “Gue gak suka berenang. Gue pernah hampir mati tenggelam waktu kelas 5 SD di tengah pantai karna kedua kaki gue kram mendadak. Kalau saja papah dan Kak Bian gak liat saat itu, mungkin gue gak akan duduk disini, Ndo.” Jelasnya membuat Ando mengangguk.
            “Yaudah. Lo suka kebun binatang?” Tanyanya lagi. Membuat wajahnya entah kenapa, tanpa rencana, bersinar cerah. “Banget!”

            “Kenapa gue jadi senang begini? Lo masih berantem, Lista!”
           
            Ando menyadari perubahan nada suara Lista itu. tersenyum, “Yaudah,” Dia menstarter mobilnya, memindahkan gigi dan menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan Villa. Meninggalkan Karen yang sedari tadi melihat mereka dan menggemertakkan giginya tertahan.

            “Awas lo Lista!”

            “Lily, Liat Tom gak?” Erika kalang kabut ketika baru datang kuliah dan membuka kamar, tau – tau kucing kesayangannya yang baru menikah seminggu yang lalu menghilang dari kandang yang pintunya terbuka lebar.
            Lily yang asyik mengerjakan origaminya dari kamarnya, pindah ke taman belakang, dan berakhir di ruang tamu, naik ke lantai atas dan mendekati kak Erika yang wajahnya kalang kabut. “Tadi kak Bian masuk kamar kakak sambil gendong Tom kak.”
            “Hah?” Erika melongo. Kalau Bian memegang kucing kesayangannya, Berarti petaka.
            “Iya... terus dilepas kak Bian dan pintu rumah dibuka lebar – lebar kak!”
            “APA?!” Erika menjerit. “Kenapa kamu gak cegah kelakuan sinting kak Bian, Li?”
            “Udah kak,” Lily menjelaskan tanpa wajah dosa. “Tapi kata kak Bian, kasian kucingnya seharian dikurung mulu. Gak punya teman, lingkupnya terbatas. Mending dilepas aja sekalian. Biar bisa bersosialisasi sama kucing – kucing lainnya. Siapa tau berbakat jadi eyang subur versi kucing, kak.” Penjelasan Lily membuat Erika langsung berlari keluar rumah. Mencari kucing kesayangannya.

            “awas lo, Bian! gue cincang lo!” Gerutunya dalam hati.

            “Tom... sini sayang, sini...” Erika berdiri di depan rumah dan melihat kucingnya di seberang jalan sambil berjalan angkuh menjauhinya. Dia menyeberangi jalan, mengabaikan tatapan para cowok sekitar kompleks yang dari dulu memperhatikannya, dan mendekati Tom yang mengeong angkuh.
            “Tom.. sini, sini, Come to mommy, eongg..” Saking gilanya, dia sampai meniru eongan Tom dan membuat kucing itu menoleh ke arahnya, lalu melengos angkuh.
            “Gue bunuh lo, Bian habis ini!” Geramnya tertahan karna membiarkannya dalam kesulitan mengajak kucingnya masuk rumah.

            Asyik menundukkan badannya, tak sadar kalau di depannya, ada seorang cowok tampan, berambut agak gondrong agak ikal, dengan alis melengkung tinggi dan bibir tipis serta tatapannya tajam, menatap tingkahnya geli. Dan Tom, tanpa tau malu meloncat kepangkuan cowok itu ketika dia membuka lengannya. Seolah – olah cowok itu adalah pemilik sahnya. Bukan cewek yang berjalan di belakangnya dari tadi.

            Melihat kucingnya meloncat ke pangkuan seseorang, dia sempat hampir mendamprat orang itu sebelum akhirnya terpaku. dia terdiam menatap kesempurnaan cowok itu dalam balutan kemeja hitam yang lengannya digulung hingga siku dan celana jins. Tatapannya melembut.
            Hi, Riri, still you remembering me?”
            Lidahnya mendadak kelu. Dia tak menyangka siapa cowok di depannya ini.
            Cinta pertamanya waktu dia masih SMA, Salah satu sahabat Bian, rivalnya dalam mengutak – atik angka, sekutu Bian dalam mencari perhatian cewek, dan sukses membuatnya dulu tak bisa tidur karna perhatiannya setiap dia digoda Bian atau cowok sengak lainnya.

            “Mikail?”


            “Gue suka! Gue suka! Gue suka!” Lista langsung turun dari mobil dan tersenyum gembira. Melupakan “perang dinginnya” dengan Ando ketika mereka berhenti di sebuah tempat.
            Bali Bird Park. Salah satu taman burung terbesar di Indonesia yang mempunyai 1000 burung dengan 250 spesies. Salah satu icon terkenal adalah burung Jalak Bali yang langka. Membuat Lista yang menyukai binatang bersayap dari dulu ini, merasa seperti di surga.
            “Ohh!! Astaga! Astaga! Ayoo cepat Ando!” Dia berteriak kesal ketika cowok itu lama mengurus pembayaran tiketnya. Melihat banyaknya jenis burung berseliweran di atas kepalanya dan berjalan di depannya, membuatnya menjerit kesenangan.
            “Bentarr..” Ando langsung mendekati Lista dan merangkulnya. Melihat cewek yang dirangkulnya ini tersenyum membuatnya senang,
            Lista menjerit kesenangan ketika ada seekor burung hinggap di atas kepalanya. Dan sekilas saja, membuat teman – teman si burung itu mengerumuninya.
            “Andoo.. fotoin dong. Mumpung disini nih.” Lista menatap penuh memohon ketika Ando buru – buru menjauh darinya yang dikerumuni burung berbagai macam jenis itu.
            “Bentar..” Dia mengeluarkan kamera polaroid pemberian Lista dari tasnya. Dan memotret ekspresi lucunya ketika burung – burung itu betah di atas kepalanya. Mulai dari hendak mencium paruhnya, hingga burung itu menggigit pelan daun telinganya. Membuatnya tertawa.
            Seolah tau, burung – burung itu terbang meninggalkannya dan Lista langsung berlari ke arahnya untuk melihat hasil fotonya. “Bagus, kan?”
            “Banget!”
            “Lis,”
            “Iya...” Ucapnya ketika masih asyik melihat berbagai ekspresi wajahnya di kertas film itu.
            Ando mendekatkan wajahnya dan mencium pipi kirinya cepat. Membuat Lista terhenti dan menatapnya dengan wajah memerah malu. “Makasih atas kameranya, yah.” Ucapnya tulus dan merangkul Lista untuk berkeliling ke arah kananya. Mengelilingi taman yang luasnya dua hektar yang didesain dengan sangat indah dan nyanyian burung – burung seolah menambah suara nyaman.


            “Lyesha,” Panggilnya ketika cewek itu melamun sambil menatap hujan yang membasahi cafee dimana mereka duduk sekarang. Dini sengaja meninggalkan mereka berdua dengan alasan dia ada tugas dan akan berangkat bersama temannya untuk mengambil mobil dirumah Bian . membuat mereka canggung seketika.
            “Hujan...” Ucapnya membuat Bian yang asyik menatap ekspresi Lyesha, berkerut kening bingung. “Iya, terus kenapa kalau hujan?”
            Lyesha menatapnya dan tersenyum geli. Kalau saja dia akrab dengan cowok ini, mungkin tangan – tangan lentiknya untuk mengacak rambutnya itu. “Suka mandi hujan?”
            “Banget! bagi gue, hadirnya hujan itu patut dirayakan dengan segala macam gerak, macam gaya, dan kreasi. Kayak gue dan kakak gue contohnya.” Dia tertawa ketika teringat bagaimana gilanya kakaknya yang serius itu melepas ikatan rambutnya, dan menari di tengah hujan bersama payung dan sepatu boots dan tertawa puas ketika hujan membasahi wajahnya yang bening. Diikuti Lista yang mengambil selang air kemudian menyiram kearah kakaknya. Membuat mereka saling berkejaran.
            Lyesha tertawa mendengar cerita Bian, dia melirik jalan yang sepi dan menatapnya sekali lagi, “Mandi hujan yuk?”
            “Hah?”
            “Ayooo..” Lyesha langsung berlari Cafee dan tertawa  riang ketika tetesan hujan deras membasahi tubuhnya. membuat Bian langsung menariknya untuk berteduh.
            “Nanti lo sakit loh ujan – ujanan.”
            “Sesekali menikmati masa kecil gak ada salahnya, kan?” Lyesha mengedipkan matanya dan berlari ke arah genangan air dan mencipratkannya ke arah Bian hingga celana jinsnya menjadi kotor. Bian yang melihat itu, senyum miringnya muncul. Tanda tertantang.
            “Nantang nih ceritanya?” Tanyanya dengan kedipan mata kiri dan senyuman penuh godanya. Sanggup membuat Lyesha terdiam sejenak. Terlalu terpesona hingga tak sadar cowok yang membuat jantungnya hampir berhenti berdetak setiap detiknya itu berjalan ke arahnya, “Jangan mendekat!” Teriaknya dan dia meloncat ke arah genangan air dan... BLASH!
            Cipratan itu mengotori baju Bian. membuat cowok itu menatapnya tak percaya ketika Lyesha berlari meninggalkannya, “Lyeshaa.. sini lo!” Teriaknya sambil mengejar cewek itu yang tertawa terbahak – bahak. Membiarkan hujan membasahi tubuh mereka.
           


            “AAAAA.. PUSING!” Lily berteriak frustasi sambil melirik jam dinding yang menunjukkan jam 6 sore. Dia pusing melihat banyaknya burung kertas yang dia buat, tapi dia lupa berapa jumlahnya. Mulut tipisnya terlalu lelah untuk menghitung ulang.
            Erika masuk dalam rumah diikuti Mikail, tercengang melihat ruang tamunya yang luas itu menjadi taman burung kertas oleh Lily yang menatapnya dengan wajah memelas. “Kak.. nyerah deh bikin 1000 burung. Pusing... huuhu...”
            “Adik lo, Ri? Cantik amat.” Mikail tersenyum ketika melihat Lily manyun hingga bibir tipis kemerahannya maju. Tatapan matanya yang polos, tingkah manjanya membuat Mikail gemas ingin mencubitnya.
            “Bukan. Dia adik pacarnya Lista.” Jelas Rika dan berjalan ke arah Lily, “Emang udah berapa burung kertas yang kamu bikin?”
            “Gak tau kak. Gak ngitung. Lily capek kalau itung ulang.”
            “Pacar adiknya Tata?” Mikail adalah sekian banyaknya orang yang memanggil Lista dengan Tata. Panggilan masa lalunya, “Masih pacaran dia dengan Dylan?”
            Nama itu, sontak membuat Erika menegang dan mengepalkan tangannya. Dia lupa, Mikail juga berteman dengan cowok sialan itu. walaupun tak akrab. Dia menarik napas dan tersenyum ke arah Mikail. Untuk menutupi emosinya yang bergejolak. Seandainya yang dihadapi Mikail adalah Bian, entah apa yang akan terjadi ketika cowok itu menyebutkan nama terlarang itu di depan adiknya.  “Bukan, dia udah putus sama Lista.”
            “Pacar kakak yah?” Bisik Lily membuat wajahnya memerah, “Cakep, kak. Nanti Lily kalau sudah besar mau cari pacar seganteng pacar kak Rika deh.”
            “Kamu...” Dia mencubit pipi Lily dengan gemas sambil berdoa dalam hati semoga Mikail tak mendengarnya.
            Mikail mendekati Lily dan duduk disamping Erika. membuat jantungnya serasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Membuat wajahnya memerah tanpa sadar ketika cowok itu menyentuh tangannya, “Mau kakak dan kak Riri bantuin untuk itungin bung kertas kamu?” Tawarnya sambil menatap Erika dengan lembut. Dan cewek itu mengangguk perlahan.
            Lily tersenyum cerah. “Mau banget kak...” Dia terdiam. Tak tau namanya, membuat Mikail berinisiatif memperkenalkan diri. “Mikail, kamu?”
            “Lily, kakak.”
            “Nama yang cantik.” Pujinya sambil mengacak rambut panjang Lily dan duduk disamping Erika yang dari tadi menundukkan wajahnya sambil menghitung burung kertas yang dibuat Lily. Ditemani dengan suara hujan yang deras, dan canda tawa mereka.

♥ ♥

            “Ini dimana?” Tanya Lista ketika mereka tiba di sebuah Pura yang berada di atas bukit, setelah  seharian diajak Ando berkeliling. Dimulai dari Bali Bird Park, surganya para Burung seluruh dunia. Lista puas karna bisa berfoto dan melihat burung – burung kesukaannya, dilanjutkan ke Art Center. Komplek bangunan dan stage untuk pementasan seni dan pengembangan di Bali. Tempat dimana semua kesenian Bali ada disini, dengan lahan seluas 14 hektar dan lingkungan yang sejuk, membuatnya betah seharian untuk menari Bali ketika melihat beberapa gadis seumurannya sedang menari Bali, bisa melihat banyaknya pura – pura dan melihat prosesi ibadatnya mereka, melihat sejarah Bali dan membaca beberapa buku yang tersedia di perpustakaan Widya Kesuma. Semuanya adalah keinginan Lista sejak dulu setiap dia ingin ke Bali. Namun tak pernah kesampaian.
            “Pernah dengar Pura Uluwatu? Pura yang menjadi poros mata angin pulau Bali? Dari atas sini, kita bisa melihat indahnya matahari terbenam yang sebentar lagi akan muncul, Lista.” Dia tersenyum ketika cewek itu menatapnya tak percaya.
            Dari atas sini, dia bisa melihat hamparan Samudera Hindia yang ombaknya menghajar kaki tebing tempatnya berpijak sekarang. Dan ketika matahari benar – benar terbenam, semuanya terasa indah ketika di tengah halaman Pura, tak jauh dari mereka, sekitar 50 penari pria menari tari kecak yang duduk mengelilingi api unggun besar dan menggerakkan tangan ke depan sambil mengucapkan “cak, cak.”
            “Indah banget... gue suka, Ando. banget!” Dia tak bohong. Menikmati indahnya matahari terbenam di ketinggian 97 km dari pura yang menjorok ke arah laut, ditemani tari kecak sebagai penutup sempurna harinya setelah beberapa hari ini dia merasa kelabu.
            “Sama – sama, Lista.” Dia tersenyum dan merangkul pundaknya untuk duduk di tangga pura dan menikmati tari kecak itu beserta pertunjukan seni lainnya.

♥ ♥

            Karen frustasi seharian karna tak melihat Ando dimana – mana. Dia bolak – balik seperti setrika di depan ranjangnya sambil berpikir keras. Cara apalagi yang harus dia lakukan untuk membuat Ando melihatnya. Bukan melihat Lista. Langkahnya terhenti dan dia duduk di tepi ranjang dengan wajah kesal.
            “Apa yang harus gue lakuin?!” Teriaknya frustasi sambil mengacak – acak rambutnya. Dia mati ide.
            Lama berpikir, sebuah rencana licik muncul di otaknya. Membuatnya tersenyum, “Well, Bukan Karen namanya kalau gak mendapat apa yang dia mau,” Ucapnya sinis.
           
            it’s time to makes he look at me and throw you in rubbish.”

♥ ♥

            “Kenapa lo? gelisah amat? Nunggu siapa sih?” Tanya temannya ketika gadis itu berkali – kali melirik pintu masuk Hard rock cafee. Dia menghela napas sedih ketika cowok yang ditunggunya tak muncul juga. Padahal hari ini adalah hari terakhir dia bernyanyi disini, sebelum dia akan pindah ke Bandung.
            “Gak papa,” Dia tersenyum dan mengabaikan pintu lalu melirik temannya yang lain, “sudah saatnya tampil, kan?”
            “Yap, good luck.” Ucap temannya sambil menepuk pundaknya. dia hanya tersenyum dan berjalan tenang ke arah panggung yang letaknya di tengah pengunjung cafee dan lebih tinggi. Sehingga dia menjadi pusat perhatian semua pengunjung. Dan dari sini, dia bisa melihat foto – foto tentang artis yang pernah bernyanyi tempatnya berpijak sekarang,
            Dia mengecek micnya dan mengacungkan jempol ke arah temannya untuk segera memainkan musiknya dan menyanyikan sebuah lagu yang sesuai dengan isi hatinya sekarang.

“Cepat pulang,cepat kembali
 jangan pergi lagi, firasatku ingin kau ntuk
cepat pulang...”

            Dia menghentikan nyanyiannya ketika musik mengalun merdu, dan menatap pintu dengan sendu. Cowok itu, takkan pernah kembali lagi, cowok yang mengembalikan buku lirik lagunya, takkan pernah terlihat lagi.
            Mungkin memang benar, tak selamanya pertemuan pertama dan kedua membuatnya ditakdirkan untuk mendapatkan pertemuan ketiganya.
            “Hai, nama gue Jayden, nama lo siapa?”
            “Kalau ada pertemuan sekali lagi, gue akan bilang siapa nama gue.” Potongan percakapan itu terputar lagi di kepalanya. Membuatnya menghela napas. Merasa ada sesal dihati kenapa harga dirinya terlalu tinggi hanya untuk menyebutkan siapa namanya.

            Akupun sadari, kau takkan kembali... lagi...” tutupnya ketika musik mengalun merdu sebelum akhirnya berhenti. Selesai sudah. Cowok itu takkan pernah datang menemuinya.

            “Kata siapa gue gak kembali lagi?” Ucapan itu membuatnya terhenyak. Serasa dekat, serasa nyata, namun tak berani bermimpi. Dia tak berani menoleh ke belakang dan menmukan bukan cowok tanpa nama itu yang dilihatnya, tapi teman bandnya.
            “Pertemuan pertama dan kedua akan memberi kesan dan terjadinya pertemuan selanjutnya, gue Jayden, nama lo siapa?” cowok itu bertanya sekali lagi, dan dia menoleh ke belakang dan tersenyum bahwa ini bukan mimpi.
           
            Cowok itu benar – benar berada di atas panggung, berdiri di depannya sambil mengulurkan tangan kanannya. Mengajak kenalan,

            “Nama gue,” Dia tersenyum manis. Mengabaikan tatapan penuh arti dan goda dari teman – teman bandnya, “Rere.”
            “Nice name. Bagaimana kalau kita turun? Gue  merasa jadi artis berada di atas panggung dengan berjabat tangan seperti ini.” Jayden tertawa geli ketika pengunjung hanya menatap mereka dan bersiul menggoda. Membuat Rere langsung melepas jabatan tangannya dan wajahnya memerah seketika. Lebih merah dari warna kerudung yang dikenakannya sekarang.
            “Ayooo...”

♥ ♥

            “Makasih Ando untuk jalan – jalannya hari ini.” Ucapnya tulus sambil menguap kelelahan. Dia lelah karna seharian keliling dan jam di tangannya menunjukkan pukul 11 malam.
            Ando lebih lelah lagi. Seharian menyetir mobil dan berkonstrasi membawa tempat wisata sebagai permintaan maafnya pada Lista. Ketika melihat Lista tersenyum kepadanya, seolah semua kelelahannya terbayar.
            “Sama – sama. Yuk, masuk.” Dia merangkul Lista masuk dalam Villa untuk mengantar gadisnya yang menguap sepanjang perjalanan itu masuk kamar.
           
            “Makasih, yah.” Dia mengucapkan terima kasihnya sekali lagi. Dan Ando mengangguk. “Sip. Gue balik yah.” Pamitnya dan Lista tersenyum lalu masuk kamar dengan wajah sumringah bahagia sambil memutar bandul kalung antik yang dibelikan Ando untuknya.

            Ando berdiri di depan kamarnya dan mengambil ponselnya yang bergetar tanda ada sms masuk. Dia tersenyum karna Jayden akhirnya tau siapa nama cewek itu dan bilang akan terlambat masuk kamar dan kartu kamar dia bawa.
            Untungnya sebagai pemilik Villa, Ando mempunyai kunci cadangan untuk semua kamar Villa, dia memegang kartunya dan memasukkan ke dalam engsel pintu dan terdengar bunyi pintu terbuka.

            Dia masuk kamar, dan langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang yang besar. Dia mengambil  tasnya dan mengeluarkan kameranya. Tersenyum melihat ekspresi wajah Lista yang lucu, dan foto mereka bersama dengan membuat tanda “love” dengan cara menyatukan tangan kirinya di atas kepala mereka, begitu juga sebaliknya dan burung kakak tua berada di atas puncaknya. Wajah Lista yang memerah itu membuatnya geli.
            “Gue benar – benar suka sama lo kayaknya, Lista. Dan gue akan buat lo suka sama gue.” Ucapnya penuh yakin sambil mencoba untuk tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar