hatinya serasa terkoyak menjadi
dua ketika melihat semuanya. Dari Karen mendekatinya, mengecup bibirnya
perlahan, hingga akhirnya dia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, kalau
Ando bukannya menolak dan mendorongnya jauh – jauh, tapi malah menyambutnya.
Dia
merasa lututnya kehilangan kekuatan, tubuhnya akan ambruk ke tanah kalau saja
Jayden tak sigap memegangnya. Tapi ...
“Be
a strong, Lista!”
Dengan
hati yang berdenyut sakit hingga membuat air matanya ingin menetes untuk
kesekian kalinya, dia mendekati pasangan itu.
“Teruskan
aja kalau begitu.” Suaranya begitu dingin sukses membuat cowok itu menarik
pagutan bibirnya yang menggoda dan melotot kaget ke arahnya. Dia berdiri dan
memegang kedua lengannya. Namun, Lista menolak sentuhannya itu dengan menepis
kasar.
“Lepasin
tangan lo dari tubuh gue! Menjijikkan!” Lista berteriak dan menatapnya galak.
Telunjuknya teracung tepat di depan hidung Ando yang membatu. “Gue pikir...”
Dia terdiam dan menarik napas yang terasa berat. Tak sanggup mengucapkan apa
yang ada di hatinya. Tak sanggup berkata “Kalo lo itu berubah sejak sama gue
dan hanya lihat gue doang!” Tapi gengsi menghalanginya dan itu membuat
hatinya semakin teriris.
“Lo
memang berengsek, Ando! ternyata gue salah kalau sempat berpikir lo gak akan
mainin hati cewek lagi. Bodoh banget yah gue ternyata mikirnya begitu! Itu kan
udah sifat melekat di lo sejak dalam kandungan!”
“Lis...
gue...”
“Mau
jelasin semuanya gitu?!” Lista menatapnya penuh sinis. “Ga ada yang perlu
dijelasin!” dia langsung pergi meninggalkan tempat terkutuk itu dengan setengah
berlari.
“Ando...”
Jayden bingung harus berkata apa. Dia hanya bisa menepuk pundak sahabatnya yang
terlihat kacau itu. “Gue yang nyusul dia atau lo?”
“Gue
aja.” Dia berlari keluar warung untuk menjelaskan semuanya. Mengejar Lista yang
semakin jauh dari pandangan. Meninggalkan Jayden yang menatap Karen yang tak
tau malu itu.
“Well,
kalau ini rencana lo untuk hancurin hubungan mereka,” Jayden menatap tajam
Karen yang hanya meliriknya penuh cela. “Good Job, girl.”
Karen
menatapnya bingung. Sedetik, dia merasa akan mendapat sumpah serapah atau
ucapan super sadis dari Jayden. Namun, cowok itu hanya menatapnya . Ada beriak
emosi di mata abu – abunya itu. Terasa dingin dan mematikannya perlahan.
“Gue
harap lo sadar dengan apa yang lo lakuin itu, Karen. Gue gak ada hak untuk
menghakimi lo.” Jayden menatapnya sekali lagi. Mencari apa yang dicari gadis
yang memasang wajah mencela dan menantang ini hingga membuat hubungan
sahabatnya dengan Lista berada di ujung tebing curam. Sekali sentuh, akan jatuh
dan tak tertolong.
“Lo,”
Karen mendekat ke arah Jayden dan tersenyum tipis. Matanya dibuat menggoda.
“Memang gak ada hak untuk menghakimi gue, Jayden.” Selesai berkata begitu,
Karen berbalik meninggalkan Jayden yang hanya terdiam melihatnya.
♥ ♥
“Shit!
ARGHH!” Ando masuk ke kamar dengan pintu dibanting keras. Dia berusaha menyusul
Lista dan menjelaskan semuanya. Namun bukannya dia menjelaskan, yang ada gadis
itu berteriak histeris dan penuh kemarahan di depannya. Membuat para tamu yang
menginap di Villanya menoleh ke arah mereka. Ke arah Lista yang menatapnya
garang dengan tangan kanan terkepal ke atas karna dia mencekalnya.
“LEPASIN
GUE COWOK PLAYBOY! LO GAK PANTAS MEMEGANG TANGAN GUE!” Bentakan Lista
terngiang lagi ketika dia bolak – balik di depan ranjang seperti setrika. Emosinya
langsung naik dan tangannya terkepal lalu menarik napas. Dadanya serasa diberi
beban batu berton – ton.
Dia
kemudian duduk di ranjang dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Pusing kepalanya sekarang menghadapi masalah tak habis – habisnya di saat dia
seharusnya merayakan hari lahirnya.
Ando
mengacak rambutnya frustasi. Matanya nyalang kemana – mana hingga akhirnya
tatapannya tertuju pada amplop coklat di atas kopernya. Keningnya berkerut
heran. Siapa yang meletakkan?
Penasaran,
dia berdiri dari duduknya, berjalan ke arah kopernya dan mengambil amplop itu.
Membuka segelnya perlahan, mengambil isi amplop itu dan ...
Senyum
sinis terpampang jelas di wajahnya. Dia melihat 4 lembar foto dengan ekspresi
berbeda. Dadanya seperti terbakar habis tanpa sisa ketika kemesraan itu
terpampang jelas di kertas yang dipegangnya sekarang. Dia tak peduli untuk apa
orang itu mengirim foto ini padanya. Tak peduli apa motifnya. Dia hanya peduli
pada satu hal.
Dia
tak terima.
“Well,
kayaknya bukan gue saja yang salah disini, Lista.”
♥ ♥
“Lis,
lo kenapa? Cerita sama kami, Please.” Cindy bingung ketika membuka pintu
kamar, Lista langsung menubruknya dan menangis hebat di pundaknya sambil
memerintahkannya untuk menutup pintu. Dan dia menurutinya lalu menuntun Lista yang
sudah lemas itu untuk duduk di ranjang. Dan Shabrina, langsung menyodorkan
segelas coklat panas agar cewek itu tenang.
Lista
masih sesegukan sambil memegang gelas dengan tangan gemetar hebat. Kejadian
sore tadi masih terpampang jelas di kepalanya. Seperti video yang diputar
berkali – kali walau dia tak ingin melihatnya. Gelasnya hampir saja jatuh kalau
saja Shabrina tak memegangnya.
“Lista...
ada apa? Cerita sama kami. Kami teman lo, bukan orang lain.”
“Ada
apa, Lis? Please, gue gak sanggup liat lo hancur begini. Kenapa?
Berantem dengan Ando?” Shabrina melanjutkan sambil menggenggam tangan Lista
yang memeluk gelas itu dengan kuat. Seolah menguatkan hati sahabatnya.
Suara
ponsel dari kantong Lista membuat mereka bertiga saling bertatapan. Lista
menghapus air matanya yang masih menetes, berdehem berkali – kali sebelum
mengambil ponselnya dan mengangkatnya, “Halo...”
“Kak
Lista...” Suara Lily yang cempreng itu terdengar nyaring di ponselnya. “Kakak
kenapa? Sakit yah? kok suaranya kayak habis nangis gitu?”
“Kakak
gak papa kok. tadi abis jatuh terus terluka. Sakit banget. jadinya nangis deh.
kenapa, Li?” Dia sengaja berbohong pada Lily karna tak mungkin menceritakan
yang sebenarnya pada anak cilik itu.
“Tadi
Lily nelpon kakak gak ngerespon, nelpon kak Ando apalagi. Kak Ando gak papa,
kan kak? Kakak lagi sama kak Ando? Lily mau ngomoongg...”
Suara
Lily yang bertanya tentang Ando membuatnya menggigit bibir sendiri. entahlah,
dia merasa sakit. “Kakak gak sama dia. Dia ama teman.. dia..” Suara ketukan
pintu, pelan, entah kenapa memberikan efek ketakutan di hatinya. entah kenapa,
dia ingin berlari saja. Tapi kemana lagi?
“Li,
udah dulu yah, kakak mau jalan lagi sama teman. Dadaah..” tanpa menunggu Lily
menjawabnya, dia langsung memutuskan panggilan dan mematikan ponselnya lalu
membuka tutup belakangnya dan mencabut batereinya. Dia tak ingin diganggu.
Suara ketukan terdengar lagi. Dia bergegas berdiri untuk lari, tapi...
“Cind..
jang...” Ucapannya serasa tergantung di udara ketika Cindy membuka pintu dan
Ando di depannya. Wajahnya terlihat tenang, datar. Tapi matanya, serasa ada api
yang siap menghanguskannya.
“Hai...”
Ando menyapa Shabrina dan Cindy bergantian dan tersenyum. Ketika tatapannya ke
arah Lista. Dia hanya menatap. Tak tersenyum.
“Gue
bisa minta waktu gak bentar untuk ngomong dengan pacar gue yang satu ini? Ada
yang mau gue omongin.” Ando berkata pelan. Tanpa emosi. Namun aura tak ingin
dibantah memeluk mereka bertiga. Termasuk Lista yang terintimidasi dengan
tatapan Ando yang tak berpaling darinya.
Cindy
merasa ada yang tak beres. Dia memasang tameng dengan berdiri di depan Ando
yang daritadi menatap sahabatnya. “tap.. tapi... .”
“Cindy
Fatika...” Ando memanggil nama lengkapnya. “Gue akan sangat menghargai kalau lo
mau luangin beberapa menit untuk keluar kamar dan membiarkan gue, menyelesaikan masalah dengan Lista. Karna ini
masalah gue dengan dia. Bukan masalah gue dengan dia yang melibatkan kalian.”
Dia menatap Lista tanpa kedip. Tangan kirinya terkepal penuh emosi ketika gadis
itu menatapnya penuh menantang.
“Cind...
kayaknya kita harus cabut deh.” Shabrina berdiri dari duduknya, menepuk pelan
pundak Lista dan tersenyum lalu merangkul Cindy yang menegang di depan Ando.
tak pernah dilihatnya selama 3 tahun mereka bersahabat, Cindy emosi.
Cindy
masih menatap Ando yang melihatnya tanpa ekspresi. Dia menghela napas dan
melirik Lista yang masih dengan posisi berdirinya. “Oke. Kami keluar.” Desisnya
pelan dan berjalan keluar kamar diikuti Shabrina yang masih merangkul
pundaknya. dan dia menutup pintu.
“Haruskah
kita menguping?” Bisik Cindy pada Shabrina ketika pintu ditutupnya pelan. Dia
khawatir dengan Lista sekarang. Mengingat mereka berdua saja dikamar dengan
keadaan emosi, membuatnya takut.
“Gak
usah. Mending kita hargain keputusan Ando untuk ngomong berdua dengan dia tanpa
ada kita, Cind. Yuk...” Dia menarik Cindy untuk menjauh dari kamar dan berjalan
keluar.
♥ ♥
“Kak
Lista kenapa yah?” Lily menatap ponselnya bingung telponnya direspon, dia
mendengar suara pacar kakaknya itu sedang sesegukan. Seperti baru saja menangis
hebat. Ketika dia tanyakan alasannya, dia menjawab karna baru saja jatuh dan
berdarah. Bagi anak berumur 7 tahun sepertinya yang IQ nya 130, alasan Lista
seperti anak kecil berumur 3 tahun.
Lily
mondar – mandir di kamar Erika sambil melirik barang belanjanya dari toko alat
tulis. Dia mengambil kertas origami yang baru dibelinya, dia tersenyum
ketika tau apa yang diperbuat dan duduk bersila di lantai sambil merobek
bungkusan kertas itu, mengambil selembar kertas bewarna hijau, dan membuat
burung
Asyik
membuat, tak menyadari kak Erika masuk ke kamarnya dan bingung dengan apa
diperbuatnya. “Kamu ngapain, Li?”
Lily
berhenti dan menoleh ke arah kak Erika. dia tersenyum lalu melanjutkan
pekerjaannya. “Kakak percaya gak kalau kita bikin 1000 burung, keinginan kita
terwujud?”
Erika
menggeleng. Dia salah satu cewek yang berpikiran logis. Tak mungkin 1000 burung
bangau yang dibuat dari kertas warna – warni itu bisa mengabulkan permintaan
manusia. Itu hanya dongeng sebelum tidur. “Gak, Li. Memangnya kenapa?”
“Tadi
Lily nelpon kak Lista, dia nangis gitu kak dari suaranya. Lily takut aja kak
Lista kenapa – napa. Makanya bikin burung untuk ngabulin harapan Lily semoga
dia gak papa.”
Jawaban
Lily yang polos itu membuatnya terdiam. Dia tau dari Bian soal Lista yang
bertengkar hingga asmanya kambuh, tapi bertengkar karna apa, dia tak tau. Dia
ingin menelpon Lista atau menanyakan sahabatnya saja, tapi dia lebih memilih
Lista untuk bercerita secara sukarela padanya mengingat adiknya yang satu itu
tak suka dipaksa.
“Kakak
bantuin, yah. boleh, kan?”
Lily
mengangguk semangat. Dia butuh banyak orang untuk membantunya membuat burung
1000 buah. “Boleh banget, kak. Ayooo...” Lily menyodorkan separuhnya yang belum
terlipat ke arah Erika dan mereka melipatnya bersama. Dengan harapan yang sama
di setiap lipatan mereka buat.
♥ ♥
“Mau
kemana?” Tanyanya ketika Lista berjalan melewatinya. Dan dia langsung memegang
lengan kirinya dan menariknya kasar hingga Lista berdiri di depannya. Mereka
saling bertatapan dengan penuh emosi. Tangan Lista yang dipegang Ando terkepal.
“Lepasin
tangan lo dari gue, Ando!”
“Lepasin?!”
Ando semakin menarik Lista ke arahnya. Lengan yang dipegangnya bersentuhan
dengan dadanya. Membuat Lista bisa merasakan helaan napas panas yang
menghangatkan pipi kirinya. “Nih!” Ando menghentakkan lengannya kasar dan
mundur. Lalu melempar foto – foto tepat ke arah Lista yang melototinya.
“Pelukan,
heh?!”
Lista
menundukkan badan dan mengambil salah satu foto yang berada di kakinya. Dia
melihat fotonya dengan Keenan berpelukan di pantai. membuatnya terdiam.
“Siapa
yang memotretnya diam – diam? Apa maksudnya?”
“Gue
gak nyangka lo bisa pelukan segitu mudahnya dengan cowok lain. yang baru
dikenal lagi! Ckckck...” Ucapan dengan nada merendahkan dan wajah sinis membuat
Lista merobek fotonya dan berjalan ke arah Ando dan mengacungkan telunjuknya
tepat di depannya. “Gue memang pelukan sama dia, tapi gue punya alasan
tersendiri, Ando! Daripada lo, segitu murahnya ciuman sama cewek lain! di depan
banyak orang lagi!”
“Apa
alasan lo pelukan sama dia?! Biarpun kita pacar kontrak, gue gak suka, Elista!”
“Dan
lo kira gue suka lo dekat dengan Karen?!” Lista menjerit dan mundur dari Ando
perlahan. “Lo kira gue suka, gue sudi lo ngobrol berdua dengan dia di saat ada
gue, Hah?! Gue fine gitu?! Lo marahin gue dekat dengan cowok lain, tapi
lo sendiri gak bisa ngerem diri lo untuk gak dekat sama dia!”
“Berapa
kali gue bilang sama lo, DIA TEMAN GUE, Lista!”
“Teman
yang bisa lo cium di belakang gue, gitu?!” Elista menatapnya sinis. Air mata
yang membasahi pipi dihapusnya kasar.
Tanpa
mereka sadari, pertengkaran itu terdengar oleh Karen yang melintas di depan pintunya
karna ingin jalan – jalan mengelilingi Villa. Dia mendengar namanya di sebut –
sebut. Membuatnya terhenti dan berdiri di depan pintu dan menguping. Senyumnya
mengembang lebar.
“Mereka
berantem! Yes! Yes!”
“Lo
gak tau apa yang terjadi sebenarnya, Elista!
“Gue gak tau dari bagian mana, Ando? Gue liat semuanya! Gue liat lo ciuman dengan dia di depan gue! Lo kira gue buta, hah?!
“Gue gak tau dari bagian mana, Ando? Gue liat semuanya! Gue liat lo ciuman dengan dia di depan gue! Lo kira gue buta, hah?!
“Gue
juga gak tau kenapa dia mencium gue!”
“Tapi
lo membalasnya, Ando! Lo meresponnya! Dasar buaya!”
“Lo
tau kenapa gue meresponnya?” Dia mendekati Lista yang mundur ketakutan dan
kaget ketika kedua tangannya memegang lengannya, kemudian mendorongnya ke
dinding hingga dia terbentur. Mereka saling bertatapan. “Karna, gue bayangin
lo! gue bayangin lo yang cium gue, Lista! Gue gak liat Karen! Hanya lo di mata
gue, di pikiran gue!” Jawaban Ando membuatnya terdiam.
“Lo
boh...” Ucapannya terhenti karna Ando membungkamnya dengan menempelkan
telunjuknya tepat di bibirnya.
“Lo
boleh gak percaya, Lista...” Dia menatap Lista yang menatapnya tak percaya. Shock
berat. Dia menggulung lengan baju sebelah kanannya dan menunjukkan tato yang
baru dibuatnya sore tadi. “Lo tau apa arti tulisan ini?” Hela napasnya terlihat
sangat berat. Seperti susah mengucapkannya.
Tapi dia tak punya pilihan lain.
“Ini
adalah nama lo yang ditulis dalam bahasa Ibrani. Gue sadar, 6 bulan bersama,
membuat gue sayang sama lo, Elista.”
Elista
kaget mendengarnya. Matanya melotot dan langsung melepas cekalan Ando dan
berlari menuju pintu. Tatapan matanya terlihat sakit seolah dia baru sjaa
ditikam oleh kata – kata yang menyakitkan dan menggelengkan kepalanya.
“Kita
putus, Ndo.” Bisiknya tanpa suara. membuat Ando yang bisa membaca gerak bibir
Lista, terpaku dan membiarkan Lista berlari keluar kamar.
♥ ♥
Karen
terdiam dan duduk sambil mendekap lututnya di pantai yang sepi. mendengar
pengakuan Ando di kamar Lista membuatnya berlari bagai orang kesetanan dan
menangis di sini. Hatinya serasa hancur. Tak pernah dia menginginkan seseorang
segitu gilanya. Sampai merendahkan harga dirinya sendiri. Oke, dia tak
merendahkan dirinya karna dia tau hubungan mereka itu hanya pacar kontrak. Dia
tau karna tak sadar mendengar ucapan Lista dan Ando saat mereka bertengkar di
parkiran dan dia melihat dengan jelas cowok itu melarangnya mengucapkan kata
itu sambil melipat sepedanya dan memasukkannya ke mobil. Dari situlah dia
berusaha mengejar Ando, mencoba berbuat apa saja agar cowok itu meliriknya dan
meninggalkan Lista yang jelas – jelas, tak ada apa – apanya dibandingkan dia
dari sisi manapun.
“Gue
sayang sama lo, Lista.” Ucapan itu terngiang lagi di kepalanya. Membuatnya
menangis lagi sambil menenggelamkan wajahnya di antara lututnya.
“Gue
juga sayang sama lo, Ando! tapi kenapa lo malah liat cewek sialan itu daripada
gue?! Gue gak terima!” Karen menjerit dan meninju pasir berkali – kali. dia tak
peduli orang – orang akan menganggapnya gila. Dia memang sudah gila dari dulu.
“Lo
akan nyakitin diri sendiri, Karen. Kenapa gak nyerah saja?” Suara itu membuatnya
menoleh dan dia melihat Jayden berdiri di belakangnya dengan wajah datar.
Seolah diijinkan, dia duduk disampingnya dan menyodorkan saputangan ke arah
Karen. “Buat hapus air mata lo.” Ucapnya ketika Karen menatapnya bingung.
Karen
mengambilnya ragu dan mulai mengusapkan saputangan berbahan lembut dan wangi
itu ke wajahnya. “Makasih. Nanti gue cuci saputangan lo.”
Jayden
hanya tersenyum dan menengadahkan wajahnya untuk menatap langit yang bertaburan
bintang – bintang. Karen menatapnya seksama. Sahabat Ando memang tampan. Dengan
wajah innocentnya dan lesung pipi sebelah kiri serta bibir tipis bewarna
kemerahan, tak ada yang menyangka kalau dia player dan hobi keluar masuk
hiburan malam. Dia tau karna pernah beberapa kali ketemu di Galaxy Club.
Diskotik paling prestisius di Bandung.
“Gue
pergi dulu. Pikirin ucapan gue, Ren. Lo terlalu cantik untuk sakit sendiri
karna mengejar cowok yang jelas – jelas sudah menentukan pilihannya. Gue
ngomong begini karna gue tau Ando gimana. Dia sahabat gue dari SMP, dan gue tau
semuanya. Lebih dari yang lo tau tentang dia. Jadi, mundur sekarang, Ren.”
“Lo
gak berhak untuk menyuruh gue mundur, Jayden. Gue yang mutusin kapan mundur dan
kapan terus maju!”
“Gue
memang gak berhak kok untuk nyuruh lo mundur,” Jayden tersenyum miring dan
menatap Karen yang keras kepala. “Gue hanya gak mau lo sakit ati. Itu aja.
Pikirin ucapan gue, Ren. Lo masih punya banyak waktu untuk mundur teratur.
Tapi, kalau lo gak mau, yaudah. Gue dengan senang hati mengucapkan
semoga lo tahan banting aja.” Dia menatap Karen dan tersenyum lalu
berjalan pergi. Meninggalkan Karen yang
ikut tersenyum di belakang punggungnya.
“Jangan
panggil gue Karen kalau gak bisa lakuin apa yang gue mau.”
♥ ♥
Lista
termenung di balkon Villa yang memamerkan keindahan langit yang bertabur
bintang – bintang dan bulan di langit yang gelap. Ucapan Ando yang mengatakan
kalau dia menyayanginya, dan reaksinya yang langsung berlari meninggalkannya
sambil mengatakan putus. Membuat pertahanannya runtuh. Lututnya serasa lemas
dan membuatnya jatuh terduduk sambil memegang penyangga balkon dan menangis
sepuasnya. Dia tak bisa. dia tak bisa menerimanya. Dia tak bisa walau hatinya
sangat ingin mengatakan iya, karna dia tau perasaannya sama dengan Ando
rasakan. Tapi. kenyataan itu, ketakutan yang selalu membayanginya, membuatnya
sakit.
Dan
terluka.
“Gue
gak pantas untuk lo, Ando.” Lirihnya sambil terus memegang dadanya yang semakin
sesak. “Seharusnya gue dari awal gak usah terima pertaruhan sialan itu.
sseandainya gue tau, seandainya...” Dia terdiam dan menangis lagi sambil
menyadarkan tubuhnya di pembatas dan memeluk lututnya erat.
“Gue
juga sayang sama lo..”
♥ ♥
Ando
berada di hingar – bingar The Hard rock Cafee yang tak jauh dari lokasi
Villanya sekarang. Pertengkarannya dengan Lista dan ucapannya bahwa dia
menyayangi Lista sungguh diluar rencananya. Dia tak tau kenapa jadi mengatakan
itu. tapi, ucapan itu membuat hatinya plong. Seolah dia menemukan jawaban atas
semua keresahannya sebelum dia merasa tertusuk pada satu kenyataan.
Lista
berlari meninggalkannya.
“Putus?
Itu gak akan terjadi, Lista.”ucapnya frustasi dalam hati sambil terus
menelan Vodka martini yang sudah ke dua kalinya. Tak mempedulikan keadaan
sekitarnya yang semakin ramai walau jam di tangannya menunjukan pukul 11 malam.
Di saat dia ingin minta tambah lagi kepada
bartender yang menatapnya cemas, Terdengar suara lembut penyanyi kafe itu membuat pikirannya teralih
dan menatapnya tanpa minat.
“I wanna spend,
time ‘till the end
i wanna fallin’ you again
like we did, when we first meet
i wanna fallin’ you again.”
i wanna fallin’ you again
like we did, when we first meet
i wanna fallin’ you again.”
*Kenny G ft
Robbie Thicke – Fall Again.
“Disini
lo rupanya,” tepukan pelan di pundaknya entah kenapa memberikan efek sakit
baginya. Dia menoleh dengan pandangan terhuyung – huyung ke arah cowok yang
duduk di sampingnya dan menatapnya prihatin.
“Lo
kenapa, Ndo?” Tanyanya dan langsung mengambil gelas kecil yang isinya hampir
meluncur mulus tanpa hambatan lalu menegaknya sampi habis.
“Hei!
Itu jatah gue!” teriaknya dengan suara serak karna tenggorokannya serasa
terbakar. Membuat Jayden langsung memesan air putih sebagai penawarnya.
“Ini
gelas ke berapa yang lo minum, Ndo?!” Jayden memasang tampang aneh karna baru
kali ini mencoba minum. Walaupun sering keluar – masuk hiburan malam, dia sadar
diri untuk tidak memasukkan kandungan alkohol dalam tubuhnya dan memilih pesan orange
juice dimanapun dia berada.
“Baru
dua gelas. Lo kenapa tau gue disini?”
“Gue
selalu tau lo pasti kabur kesini setiap ada masalah. Kenapa?”
Entah
pengaruh bir atau frustasi, dia menceritakan semuanya pada Jayden yang hanya
mangut – mangut mendengarnya sambil sesekali melirik penyanyi yang membawakan
lagu sama saat pertama kali dia melihatnya.
“Jay,
lo dengerin gue, kan?” Ucapan Ando membuat konsentrasinya melirik cewek itu
buyar. Dia menoleh dan mengangguk. “Gue dengar kok. Begini, lo bingung kenapa
dia lari saat lo bilang sayang sama dia?” Dan Ando mengangguk mengiyakan sambil
meminum pesanannya. “kaget mungkin.”
“Dimana
– mana, cewek kalau kaget dengar cowok nyatain cinta pasti meluk, Jay. Bukannya
lari ketakutan seolah – olah gue baru aja bilang bakal bunuh dia. Kalau lo
tanya kenapa gue jadi bilang begitu, gue gak tau, Jay. Spontan aja ngomongnya.”
“Tapi
lo beneran sayang, kan sama dia?”
“Mungkin
iya. Kalau gak, gue gak akan sesetia ini, kan selama 6 bulan?”
Jayden
mengangguk setuju dan tersenyum ketika lagu yang sudah menjadi kesukaannya
sejak mendengar cewek itu menyanyikannya, terdengar lagi. Dengan musik yang
sama, suara yang sama, dan hati yang bergetar lembut ketika cewek tanpa nama
itu, menyanyikannya sepenuh hati.
*“He believes in
me, i’ll never know
Just what he sees in me. I told him someday
If he was my boy, i could change the world with my song
Just what he sees in me. I told him someday
If he was my boy, i could change the world with my song
But, i was wrong.
But, he has faith in me
And so i go on trying faithfully
And i hope and pray, i will find it way. Find it way.”*
But, he has faith in me
And so i go on trying faithfully
And i hope and pray, i will find it way. Find it way.”*
Ronan Keating –
He believes in me.
*Sebenarnya lirik
aslinya itu adalah “She”, Tapi karna di cerita ini yang nyanyikannya cewek,
jadi diganti menjadi “he”.
“Lo
tau,” Dia menunjuk cewek itu dan Ando mengikuti tatapannya. “Gue dua kali
disini, dia selalu membawakan lagu ini. Gue suka suaranya, gue suka gimana dia
bawainnya. Dan jarang – jarang penyanyi cafe pake kerudung. Iya, kan?”
“Iya
kali. gue bukan penggemar keluar masuk cafee atau hiburan malam terkenal
hanya untuk minum segelas – dua gelas orange juice atau air mineral,
Jay.”
“Sialan!
Lo nyindir gue ternyata!”
Ando
hanya tertawa dan melirik penyanyi itu yang sudah selesai membawakan lagunya
dan turun dari panggung. “Lo gak dekatin dia? Tuh anak hilang baru tau rasa.”
Jayden
langsung berdiri dari duduknya dan menepuk pundaknya. “Liat sahabat lo ini
beraksi. Gue pasti bisa dapatin namanya.”
“Itu
cewek kayaknya 11 : 12 deh dengan Lista.” Ucapnya ketika mereka sempat
bertatapan sebelum cewek itu menghilang dari balik panggung.
“Gak
papa. Gue cabut yah, bye.” Jayden langsung berjalan mendekati cewek itu
dan Ando hanya nyengir dibuatnya.
“Dasar
Playboy ikan sarden!” Ejeknya dan memesan minumannya lagi sambil melirik
dinding – dinding Cafee yang
dipenuhi dengan foto – foto artis dan tata panggung yang keren. Serta suara
penyanyinya yang seksi, berbeda jauh dengan penyanyi pertama yang bersuara
bening. Membuatnya terbuai dan melupakan masalahnya untuk sejenak.
♥ ♥
“Hai,”
Sapanya ketika cewek itu asyik mengobrol dengan teman bandnya di luar. Cewek
itu menoleh kepadanya dan tersenyum ketika teman bandnya pamit dengan senyum
penuh arti.
“Iya,
ada apa yah?”
“Gue
kemaren nemuin ini di panggung. Gue pikir, ini punya lo.” Jayden menyerahkan
buku berisi lirik – lirik lagu padanya.
Cewek
itu membalasnya dengan senyum terima kasih. “thanks yah. ini buku memang
gue cari banget dari kemaren. Soalnya ada list lagu apa aja yang akan
gue bawain entar mengingat gue pelupa akut.”
Jayden
tersenyum mendengarnya. Tak sia – sia dia berada di cafee malam itu dan melihatnya perform. “Sama
– sama.” Jawabnya dengan senyum manis andalannya setiap bertemu cewek incaran.
Cewek
itu terpesona sesaat melihat wajahnya yang tampan itu dan buru – buru menunduk.
“Gue duluan yah, makasih atas bukunya,” Dia tersenyum dan berbalik pergi. Namun
mendadak menoleh ketika Jayden memanggilnya.
“Boleh
gue tau nama lo siapa? Gue Jayden.” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.
Cewek
itu tersenyum sambil melirik tangan yang terulur dan menyambutnya. “Nama gue ...”
Dia terdiam dan tersenyum misterius, “Percaya dengan pertemuan pertama dan
kedua, akan menentukan apakah kita bertemu lagi di pertemuan selanjutnya?”
Tanyanya dan Jayden mengangguk. Dia pernah mendengar kata itu, “Kalau kita
bertemu lagi, gue akan kasih tau nama gue sebenarnya, selengkapnya. Tapi kalau
gak, yasudah. Kita gak dijodohin untuk ketemu. See you, Jayden.” Dia
melepas genggaman tangannya dengan senyum dan berbalik pergi.
Jayden
tersenyum dengannya. Bukan Jayden namanya kalau dia tak bisa mendapatkan
informasi cewek yang mengganggu pikirannya itu.
“Belum
tau siapa gue ternyata nih cewek.”
♥ ♥
Pertengkarannya
dengan Ando membuat hubungan mereka memburuk. Selama di Bali, Lista lebih
memilih mengurung diri di kamar atau keliling dengan sepeda sewaan bersama
Cindy dan Shabrina. Melupakan masalahnya sejenak dengan refreshing.
“Hi
girls,” Sapa Jayden sambil melongokkan kepalanya ke dalam payung besar yang
menaungi mereka bertiga yang sedang duduk santai sambil tiduran dan sesekali
cekikikan serta kacamata hitam yang menutupi matanya. Sambil sesekali menunjuk
turis asing yang ketahuan melirik Lista yang mempunyai perpaduan wajah yang
unik dan membuatnya terlihat sangat cantik dengan rambutnya yang mulai
memanjang.
Lista
melepas kacamatanya dan meletakkan di atas kepalanya lalu duduk tegak sambil tersenyum. Namun, senyum
itu seketika hilang ketika tau Jayden tak sendiri, ada Ando di belakangnya yang
ikut melongok. Menatapnya yang hanya mengenakan tank top bewarna coklat
dengan celana hot pants jeans dan bertelanjang kaki. Membuatnya terlihat
jenjang.
“Gue
cabut dulu.” Lista langsung berdiri dari duduknya, memasang kacamata hitamnya
lagi karna hari ini sangat panas, dan berjalan menjauhi mereka. Namun, Ando
berjalan ke arahnya dan menangkap lengannya.
“Bisa
ngomong sebentar?” Bisiknya dengan lengan ditarik paksa hingga mereka
berdekatan. Saling bersentuhan. Seolah tak ada pembatas lagi.
“Apa
yang harus diomongin?” Lista melirik lengan yang dipegang Ando dan menatapnya,
“Kita kan sudah putus?”
Ucapan
itu membuat Ando meremas lengannya. Hingga dia mengernyit kesakitan dan spontan
menggigit bibirnya. “Siapa bilang? Gak ada kata putus dalam hubungan kita,
Lista!” Ucapnya tegas. “Setidaknya
sampai malam prom night 6 bulan lagi.” Dia menambahkan dengan nada
berat. Seolah tak rela semuanya akan berakhir mengingat dia 5 hari yang lalu,
bilang sayang padanya. Dan membuat cewek itu menjauh.
Lista
terdiam. Tak menyangka hubungannya akan berakhir mengingat betapa banyak
kenangan yang ditorehnya. Membuatnya nyaman, dengan segala pertengkarannya,
segala perhatiannya dan bagaimana perasaannya yang mendadak aneh akhir – akhir
ini sejak kehadiran Karen. Seolah tak rela cowok itu menjauh.
“Tapi
gue mau putus!”
“Gak
akan!
“Kenapa?”
“Kenapa?”
“Apa
lo lupa perjanjian kita?” Ando menatapnya tajam. Membuatnya terdiam dan
teringat pengakuan bahwa cowok di depannya ini, yang sedang menatapnya tajam
ini menyayanginya.
“Pihak
cewek, Elista Pradipta, tak boleh mengucapkan kata putus sebelum hubungan
terjalin satu tahun. Dan pihak cowok, Fernando Hayman, boleh memutusinya kapan
saja. Tanpa terikat peraturan apapun. Dan pihak cewek HARUS mengikuti semua
kemauannya. Tanpa terkecuali.” Ando mnyebutkan salah satu perjanjian mereka
yang dibuat oleh satu pihak yang dia ingat, sangat merugikannya lahir bathin.
Membuat Lista mendengus kesal dan menghentakkan lengannya kasar dan menjauh.
Tak bisa berkata apa –apa.
Brengsek!
Ngapain dia ingatin perjanjian sinting itu ma gue?!
Tiba
– tiba, ada yang menyentuh pinggang dan kedua lututnya dari belakang dan
tubuhnya serasa diangkat hingga membuatnya menjerit. Ando menggendongnya!
“Trunin
gue! GUE GAK MAU LIHAT WAJAH LO!” Lista berteriak tepat di depan wajah Ando
yang menggendongnya tanpa ekspresi. Tatapannya lurus ke depan. Tanpa
menolehnya.
Jayden
dan yang lainnya mendengar teriakan itu, keluar dari payung dan melongo melihat
Ando dengan gentlenya, dimata Shabrina dan Cindy, menggendong Lista yang
berteriak murka tepat di wajahnya. Membuat Jayden terkikik geli.
“Ada
yang bersedia untuk gue gendong? Minus diteriakin tepat di depan wajah, sih.”
Tawarnya menggoda mereka berdua yang tak jua melepas tatapannya ke arah
sahabatnya itu.
“Digendong
sampai mana, Jay?”
“Sampai masuk kamar dan gak akan keluar lagi, Shab.” Godanya sambil mencolek dagu Shabrina yang langsung mengeluarkan semburat malunya di kedua pipi.
“Sampai masuk kamar dan gak akan keluar lagi, Shab.” Godanya sambil mencolek dagu Shabrina yang langsung mengeluarkan semburat malunya di kedua pipi.
Lista
berusaha meloncat dari pangkuannya, tapi Ando memegang kedua bawah lututnya
dengan kuat dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya mencengkram pinggangnya.
Membuatnya kesakitan karna ditekan di dua sisi.
“Sakit,
Ndo!”
“Makanya
diam!” Bentaknya sambil melonggarkan cengkramannya. Dan Lista terdiam dan
menatap ke arah lain. tak mau lagi menatap Ando yang menggendongnya entah
membawanya kemana.
♥ ♥
Bian
asyik – asyiknya bermain piano di ruang tengah karna hari ini tak ada jadwal
kuliah. Masalah adiknya itu masih berputar di dalam kepalanya. Membuat
permainannya kacau dan mengeluarkan bunyi yang kasar.
Dia
menyatukan kedua tangannya dengan menautkan sepuluh jarinya di atas tuts piano
dan meletakkan dagunya. Sampai akhirnya, terdengar bunyi bel. Dia berdiri dari
duduknya dan menghampiri pintu.
“Akhirnya
datang juga si Dini.” Dia bergumam. Entah kenapa sahabatnya mengajaknya ke
kampus hanya untuk mencemburui mantan pacarnya yang berselingkuh. Membuat Bian
geleng – geleng kepala saat mendengarkan ide gila sahabatnya itu dan tertawa
ketika dia memohonnya agar mengiyakan. Dan dia dengan mudahnya menerima ketika
sogokan kue martabak dua kotak, dan beberapa lembar kertas berisi informasi
tentang suster Lhyesha yang didapat Dini yang ternyata berteman akrab dengan
suster kecengannya, di atas meja
belajarnya.
Bian
membuka pintu dan tertegun siapa di depannya. Tak menyangka.
“Lhyesha?
Ngapain disini?” Tanyanya dengan bingung ketika cewek yang sukses membuat
sahabatnya bangkrut total itu ada di depannya dan dia tersenyum manis. Membuatnya terpaku.
“Hai
Bian! yuk kita jalan.” Entah muncul dari sisi mana, Dini langsung merangkul
lengan Bian dan menariknya keluar rumah. Membuat Lhyesha terkikik geli di
belakang mereka.
“Apa
yang lo lakuin?!” desisnya di telinga Dini.
“Ngajak
lo jalan dengan Lhyesha. kenapa? Gue pusing liat lo Cuma berani ke rumah sakit
dengan berjuta alasan ama nyokap lo tanpa ngajak dia jalan. Hahahaa..”
Bian
tertawa mendengarnya. Dia mencium pipi kilat Dini yang langsung memerah dan
menariknya gemas. Seperti menarik adonan kue. “Makasih, Dini. Cinta gue sama
lo.” Ucapnya dan membuat kepalanya ditoyor lemah oleh Dini yang terlalu malu
untuk meresponnya sangar. Dia hanya tertawa dan menoleh ke belakang. “Ayo
Lhyesha.” Dia menoleh ke belakang dan mengulurkan tangannya agar cewek itu
menyambutnya dan berjalan di sampingnya. Namun, Lhyesha hanya tersenyum manis
dan berjalan di sisi Dini. Mengabaikan ulurannya.
“Bukan
muhrim, masbro.” Bisik Dini terkikik membuat Bian manyun.
“Pakai
mobil lo aja yah, Bian. mobil gue mau habis bensinnya. Irit masbro.”
Bian
mendecak lidahnya dan mengacak kerudung Dini. “Yaudah. Tapi lo gantiin bensin
mobil gue, yah? hahahaa...”
“Bangkrut
gue lama – lama temenan sama lo!” Ucapnya kesal dan menarik Lhyesha menjauh,
“Yuk, Lhyes, kita pulang. Sahabat gue rupanya pelit amat sama sahabat cantiknya
sendiri.” Dia menarik Lyesha menjauhinya. Membuat Bian tertawa melihat
sahabatnya ngambek.
“Yaudah,
ayooo..” Dia membawa mereka ke arah mobil Jeepnya yang bewarna putih. Ntah kenapa,
Dini langsung mengambil posisi duduk di belakang. “Lo di depan, Lyesha. Gue gak
bisa duduk di depan masalahnya. Bikin perut mual.” Ucapnya sambil mengedipkan
mata ke arah Bian. memberi kode.
“Dasar
lo, Din.” Ucap Lyesha tertawa dan menatap Bian yang menatapnya daritadi. Entah
kenapa, tatapannya membuat jantungnya berdetak 100 kali lebih cepat dari
biasanya. Bahkan lebih cepat daripada dia menunggu hasil skripsinya dari dosen killer.
“Boleh kan gue duduk di samping lo?” Ijinnya. Membuat Bian tersenyum.
“Boleh
dong. gue gak mau dikira supir kalian berdua. Tapi... kalau yang gue supirin
cantik – cantik sih,” Dia melirik Dini yang duduk di belakang dan menatap
Lyesha sekali lagi, “Gak papa deh. Ayoo..” Dia berjalan mengelilingi mobil dan
membukakan pintu untuk Lyesha. Dan cewek itu langsung duduk dan Bian menutup
pintunya lalu membuka pintu pengemudi dan masuk. Dia menatap Lyesha yang berada
di sampingnya. Entah kenapa, selain Jasmine, Gina, dan mamanya sendiri, dia
mampu membuatnya gugup menyetir mobil tanpa sebab.
Bian
menstarter mobilnya, menginjak kopling dan memindahkan gigi satu, lalu mobil
berjalan pelan meninggalkan rumahnya yang dijaga oleh Bik Ijah yang berdiri di
depan pagar.
“Semoga
gue gak kolaps, Tuhan disamping Bian, amien.” Harapnya berkali – kali dalam
hati.
♥ ♥
Lista
diturunkan di depan kamarnya. Dia menatap Ando yang masih emosi. “Kalau alasan
lo ingin putus karna pengakuan gue 5 hari yang lalu,” Dia menatap tajam Lista
dan mendesak maju hingga cewek itu mundur dan membentur pintu. Dia meletakkan
kedua tangannya di kiri kanannya dan menatapnya. “Lupakan! Anggap aja gue gak
ngomong apa – apa sama lo! anggap aja pengakuan gue hanyalah gombalan basi buat
lo!” Ucapan itu membuat Lista terhenyak. Dia menutup matanya dan menarik napas
pelan.
“Oke,
gue akan lakuin apa yang lo mau!”
Ando
mundur dari Lista yang entah kenapa menghela napas lega dan melipat kedua
tangannya tepat di dada, “Sekarang, lo harus ikut gue!” Tanpa basa – basi, dia
langsung meraih tangan kanan Lista dan menariknya keluar Villa.
“kemana?
Gue gak bawa tas!”
“Tas
lo ada di mobil gue.” Ucapan Ando membuatnya bingung. “Mobil? Maksudnya? Dia
gak punya ide gila untuk mengirim mobilnya kesini, kan?”
Seolah
tau apa yang dipikirannya, Ando menjawab. “Mobil sewaan.” Jelasnya dan Lista
mengangguk mengerti.
“Bisa
diving?” tanyanya ketika mereka sudah berada dalam mobil CRV hitam yang
sebenarnya adalah miliknya setiap dia pergi ke Bali untuk urusan bisnis atau
liburan. Namun, khusus Lista yang tak tau apa – apa, dia bilang mobil sewaan.
Walaupun, terlihat sekali kebohongannya.
Lista
yang sibuk memasang seat belt, membuat Ando memutuskan untuk
membantunya. “Gue gak bisa berenang, Ndo.” Ucapnya pelan membuatnya melongo.
“Serius? Tapi... dirumah lo gue liat ada kolam renang tuh. Gue pikir...”
“Gue
gak suka berenang. Gue pernah hampir mati tenggelam waktu kelas 5 SD di tengah
pantai karna kedua kaki gue kram mendadak. Kalau saja papah dan Kak Bian gak
liat saat itu, mungkin gue gak akan duduk disini, Ndo.” Jelasnya membuat Ando
mengangguk.
“Yaudah.
Lo suka kebun binatang?” Tanyanya lagi. Membuat wajahnya entah kenapa, tanpa
rencana, bersinar cerah. “Banget!”
“Kenapa
gue jadi senang begini? Lo masih berantem, Lista!”
Ando
menyadari perubahan nada suara Lista itu. tersenyum, “Yaudah,” Dia menstarter
mobilnya, memindahkan gigi dan menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan
Villa. Meninggalkan Karen yang sedari tadi melihat mereka dan menggemertakkan
giginya tertahan.
“Awas
lo Lista!”
♥ ♥
“Lily,
Liat Tom gak?” Erika kalang kabut ketika baru datang kuliah dan membuka kamar,
tau – tau kucing kesayangannya yang baru menikah seminggu yang lalu menghilang
dari kandang yang pintunya terbuka lebar.
Lily
yang asyik mengerjakan origaminya dari kamarnya, pindah ke taman belakang, dan
berakhir di ruang tamu, naik ke lantai atas dan mendekati kak Erika yang
wajahnya kalang kabut. “Tadi kak Bian masuk kamar kakak sambil gendong Tom
kak.”
“Hah?”
Erika melongo. Kalau Bian memegang kucing kesayangannya, Berarti petaka.
“Iya...
terus dilepas kak Bian dan pintu rumah dibuka lebar – lebar kak!”
“APA?!”
Erika menjerit. “Kenapa kamu gak cegah kelakuan sinting kak Bian, Li?”
“Udah
kak,” Lily menjelaskan tanpa wajah dosa. “Tapi kata kak Bian, kasian kucingnya
seharian dikurung mulu. Gak punya teman, lingkupnya terbatas. Mending dilepas
aja sekalian. Biar bisa bersosialisasi sama kucing – kucing lainnya. Siapa tau
berbakat jadi eyang subur versi kucing, kak.” Penjelasan Lily membuat Erika
langsung berlari keluar rumah. Mencari kucing kesayangannya.
“awas
lo, Bian! gue cincang lo!” Gerutunya dalam hati.
“Tom...
sini sayang, sini...” Erika berdiri di depan rumah dan melihat kucingnya di
seberang jalan sambil berjalan angkuh menjauhinya. Dia menyeberangi jalan,
mengabaikan tatapan para cowok sekitar kompleks yang dari dulu
memperhatikannya, dan mendekati Tom yang mengeong angkuh.
“Tom..
sini, sini, Come to mommy, eongg..” Saking gilanya, dia sampai meniru
eongan Tom dan membuat kucing itu menoleh ke arahnya, lalu melengos angkuh.
“Gue
bunuh lo, Bian habis ini!” Geramnya tertahan karna membiarkannya dalam
kesulitan mengajak kucingnya masuk rumah.
Asyik
menundukkan badannya, tak sadar kalau di depannya, ada seorang cowok tampan,
berambut agak gondrong agak ikal, dengan alis melengkung tinggi dan bibir tipis
serta tatapannya tajam, menatap tingkahnya geli. Dan Tom, tanpa tau malu
meloncat kepangkuan cowok itu ketika dia membuka lengannya. Seolah – olah cowok
itu adalah pemilik sahnya. Bukan cewek yang berjalan di belakangnya dari tadi.
Melihat
kucingnya meloncat ke pangkuan seseorang, dia sempat hampir mendamprat orang
itu sebelum akhirnya terpaku. dia terdiam menatap kesempurnaan cowok itu dalam
balutan kemeja hitam yang lengannya digulung hingga siku dan celana jins.
Tatapannya melembut.
“Hi,
Riri, still you remembering me?”
Lidahnya
mendadak kelu. Dia tak menyangka siapa cowok di depannya ini.
Cinta
pertamanya waktu dia masih SMA, Salah satu sahabat Bian, rivalnya dalam
mengutak – atik angka, sekutu Bian dalam mencari perhatian cewek, dan sukses membuatnya
dulu tak bisa tidur karna perhatiannya setiap dia digoda Bian atau cowok sengak
lainnya.
“Mikail?”
♥ ♥
“Gue
suka! Gue suka! Gue suka!” Lista langsung turun dari mobil dan tersenyum
gembira. Melupakan “perang dinginnya” dengan Ando ketika mereka berhenti di
sebuah tempat.
Bali
Bird Park. Salah satu taman burung terbesar di Indonesia yang mempunyai 1000
burung dengan 250 spesies. Salah satu icon terkenal adalah burung Jalak
Bali yang langka. Membuat Lista yang menyukai binatang bersayap dari dulu ini,
merasa seperti di surga.
“Ohh!!
Astaga! Astaga! Ayoo cepat Ando!” Dia berteriak kesal ketika cowok itu lama
mengurus pembayaran tiketnya. Melihat banyaknya jenis burung berseliweran di
atas kepalanya dan berjalan di depannya, membuatnya menjerit kesenangan.
“Bentarr..”
Ando langsung mendekati Lista dan merangkulnya. Melihat cewek yang dirangkulnya
ini tersenyum membuatnya senang,
Lista
menjerit kesenangan ketika ada seekor burung hinggap di atas kepalanya. Dan
sekilas saja, membuat teman – teman si burung itu mengerumuninya.
“Andoo..
fotoin dong. Mumpung disini nih.” Lista menatap penuh memohon ketika Ando buru
– buru menjauh darinya yang dikerumuni burung berbagai macam jenis itu.
“Bentar..”
Dia mengeluarkan kamera polaroid pemberian Lista dari tasnya. Dan memotret
ekspresi lucunya ketika burung – burung itu betah di atas kepalanya. Mulai dari
hendak mencium paruhnya, hingga burung itu menggigit pelan daun telinganya.
Membuatnya tertawa.
Seolah
tau, burung – burung itu terbang meninggalkannya dan Lista langsung berlari ke
arahnya untuk melihat hasil fotonya. “Bagus, kan?”
“Banget!”
“Lis,”
“Iya...”
Ucapnya ketika masih asyik melihat berbagai ekspresi wajahnya di kertas film
itu.
Ando
mendekatkan wajahnya dan mencium pipi kirinya cepat. Membuat Lista terhenti dan
menatapnya dengan wajah memerah malu. “Makasih atas kameranya, yah.” Ucapnya
tulus dan merangkul Lista untuk berkeliling ke arah kananya. Mengelilingi taman
yang luasnya dua hektar yang didesain dengan sangat indah dan nyanyian burung –
burung seolah menambah suara nyaman.
♥ ♥
“Lyesha,”
Panggilnya ketika cewek itu melamun sambil menatap hujan yang membasahi cafee
dimana mereka duduk sekarang. Dini sengaja meninggalkan mereka berdua dengan
alasan dia ada tugas dan akan berangkat bersama temannya untuk mengambil mobil
dirumah Bian . membuat mereka canggung seketika.
“Hujan...”
Ucapnya membuat Bian yang asyik menatap ekspresi Lyesha, berkerut kening
bingung. “Iya, terus kenapa kalau hujan?”
Lyesha
menatapnya dan tersenyum geli. Kalau saja dia akrab dengan cowok ini, mungkin
tangan – tangan lentiknya untuk mengacak rambutnya itu. “Suka mandi hujan?”
“Banget!
bagi gue, hadirnya hujan itu patut dirayakan dengan segala macam gerak, macam
gaya, dan kreasi. Kayak gue dan kakak gue contohnya.” Dia tertawa ketika
teringat bagaimana gilanya kakaknya yang serius itu melepas ikatan rambutnya,
dan menari di tengah hujan bersama payung dan sepatu boots dan tertawa puas
ketika hujan membasahi wajahnya yang bening. Diikuti Lista yang mengambil
selang air kemudian menyiram kearah kakaknya. Membuat mereka saling berkejaran.
Lyesha
tertawa mendengar cerita Bian, dia melirik jalan yang sepi dan menatapnya
sekali lagi, “Mandi hujan yuk?”
“Hah?”
“Ayooo..”
Lyesha langsung berlari Cafee dan tertawa riang ketika tetesan hujan deras membasahi
tubuhnya. membuat Bian langsung menariknya untuk berteduh.
“Nanti
lo sakit loh ujan – ujanan.”
“Sesekali
menikmati masa kecil gak ada salahnya, kan?” Lyesha mengedipkan matanya dan
berlari ke arah genangan air dan mencipratkannya ke arah Bian hingga celana
jinsnya menjadi kotor. Bian yang melihat itu, senyum miringnya muncul. Tanda
tertantang.
“Nantang
nih ceritanya?” Tanyanya dengan kedipan mata kiri dan senyuman penuh godanya.
Sanggup membuat Lyesha terdiam sejenak. Terlalu terpesona hingga tak sadar
cowok yang membuat jantungnya hampir berhenti berdetak setiap detiknya itu
berjalan ke arahnya, “Jangan mendekat!” Teriaknya dan dia meloncat ke arah
genangan air dan... BLASH!
Cipratan
itu mengotori baju Bian. membuat cowok itu menatapnya tak percaya ketika Lyesha
berlari meninggalkannya, “Lyeshaa.. sini lo!” Teriaknya sambil mengejar cewek
itu yang tertawa terbahak – bahak. Membiarkan hujan membasahi tubuh mereka.
♥ ♥
“AAAAA..
PUSING!” Lily berteriak frustasi sambil melirik jam dinding yang menunjukkan
jam 6 sore. Dia pusing melihat banyaknya burung kertas yang dia buat, tapi dia
lupa berapa jumlahnya. Mulut tipisnya terlalu lelah untuk menghitung ulang.
Erika
masuk dalam rumah diikuti Mikail, tercengang melihat ruang tamunya yang luas
itu menjadi taman burung kertas oleh Lily yang menatapnya dengan wajah memelas.
“Kak.. nyerah deh bikin 1000 burung. Pusing... huuhu...”
“Adik
lo, Ri? Cantik amat.” Mikail tersenyum ketika melihat Lily manyun hingga bibir
tipis kemerahannya maju. Tatapan matanya yang polos, tingkah manjanya membuat
Mikail gemas ingin mencubitnya.
“Bukan.
Dia adik pacarnya Lista.” Jelas Rika dan berjalan ke arah Lily, “Emang udah
berapa burung kertas yang kamu bikin?”
“Gak
tau kak. Gak ngitung. Lily capek kalau itung ulang.”
“Pacar
adiknya Tata?” Mikail adalah sekian banyaknya orang yang memanggil Lista dengan
Tata. Panggilan masa lalunya, “Masih pacaran dia dengan Dylan?”
Nama
itu, sontak membuat Erika menegang dan mengepalkan tangannya. Dia lupa, Mikail
juga berteman dengan cowok sialan itu. walaupun tak akrab. Dia menarik napas
dan tersenyum ke arah Mikail. Untuk menutupi emosinya yang bergejolak.
Seandainya yang dihadapi Mikail adalah Bian, entah apa yang akan terjadi ketika
cowok itu menyebutkan nama terlarang itu di depan adiknya. “Bukan, dia udah putus sama Lista.”
“Pacar
kakak yah?” Bisik Lily membuat wajahnya memerah, “Cakep, kak. Nanti Lily kalau
sudah besar mau cari pacar seganteng pacar kak Rika deh.”
“Kamu...”
Dia mencubit pipi Lily dengan gemas sambil berdoa dalam hati semoga Mikail tak
mendengarnya.
Mikail mendekati Lily dan duduk disamping
Erika. membuat jantungnya serasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Membuat
wajahnya memerah tanpa sadar ketika cowok itu menyentuh tangannya, “Mau kakak
dan kak Riri bantuin untuk itungin bung kertas kamu?” Tawarnya sambil menatap
Erika dengan lembut. Dan cewek itu mengangguk perlahan.
Lily
tersenyum cerah. “Mau banget kak...” Dia terdiam. Tak tau namanya, membuat
Mikail berinisiatif memperkenalkan diri. “Mikail, kamu?”
“Lily,
kakak.”
“Nama
yang cantik.” Pujinya sambil mengacak rambut panjang Lily dan duduk disamping
Erika yang dari tadi menundukkan wajahnya sambil menghitung burung kertas yang
dibuat Lily. Ditemani dengan suara hujan yang deras, dan canda tawa mereka.
♥
♥
“Ini dimana?” Tanya Lista ketika mereka tiba
di sebuah Pura yang berada di atas bukit, setelah seharian diajak Ando berkeliling. Dimulai dari
Bali Bird Park, surganya para Burung seluruh dunia. Lista puas karna bisa
berfoto dan melihat burung – burung kesukaannya, dilanjutkan ke Art Center.
Komplek bangunan dan stage untuk pementasan seni dan pengembangan di Bali.
Tempat dimana semua kesenian Bali ada disini, dengan lahan seluas 14 hektar dan
lingkungan yang sejuk, membuatnya betah seharian untuk menari Bali ketika
melihat beberapa gadis seumurannya sedang menari Bali, bisa melihat banyaknya
pura – pura dan melihat prosesi ibadatnya mereka, melihat sejarah Bali dan
membaca beberapa buku yang tersedia di perpustakaan Widya Kesuma. Semuanya
adalah keinginan Lista sejak dulu setiap dia ingin ke Bali. Namun tak pernah
kesampaian.
“Pernah
dengar Pura Uluwatu? Pura yang menjadi poros mata angin pulau Bali? Dari atas
sini, kita bisa melihat indahnya matahari terbenam yang sebentar lagi akan
muncul, Lista.” Dia tersenyum ketika cewek itu menatapnya tak percaya.
Dari
atas sini, dia bisa melihat hamparan Samudera Hindia yang ombaknya menghajar
kaki tebing tempatnya berpijak sekarang. Dan ketika matahari benar – benar
terbenam, semuanya terasa indah ketika di tengah halaman Pura, tak jauh dari
mereka, sekitar 50 penari pria menari tari kecak yang duduk mengelilingi api
unggun besar dan menggerakkan tangan ke depan sambil mengucapkan “cak, cak.”
“Indah
banget... gue suka, Ando. banget!” Dia tak bohong. Menikmati indahnya matahari
terbenam di ketinggian 97 km dari pura yang menjorok ke arah laut, ditemani
tari kecak sebagai penutup sempurna harinya setelah beberapa hari ini dia
merasa kelabu.
“Sama
– sama, Lista.” Dia tersenyum dan merangkul pundaknya untuk duduk di tangga
pura dan menikmati tari kecak itu beserta pertunjukan seni lainnya.
♥
♥
Karen frustasi seharian karna tak melihat Ando
dimana – mana. Dia bolak – balik seperti setrika di depan ranjangnya sambil
berpikir keras. Cara apalagi yang harus dia lakukan untuk membuat Ando
melihatnya. Bukan melihat Lista. Langkahnya terhenti dan dia duduk di tepi
ranjang dengan wajah kesal.
“Apa
yang harus gue lakuin?!” Teriaknya frustasi sambil mengacak – acak rambutnya.
Dia mati ide.
Lama
berpikir, sebuah rencana licik muncul di otaknya. Membuatnya tersenyum, “Well,
Bukan Karen namanya kalau gak mendapat apa yang dia mau,” Ucapnya sinis.
“it’s
time to makes he look at me and throw you in rubbish.”
♥
♥
“Kenapa lo? gelisah amat? Nunggu siapa sih?”
Tanya temannya ketika gadis itu berkali – kali melirik pintu masuk Hard rock
cafee. Dia menghela napas sedih ketika cowok yang ditunggunya tak muncul
juga. Padahal hari ini adalah hari terakhir dia bernyanyi disini, sebelum dia
akan pindah ke Bandung.
“Gak
papa,” Dia tersenyum dan mengabaikan pintu lalu melirik temannya yang lain,
“sudah saatnya tampil, kan?”
“Yap,
good luck.” Ucap temannya sambil menepuk pundaknya. dia hanya tersenyum
dan berjalan tenang ke arah panggung yang letaknya di tengah pengunjung cafee
dan lebih tinggi. Sehingga dia menjadi pusat perhatian semua pengunjung.
Dan dari sini, dia bisa melihat foto – foto tentang artis yang pernah bernyanyi
tempatnya berpijak sekarang,
Dia
mengecek micnya dan mengacungkan jempol ke arah temannya untuk segera
memainkan musiknya dan menyanyikan sebuah lagu yang sesuai dengan isi hatinya
sekarang.
“Cepat
pulang,cepat kembali
jangan pergi lagi, firasatku ingin kau ntuk
cepat pulang...”
jangan pergi lagi, firasatku ingin kau ntuk
cepat pulang...”
Dia
menghentikan nyanyiannya ketika musik mengalun merdu, dan menatap pintu dengan
sendu. Cowok itu, takkan pernah kembali lagi, cowok yang mengembalikan buku
lirik lagunya, takkan pernah terlihat lagi.
Mungkin
memang benar, tak selamanya pertemuan pertama dan kedua membuatnya ditakdirkan
untuk mendapatkan pertemuan ketiganya.
“Hai,
nama gue Jayden, nama lo siapa?”
“Kalau ada pertemuan sekali lagi,
gue akan bilang siapa nama gue.” Potongan
percakapan itu terputar lagi di kepalanya. Membuatnya menghela napas. Merasa
ada sesal dihati kenapa harga dirinya terlalu tinggi hanya untuk menyebutkan
siapa namanya.
“Akupun
sadari, kau takkan kembali... lagi...” tutupnya ketika musik mengalun merdu
sebelum akhirnya berhenti. Selesai sudah. Cowok itu takkan pernah datang
menemuinya.
“Kata
siapa gue gak kembali lagi?” Ucapan itu membuatnya terhenyak. Serasa dekat,
serasa nyata, namun tak berani bermimpi. Dia tak berani menoleh ke belakang dan
menmukan bukan cowok tanpa nama itu yang dilihatnya, tapi teman bandnya.
“Pertemuan
pertama dan kedua akan memberi kesan dan terjadinya pertemuan selanjutnya, gue
Jayden, nama lo siapa?” cowok itu bertanya sekali lagi, dan dia menoleh ke
belakang dan tersenyum bahwa ini bukan mimpi.
Cowok
itu benar – benar berada di atas panggung, berdiri di depannya sambil
mengulurkan tangan kanannya. Mengajak kenalan,
“Nama
gue,” Dia tersenyum manis. Mengabaikan tatapan penuh arti dan goda dari teman –
teman bandnya, “Rere.”
“Nice
name. Bagaimana kalau kita turun? Gue
merasa jadi artis berada di atas panggung dengan berjabat tangan seperti
ini.” Jayden tertawa geli ketika pengunjung hanya menatap mereka dan bersiul
menggoda. Membuat Rere langsung melepas jabatan tangannya dan wajahnya memerah
seketika. Lebih merah dari warna kerudung yang dikenakannya sekarang.
“Ayooo...”
♥
♥
“Makasih Ando untuk jalan – jalannya hari
ini.” Ucapnya tulus sambil menguap kelelahan. Dia lelah karna seharian keliling
dan jam di tangannya menunjukkan pukul 11 malam.
Ando
lebih lelah lagi. Seharian menyetir mobil dan berkonstrasi membawa tempat
wisata sebagai permintaan maafnya pada Lista. Ketika melihat Lista tersenyum
kepadanya, seolah semua kelelahannya terbayar.
“Sama
– sama. Yuk, masuk.” Dia merangkul Lista masuk dalam Villa untuk mengantar
gadisnya yang menguap sepanjang perjalanan itu masuk kamar.
“Makasih,
yah.” Dia mengucapkan terima kasihnya sekali lagi. Dan Ando mengangguk. “Sip.
Gue balik yah.” Pamitnya dan Lista tersenyum lalu masuk kamar dengan wajah
sumringah bahagia sambil memutar bandul kalung antik yang dibelikan Ando
untuknya.
Ando
berdiri di depan kamarnya dan mengambil ponselnya yang bergetar tanda ada sms
masuk. Dia tersenyum karna Jayden akhirnya tau siapa nama cewek itu dan bilang
akan terlambat masuk kamar dan kartu kamar dia bawa.
Untungnya
sebagai pemilik Villa, Ando mempunyai kunci cadangan untuk semua kamar Villa,
dia memegang kartunya dan memasukkan ke dalam engsel pintu dan terdengar bunyi
pintu terbuka.
Dia
masuk kamar, dan langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang yang besar. Dia
mengambil tasnya dan mengeluarkan
kameranya. Tersenyum melihat ekspresi wajah Lista yang lucu, dan foto mereka
bersama dengan membuat tanda “love” dengan cara menyatukan tangan kirinya di
atas kepala mereka, begitu juga sebaliknya dan burung kakak tua berada di atas
puncaknya. Wajah Lista yang memerah itu membuatnya geli.
“Gue
benar – benar suka sama lo kayaknya, Lista. Dan gue akan buat lo suka sama
gue.” Ucapnya penuh yakin sambil mencoba untuk tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar