Bian –
Lyesha.
“Hai...” Bian terhenyak dibuatnya.
Di depannya sekarang berdiri sosok anggun Jasmine dengan gaun putih yang indah
dan wajah cantiknya bersinar lembut. Tatapan matanya bersinar riang. “Masih
ingat sama aku, kan Bian?” Tanyanya sambil terselip nada geli karna melihatnya
hanya melongo. Tak bereaksi.
“Aku selalu ingat sama kamu,
Jasmine.” Ucapan Bian membuatnya
tersenyum manis. Senyum yang sanggup membuat Bian tertegun. Senyum yang
perlahan dilupakannya karna sosoknya terganti oleh Lyesha. Yah, mengingat itu
membuatnya miris seketika.
Tanpa sadar dia melanggar sumpahnya
sendiri. Melupakan Jasmine.
“Aku juga. Tapi aku liat kamu sudah
bahagia, Bian. aku senang liatnya.”
“Kamu memperhatikan aku?”
“Kamu kira apa? Aku memperhatikan
semua tingkah laku orang yang aku cintai,” Dia melirik Bian yang tersenyum,
membuatnya menghangat. “dari atas sini dan senang karna kepergianku rupanya
bisa kamu terima, Bian.”
“Kata siapa? Aku ambruk waktu kamu
pergi, Jasmine,” Dan dia mengangguk mengiyakan. Hatinya dulu pedih karna
melihat cowok yang dicintainya, merenungi kepergiannya sedangkan dia hanya bisa
melihat dari atas sini tanpa bisa berbuat apa – apa. Yang hanya bisa dia
lakukan hanyalah berdoa, dan berdoa agar cowok yang dicintainya ini, menemukan
melati hatinya.
“Tapi sekarang gak, kan? aku senang
kamu bisa berbahagia, Bian. meski bukan aku yang membahagiakanmu. Meski bukan
aku yang selalu kamu peluk, meski bukan aku ...” Dia terdiam ketika Bian
membungkamnya dengan pelukan yang hangat. seperti dulu. Dan dia dengan senang
hati membalas pelukannya dengan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Bian
dan mengelus punggungnya pelan.
“Bagiku,” Bian melepas pelukannya
dan tersenyum, “Kamu tetaplah Jasmine yang aku cinta sampai saat ini.”
Jasmine tersenyum dan memeluknya
lagi dengan erat. “Berjanjilah kau akan bahagia meski bukan aku yang
membahagiakanmu, Bian.”
“Aku mencintaimu, sayang.”
Bian terbangun dengan peluh menetes
di wajahnya. mimpi itu hadir lagi. Jasmine mengunjunginya lagi. Bukan sekali –
dua kali dia bermimpi begini, tapi setiap malam.
Dia duduk dan menatap pigura kecil
di samping yang berisi foto tentang dirinya dan Lyesha sedang tersenyum. Dia
mengambil foto itu dan mengelus wajah Lyesha. Dia tak bisa bohong walau 6 tahun
mereka berpacaran dan kedua orang tua masing – masing sudah tau,
Bahwa dia masih melihat Lyesha
seperti dia melihat Jasmine.
Kenyataan ini membuatnya frustasi. Tuhan
tau betapa kuat usahanya untuk melihat wanita itu adalah Lyesha, bukan wujud
Jasmine di dalam tubuh wanita itu sedetik saja. tapi tetap saja, Kemiripan
wajah dan sorot matanya yang lembut sanggup membuat semua usahanya sia – sia.
Kalau sudah begini, gimana? lo
pernah bilang sama gue jangan sampai terpengaruh masa lalu, tapi kenapa ucapan
lo itu jadi kayak jeruk makan jeruk, kak? Pertanyaan penuh sindiran selalu dilontarkan Lista, adiknya yang sedang
“melarikan diri” ke Jerman untuk kuliah Kedokteran spesialis Psikologi, bersama
Steven yang seenak jidat pindah dari Malaysia, mengikuti jejak adiknya untuk
kuliah dan tinggal bersebelahan apartemen dengannya, terngiang lagi di
telinganya setiap dia menceritakan mimpinya itu. haruskah dia melarikan diri seperti
adik kesayangannya itu?
“Gue bakal digorok kak Rika.” Dia
tersenyum miris. Kakaknya yang sekarang menjadi Nyonya Boulanger dua bulan lalu
dengan menggelar pesta pernikahan konsep garden party di taman super
luas di rumah Mikail yang sukses menjadi aktor favorit di negaranya, Perancis
dan sekarang mereka menikmati bulan madu super romantis di Kepulauan Maladewa
untuk membuat keponakan yang lucu. Apabila kakaknya tau soal ini, habislah dia
akan dikutuk habis – habisan.
Lama dia terdiam dan melirik jam
dinding di kamar yang menunjukkan pukul 3 subuh. Biasanya jam segini Lyesha
akan menelponnya sekedar mengingatkan untuk shalat tahajud. Tapi ntahlah, dia
sedang tak ingin mendengar nama pacarnya itu untuk sementara waktu dan memilih
berkutat di pekerjaannya sebagai dokter muda spesialis Jantung di sebuah rumah
sakit ternama di kota Bandung.
“Mungkin, gue butuh waktu untuk
yakinin semuanya sebelum terlambat untuk mundur.”
♥
♥
Lyesha melepas mukenanya setelah selesai
shalat malam dan melipatnya rapi lalu meletakkannya di sajadah kemudian
menggulungnya dan diletakkanya di tempat khusus. Dia melirik ponselnya dan
mengambilnya, menekan nomor Bian dan call, namun yang ada malah suara
operator sialan itu.
Hal
ini membuat keningnya berkerut.
Tidak
biasanya Bian mematikan ponselnya setiap tidur. Dia tau semua perilaku Bian
dari waras hingga nyeleneh. Setiap pukul 3 pagi dia akan menelponnya
untuk mengingatkan shalat malam. Kalaupun Bian terlalu lelah, dia pasti takkan
mengangkat telponnya. Tapi kali ini, ponselnya mati.
“Mungkin
baterai ponselnya drop dan lupa ngecharge.” Kata hatinya menenangkannya.
Kesibukan Bian, pacarnya, yang sangat dimakluminya mengingat dia sekarang
menjadi dokter muda spesialis Jantung di sebuah rumah sakit ternama yang jauh
dari jangkauan pengaruh papahnya yang kebetulan Direktur Utama dan juga dokter
Anak, Putra Pradipta, yang mempunyai
segudang koneksi untuk pacar kesayangannya itu. salah satu sifat yang sangat
disukainya.
Lyesha
terdiam dan melirik pigura di meja riasnya yang berisi foto dirinya tersenyum
dengan Bian disampingnya. Dia mengambilnya dan mengelus dengan sayang. Betapa
dia mencintai pasangan hatinya itu. betapa dia meyakini bahwa Bian datang untuk
mengisi hatinya, memberi separuh hatinya yang hilang karena dibawa Raya,
tunangannya yang berharga karena meninggal saat kecelakan mobil untuk
menemaninya disana. Meninggalkannya yang hancur berkeping – keping.
Tapi
itu dulu. Dan sekarang dia melangkah maju. Meninggalkan masa lalunya dengan
senyum dan menghadapi masa sekarang dengan penuh suka cita bersama orang yang
dicintainya.
Mengingat
wajah Bian membuatnya tersenyum manis. Hingga matanya tak bisa dibawa kompromi
dan dia melirik jam dindingnya yang menunjukkan pukul 4 subuh. Dia punya waktu
dua jam untuk bangun pukul 6 pagi untuk berangkat ke rumah sakit. Mengingat
rutinitasnya itu, dia meletakkan fotonya di samping tempat tidur, melepas
ikatan di rambut hitam panjangnya, dan merebahkan diri di ranjang sambil
menatap atap – atap rumah. Dengan pelan, dia menutup mata dan mulai tertidur
sambil tersenyum.
♥
♥
Erika – Mikail.
Erika
mengerang nikmat dalam bangunnya. Dia menatap sekeliling kamarnya yang
berdinding kayu dengan pandangan langsung ke arah laut biru. Dia berdiri pelan
agar suaminya, Mikail tak terbangun dan mengambil kemeja suaminya lalu
mengenakannya untuk menutupi tubuhnya yang hanya berbalut lingerie super
seksi agar tak memancing mata usil dan berjalan untuk menikmati semilir angin
laut yang menerpa wajahnya.
Dia
menatap ke sekeliling dan duduk di Gazebo yang memberikannya pemandangan lautan biru tanpa ujung. Bulan madunya akan
berakhir 3 hari lagi setelah cuti selama
3 minggu untuk melarikan diri ke surga Dunia, Pulau Maladewa.
Dia
tersenyum tanpa sadar. Tak menyangka sudah dua bulan dia menikah dengan Mikail
dan nama belakangnya berubah menjadi Boulanger. Celetukan papahnya saat dia
menikah di Paris tentang munculnya anggota kecil membuatnya tersipu malu. dia
tau godaan papahnya yang terlalu menjurus itu.
Dan
Lista. Ah, adik kesayangannya itu sekarang terlihat sangat bahagia saat
menghadiri pernikahannya di Perancis. Wajahnya bersinar ceria dan memeluk erat
penuh rindu. Dan dia melihat Steven Raveno, Sepupu jauhnya itu, tersenyum di
belakang Lista lalu menatap dirinya dalam sampai Bian menghampiri dan mengajak
cowok itu mengobrol.
“Apa
mereka berpacaran?” Ratusan kali dia bertanya pada Lista setiap mereka ber-
skype-an ria. Dan ratusan kali juga adiknya merespon dengan cekikikan
dan menyuruhnya fokus membuat keponakan saja, kalau perlu kembar agar hidupnya
seru. Membuatnya gatal untuk menutup mulut tipis adiknya itu yang tertawa.
“Disini
kamu rupanya,” Suara serak seksi ala Vino G. Bastian itu terdengar di telinganya dan kedua
tangannya melingkat di pinggang. Memberi pelukan hangat di tengah sinar
matahari yang menerpa.
“Iyaa...”
Dia menoleh ke belakang dan melihat
suami tampannya, sedang tersenyum manis dengan bertelanjang dada yang menyentuh
punggungnya. melihat itu membuatnya nyengir lebar. “Kayaknya kamu kehilangan
pakaian yah, sayang.”
“Iya...
pakaianku dicuri dan...” Tatapan matanya berubah menjadi penuh goda. “Aku
menemukan pencuri yang sangat, sangat cantik. Membuatku ingin membawanya ke
dalam kamar saat ini juga dan menghukumnya seharian agar dia tak kabur lagi.”
Wajah Erika langsung merona padam ketika tau maksud ucapannya. Membuatnya
terkekeh dan mengelus pipi yang merona itu dengan sayang dan tatapan sensual.
“Tak mampu berjalan lagi kalau bisa.” Tambahnya lagi membuat sebuah cubitan
melayang di pinggangnya.
“Kamu...”
Ucapannya terhenti ketika bibirnya disentuh oleh bibir suaminya sendiri. yang
dicintainya, dan mencintainya. dengan penuh sayang dia melingkarkan tangannya
di leher dan membiarkan dirinya digendong masuk kamar oleh suaminya tercinta.
♥
♥
Rere – Jayden.
Rere
menggaruk kepala frustasi sambil melirik list lagu yang harus
dinyanyikannya malam ini. 20 lagu dalam satu malam tanpa jeda? Well, dia
menuntut pembayaran lebih kalau begini ceritanya.
Dia
menghampiri anggota bandnya mayoritas cowok semua itu sedang nongkrong di sudut
cafee favorit mereka yang bernuansa country dan dia langsung duduk di samping Jason,
bassist, tanpa ragu dan melempar list lagu sialan itu di tengah – tengah
mereka. Matanya melirik satu – persatu. Meminta penjelasan. “20 lagu, guys?
Serius nih tanpa jeda?”
Jason
angkat suara. “Lo gak sanggup, Re? Tumben.”
“Bukannya
begitu. Gue sih sanggup aja asal duet atau ada jeda beberapa menit gitu. Ini list
susah semua lagunya. Kalau tanpa jeda nyanyinya, lo semua mau gue kolaps
kehabisan napas?”
“Kan
gue bisa beri napas buatan, Re kalau lo kolaps. Tenang saja. Napas gue
harum kok.” Suara Dani, Gitaris bandnya yang terkikik geli. membuatnya tertawa.
“Gue kasih tau Medina kalau lo berani – berani cium gue.”
“Eh...”
Jason seolah teringat sesuatu berhenti memetik gitarnya lalu melirik Dani dan
Rere bergantian. “Gue udah nemu keyboardist yang baru untuk band kita.
Cowok dan permainannya, jangan ditanya deh! bagus!” Jason menunjukkan kedua
jempolnya kearah mereka dengan wajah kagum. Membuat Rere bingung. Diantara
mereka bertiga, Cuma Jason yang intuisi musiknya di atas rata – rata. Dia bisa
menilai seseorang berbakat atau tidaknya dari mendengar permainannya dan
mengkritik tepat sasaran. Apabila Jason mengatakan orang itu bagus, maka
permainannya memang sempurna.
“Siapa?”
Rere tak tahan untuk tak bertanya. Dan Jason dengan senyumnya melirik pintu cafee
yang baru saja terbuka. Seketika matanya melotot shock.
Jayden
masuk ke dalam cafee, melirik lalu berjalan menghampiri dan tersenyum
manis kemudian dengan pintar dia duduk manis tepat di hadapannya.
“Dia
keyboardist yang gue maksud, Re. Pacar lo sendiri.” Senyum jahil Jason
mengembang. Membuatnya semakin menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia malu.
“Dan
lo gak usah khawatir bila suatu saat kolaps kehabisan napas, Re. Ada
pacar lo yang siap sedia memberikan napas buatan. Iya gak, Jay?” Canda Dani
yang langsung bertos ria dengan Jason dan membuatnya diserang Rere dengan
cubitan sadis di pinggang. Wajahnya sangat, sangat merona malu hingga ingin
mencemplungkan diri ke sungai saja kalau bisa.
“Yap.
Setiap hari kolaps pun gue oke – oke aja. Asal nyium pacar sendiri.” Jayden
tertawa melihat cewek yang baru dipacarinya dua bulan lalu itu semakin merona
malu. dia sangat menyukai saat – saat itu. dan ingin mempertahankannya.
“bagaimana kalau kita latihan sekarang?”
“Bagaimana...”
Dani mengangkat tangan menyerah kearah Rere yang meliriknya. “Kalau kalian
berdua yang latihan dulu dan kami menonton? Itung – itung vokalis kita yang
satu ini perlu beradaptasi dengan anggota barunya.” Dia tertawa terbahak –
bahak melihat temannya itu sekarang lebih memilih memainkan es batu di gelas
daripada menatap pacarnya.
“Boleh
tuh. Ayoo Re, latihan sono 20 lagu buat manggung ntar malam.” Jason mendorong
pelan Rere agar berdiri dari duduknya. Dia melirik sinis ke arah Jason yang
memasang wajah tanpa dosa dan berdiri dari duduknya, hampir saja tersandung
kursi kalau saja Jayden tak mengikuti dari belakang, dan memegang pinggangnya.
Sentuhan kecil yang membuat seribu semut merah serasa menari – nari di dalam
perutnya.
“Ayo,
sayang. Hati – hati jalannya.” Jayden berbisik di belakangnya dengan tangan
melingkar di pinggang. Membuatnya serasa dipeluk dari belakang. “Lepas, Jay.
malu.” Ucapnya pelan membuat Jayden terkekeh geli dan melepas pelukannya, lalu
memilih merangkul tangan Rere dan membawanya ke panggung sebelum gadis itu
tersandung lagi.
Jason
dan Dany tersenyum melihat Rere yang baru kali ini, salting di depan panggung.
Seperti orang yang baru bisa menyanyi depan orang banyak. Padahal sahabatnya
yang satu itu mempunyai jam tinggi sebagai penyanyi. “Ayooo Re, satu lagu.”
Teriak Jason membuat Rere meliriknya sinis dan mengacungkan tinju. Membuat
mereka tertawa puas.
“Sompret
nih bocah! Awas lo, Jason. Gue sumpelin tuh mulut pake gitar!” gerutunya
dalam hati.
Omelannya
berhenti ketika suara keyboard memainkan satu lagu yang membuatnya
terdiam. satu lagu yang mengawali pertemuan mereka, satu lagu itu juga
menyatukan mereka dua bulan lalu di tengah hujan deras. Dia melirik Jayden yang
tersenyum menatapnya dan jari – jarinya menari menekan tuts. Dia mengambil micnya,
dan mulai menyanyikan satu lagu yang selalu mereka nyanyikan berdua.
“My love is true.
there’s a long way to go,
there’s a long day to know.
there’s a long way to go,
there’s a long day to know.
My love is true,
I love you just as you,
And please, don’t be gonna somebody new.”
I love you just as you,
And please, don’t be gonna somebody new.”
Rere
melirik ke belakang dan melihat Jayden tersenyum manis padanya. Kedua lesung
pipinya yang dalam memikatnya dan tatapan mata abu – abunya yang dia sukai dari
dulu. Dia membalas senyumannya dan tak menyangka,
Bahwa
dia berduet dengan Jayden yang menyanyi di belakangnya sekarang. Dia sangat
menyukai suara cowok itu ketika bernyanyi. membuatnya tersenyum tanpa sadar dan
melirik kedua temannya yang hanya mengacungkan jempol.
“Hey, hey, baby,
you look so hard to show it,
That your love so beautiful,
let make a wish two both of us,
that will walk together,
And i want it forever.”
you look so hard to show it,
That your love so beautiful,
let make a wish two both of us,
that will walk together,
And i want it forever.”
Rere
mendekati Jayden dan menyanyi di sampingnya sambil merangkul pundaknya. ketika
tatapan mereka bertemu, Jayden mendekatkan kepalanya ke samping dan berbisik.
“Lain
kali kita sering - sering duet begini yah, sayang.”
“Boleh.
Asal bayarannya banyak. Hahahahaa...” Tawa kecil Rere membuat Jayden mencubit
pipinya gemas dan mengecup lembut. Sukses membuat pengunjung kafe tersenyum dan
bertepuk tangan heboh, termasuk kedua sahabatnya sekarang yang bertos – ria
sekali lagi.
“Kamu...”
Ucapannya terhenti ketika Jayden meliriknya lalu tepat menyanyikan lagu itu
tepat di hadapannya.
“It is a long
time since i first met you,
I’m laughing remember all that you’ve done,
there’s a bird is singing on the tree,
I’m so happy that i love you with no wonder,
and i promise never break away.”
I’m laughing remember all that you’ve done,
there’s a bird is singing on the tree,
I’m so happy that i love you with no wonder,
and i promise never break away.”
Dan
dia mengikuti dengan sepenuh hati. Dengan semua perasaan yang ada sejak bertemu
cowok yang dia rangkul sekarang.
“My love is true.
there’s a long way to go,
there’s a long day to know.
there’s a long way to go,
there’s a long day to know.
My love is true,
I love you just as you,
And please, don’t be gonna somebody new.”
I love you just as you,
And please, don’t be gonna somebody new.”
*Bara Band – My
love is true.
♥
♥
Karen.
Karen
setengah berlari masuk dalam kantornya. Dia tak boleh terlambat atau pagi
harinya akan diawali keributan antara dia dengan bos sekaligus sahabatnya,
Fernando Hayman, habis – habisan. Yah, kalau urusan pekerjaan, Sahabat galaunya
satu itu memasang wajah dia adalah Direktur Utama The Hayman Company yang
paling susah ditemui dan dirinya adalah sekretaris pribadi yang sibuk
mengangkat telpon dan membuat janji klien – klien bisnis sahabatnya itu sekaligus
menghalau beberapa wanita kelebihan hormon yang mendekati bos tampannya itu.
Yah,
kalau diingat – ingat beberapa tahun lalu, dia termasuk beberapa cewek
kelebihan hormon itu. menggoda Ando dengan segala pesona dan harus mengaku
kalah karna suatu alasan.
Kakaknya.
Karen
melangkah masuk dalam lift dengan anggun dan wajah seksinya yang semakin
menggoda untuk dilirik, dan menekan tombol 16. Lantai paling atas tempat dia
dan Ando bekerja dan dipisahkan sekat tipis.
Yah
hanya berdua.
Seandainya
dia masih termasuk golongan wanita labil kelebihan hormon yang mengejar Ando,
maka sudah dari dulu dia akan menggodanya dengan seluruh pesona agar Ando
takluk. Tapi, dia takkan melakukannya. Ando adalah sahabatnya. Itu saja.
Lagipula
sahabatnya itu masih menunggu seseorang yang tak tau kapan pulang.
Dia
mendesah berat menyadari bahwa 6 tahun berlalu, Ando masih menunggu Lista yang
bahkan dirinya sendiri sangsi apakah cewek itu mau menginjakkan kaki ke
Indonesia atau mencari pengganti sahabatnya di Jerman sana. Yah, sahabatnya
satu itu terlalu mencintai Lista, mantan pacar kakaknya yang dengan tega
menghancurkan tanpa ampun.
Pintu
lift terbuka membuat khayalan Karen buyar. Dia merapikan baju kerjanya yang
berwarna merah dengan rok 10 cm di atas lutut, sepatu hak 5cm, rambutnya yang
ikal tergerai dan senyumnya yang cantik serta wajah dan sorot matanya seksi
itu, semakin menyempurnakan penampilannya hari ini. Dengan senang dia melangkah
keluar lift sambil menjinjing tasnya ketika melihat Ando, bos galaknya itu tak
terlihat.
“Telat
10 menit. Kemana aja lo?” Baru saja Karen duduk dengan tenang karna tak
melihatnya. Tau – tau Ando sudah berdiri di depannya dengan kening berkerut.
Wajahnya yang semakin tampan di umurnya yang 24 tahun, senyum yang sekarang
jarang dimunculkannya setelah hari itu, tatapan mata hitam kelam semakin tajam
walau sudah terbingkai kacamata, badannya yang tinggi dan gagah saat mengenakan
jas hitam dengan dasi dan kemeja yang mahal, serta pesona direktur muda yang
sukses memancar kuat dalam dirinya. menutupi aroma patah hati yang hanya
dirinya dan sahabat – sahabatnya saja yang tau.
“Macet
di jalan, Ndo.” Karen membuka komputernya dan mulai mengetik laporan – laporan
yang menggunung di mejanya. Mengabaikan Ando yang menatapnya intens sekarang.
“Ehm...”
Deheman Ando yang meletakkan kedua tangannya di atas meja sebagai penopang
tubuhnya. membuat Karen menoleh ke arahnya, “Apa?”
“Kita
di kantor loh, Karen.”
Sadar
dimana letak kesalahannya, Karen nyengir. “Lo duluan yang panggil sebutan lo –
gue. Jangan salahin gue kalau ikut – ikutan.
Kan gue ikutin bos.” Karen menatapnya dengan tatapan menggoda dan
berdiri. “Oke, Pak Fernando Hayman, CEO The Hayman Company, CEO termuda sepanjang
dunia perbisnisan karna sudah membawa usahanya ke luar negeri dalam umur 21
tahun. Umur yang terlalu muda untuk memimpin sebuah perusahaan besar beserta
anak – anaknya yang lain. yang digilai semua wanita labil hingga merepotkan
asisten pribadinya untuk mengusir mereka semua.
Baik secara halus, atau terpaksa merubah diri menjadi singa betina
kebakaran jenggot.” Ucapnya panjang lebar membuat Ando tertawa.
“Gak
usah segitunya juga nyebutin karier gue. Hahaha... dan setau gue, Singa gak punya jenggot untuk dibakar,
Ren.”
“Tuh,
kan! pake lo – gue lagi! Gue bilang juga...” Ucapannya terhenti ketika Ando
mulai berdehem lagi. Membuatnya manyun. “Iya, Pak Fernando Hayman. Maafkan
sekretaris pribadimu ini yang lancang karena berbicara seolah saling kenal
lama.” Ucapnya sambil mencebik. Membuat Ando nyengir lebar. Cengiran yang
membuat Karen tersenyum.
Setidaknya
sahabatnya yang satu ini tau bagaimana caranya bahagia dalam hal kecil.
Melihat
beberapa karyawan dan direksi sudah masuk dan menyapa mereka berdua, Ando
langsung berdehem sekali lagi dan menatap Karen tajam. “Kamu hari ini ikut saya
ke Rapat Direksi.” Begitu saja perintah Ando yang berubah menjadi bos super
dingin pada karyawan, tapi kalau sudah tersenyum, dijamin karyawan disini akan
bergosip heboh dibalik kubikel atau toilet cewek.
“Baik
Pak Ando saya akan siapkan berkas – berkasnya.” Kadang Karen tertawa sendiri dalam
hati bahwa statusnya dibawah Ando sekarang. Tapi dia kagum dengannya yang tau
dimana bisa menunjukkan bahwa dia atasan, dan dimana dia menempatkan diri
sebagai sahabatnya dan lupakan ego bossy.
Ando
mengangguk dan berjalan ke arah ruangannya. Dan beberapa kali Karen melihatnya
dia tersenyum tipis ketika beberapa karyawannya menyapa sebelum badan tegap itu
menghilang dibalik pintu dan tenggelam dengan pekerjaannya.
♥
♥
I’ll Remember
you.
Ando
menatap foto Lista yang ada di meja kerjanya. Foto mereka terakhir saat di Bali
sebelum semuanya menjadi seperti ini. 6 tahun berlalu, namun dia masih saja
mengingat setiap detik bersama Lista yang kadang marah hingga dia
harusmembujuknya, bersabar ekstra untuk tak ikut keras kepala, walau lebih
banyak gagalnya daripada suksesnya kalau sudah seperti ini. Tapi, setelah 8
bulan dia menjalaninya sebagai pacar bohongan, hubungan inilah yang dicarinya.
Bukan hubungan dia mendominasi dan cewek mengekor, tapi sama – sama punya
pendapat walau akhirnya bertengkar.
Ando
melepas kacamatanya dan membuka laci kerjanya lalu mengambil kamera pemberian
Lista saat dia ulang tahun. Bahkan, disaat gadis itu berulang tahun pun dia tak
sempat memberikan apa – apa karna Lista keburu lari ke Jerman. Bahkan di saat
inipun, dia merasa digantung oleh pernyataan cintanya yang tak dibalas.
“Lo
serius nunggu dia, Ndo? Bukannya gue menghasut lo yah, tapi lo harus ingat, Lista gak tau kapan pulang. kedua
kakaknya saja tak tau apa rencana dia di Jerman selain melarikan diri,
bagaimana kalau dia tak balik lagi, atau sekali pulang, dia bawa pasangannya
untuk menikah disini? Kalau sudah begini, gimana hati lo, Ndo?” Ucapan
Karen yang lumayan menyentil itu dibenarkan dalam hati. Kalau sudah begini,
bagaimana nasib hatinya? ikhlas Lista bahagia walau bukan dirinya yang
melakukan?
Dia
tersenyum sinis memikirkan kemungkinan itu. Tidak.
Dia tidak ikhlas.
Ando
meletakkan kamera polaroid itu dengan hati – hati di lacinya lalu berjalan ke
arah jendela yang menampilkan kota Bandung dari atas sini. Tempatnya berpijak
sekarang. Pelarian akan patah hati ditinggalkan Lista membuatnya seperti orang
gila sekarang. Bekerja siang – malam sampai lupa makan kalau saja Lily,
keponakannya yang sekarang berumur 13 tahun, tidak mengomel bahkan menyuapinya
makan walau marah – marah tak jelas dan bibir tipisnya manyun. Membuatnya
tertawa.
“Kira
– kira dia ingat gak sama gue?” Hatinya kadang bertanya dikala sepi menerpa.
Membuatnya kadang menjawab dengan angkat bahu atau memilih menyibukkan diri.
Tapi, ketika minggu lalu dia bertemu dengan Jayden di sebuah Cafee dan melihat
pacar sahabatnya, Rere menyanyikan sebuah lagu dengan suaranya yang khas,
membuatnya terdiam. lagu itu adalah cermin pertanyaan hatinya yang menggantung.
Meminta jawaban melalui waktu yang entah sampai kapan akan ditunggunya agar dia
mendapatkannya.
“I will remember
you,
Will you remember me?,
Don't let your life pass you by,
Weep not for the memories.”
Will you remember me?,
Don't let your life pass you by,
Weep not for the memories.”
*Sarah McLachlan – I will remember.
Suara ketukan di pintu membuyarkan
lamunan Ando. dia melirik pintu dan melihat Karen berdiri sambil memegang
berkas – berkas. Senyum menggodanya ketika melihatnya tak jua hilang meski
mereka bersahabat. Sepertinya itu sudah menjadi ciri khas seorang Karenina.
“Ayoo..
Ando. Lo kesambet baru tau rasa.” Karen kadang lupa, atau pura – pura lupa
statusnya apabila mereka berdua saja di dalam ruangan. Dia tak mempermasalahkan
sbenarnya, Cuma dia tak ingin karyawan mendengar lalu menyimpulkan aneh – aneh
tentang dirinya dan Karen.
“Sebentar.”
Ando mengambil kacamatanya yang tergeletak di meja dan melangkah keluar diikuti
Karen di belakang.
♥
♥
Bian – Lyesha.
Lyesha
menunggu dengan tak sabar di cafee tempat mereka bertemu. Dia tau Bian
sangat sibuk saat ini, dan dirinya pun juga sibuk. tapi dia ingin kejelasan.
Dia tak tahan lagi.
Bian
mendadak menjauh tanpa alasan.
Oke,
mungkin ini berlebihan sekarang. Tapi dia sama sekali tak tau kenapa.
Terlalu mendadak. Tanpa kesalahan, tanpa alasan, tau – tau menjauh perlahan.
Dimulai dari jarang menelpon, kalaupun menelpon, itupun lebih sekedar basa –
basi. Kalau urusan kirim pesan, jangan ditanya lagi.
Tak
ada lagi pesan – pesan manis yang selalu muncul diponselnya.
Lyesha
menghela napas berat dan melirik pintu kafe terbuka pelan. Dia melihat Bian
masuk dengan kemeja putihnya yang digulung sampai siku, jalannya yang santai
ketika melangkah ke arahnya dan tersenyum. Tapi dia tau,
Senyum
itu tak sampai ke matanya. Hanya pemanis di bibir semata.
“Sudah
lama?” Bian duduk di depannya dan menatap dirinya yang menggeleng. “Ada apa,
Lyesha?”
“Aku
yang seharusnya bertanya, Bian. kamu yang kenapa? Tau – tau menghilang tanpa
alasan. Aku bingung.” Dia menghela napas dan menatap Bian yang hanya menatap buku
menu dan memilih memesan pesanannya ketika waiter datang dan menyerahkan
bukunya. Lalu menatap dirinya kembali.
“Tak
ada yang salah, Lyesha. Aku yang salah.” Jawaban dan wajah penyesalan Bian
membuatnya bingung.
Salah?
Salah dalam artian apa?
“Bian,”
Dia menyentuh tangan pacarnya dan mengelusnya lembut. “Kenapa? Kamu mau
cerita?”
Bian
menghela napas. Dia menatap Lyesha dan memegang tangannya. “Aku ... entahlah.
Akhir – akhir ini bertemu Jasmine di mimpi. Mengingatnya seperti melihatmu,
Lyesha. Tapi ...” Ucapan Bian terhenti ketika Lyesha spontan menarik tangannya
dan menatapnya seolah terluka
“Ketika
melihatku, kau seperti melihat Jasmine, begitu?” Suara Lyesha terdengar dingin
sekarang. “Aku kira kamu sudah bisa melihat diriku seperti Lyesha. Bukan
melihatku karna mirip Jasmine, mantan pacarmu yang kulihat lewat foto. Kamu
tau, Bian, bersamamu selama 6 tahun, aku sudah melupakan sosok Raya yang bahkan
lebih lama dari kamu. Tapi kenapa, kamu gak bisa lihat aku sebagai Lyesha? Apa
artinya hubungan 6 tahun ini kalau kamu Cuma lihat aku pengganti Jasmine?
Sedangkan aku melihat kamu sebagai Bian, bukan sebagai siapa – siapa!” Dia
menarik tangannya ketika Bian menyentuhnya lagi. Hatinya sakit luar biasa.
Dia
melihat Bian selama ini sebagai dirinya sendiri. dia sendiripun pernah
memimpikan Raya, Cuma dia anggap sebagai kenangan indah yang tak pantas untuk
diungkitnya kembali karna dia harus melanjutkan hidup. Tapi kenapa Bian tak
bisa? kenapa?
Lalu,
apa artinya hubungan selama ini kalau dia dilihat karna mirip seseorang yang
sudah mati? Bukan sebagai dirinya yang hidup, dan bernapas di dunia ini?
“Bian
...” Dia menggigit bibirnya dan menahan mati – matian agar tak menangis di
depannya. “Mungkin, tidak seharusnya kita berhubungan lama seperti ini kalau
kamu ternyata menganggap aku pengganti doang.” Lyesha masih menatap Bian yang
terdiam. dalam hati dia menunggu kalimat yang keluar dari mulutnya. Tapi yang
ada dia hanya bungkam. Membuat hatinya semakin sakit. “Aku pergi dulu.” Dia
berdiri dari duduknya dan berjalan melewati Bian, namun tangannya ditarik
pelan. “Lyesha, aku ...”
“Gak
usah ngomong. Kamu gak tau aku sakit disini, Bian.” Dia menunjuk dadanya dengan
mata berlinang. “Pengakuan kamu itu seperti membuatku merasa terbodohi selama 6
tahun! Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, aku melihat kamu apadanya,
bukan seperti pengganti siapa – siapa! Tapi...” Dia terdiam dan merasakan air
mata menetes sekarang membasahi wajahnya. dia tak peduli. Biar saja Bian
melihatnya menangis sekarang.
“Kenapa
kamu tak bisa melihat itu seperti aku melihatmu, Bian?”
♥
♥
“Kenapa kamu tak bisa melihat itu seperti
aku melihatmu, Bian?” Ucapan itu terngiang lagi dan serasa menonjok
hatinya. tatapan mata Lyesha, air mata yang menetes dan akhirnya cewek itu
pergi meninggalkannya tanpa membiarkan dirinya bicara sepatah katapun.
Membuatnya lesu sampai pulang kerumah.
Suara
tanda ada panggilan berbunyi nyaring di laptopnya. Dia membuka skype dan
melihat Lista, adiknya menelpon. Dia mencocokkan jam di kamarnya yang
menunjukkan pukul 08.00 malam dan di Jerman dia yakin pukul 12 siang. Di musim
dingin sekarang, siang atau malam takkan ada bedanya di Jerman. Dia menekan
tombol call dan melihat adik cantiknya, Lista, dengan rambut terurai
panjang berwarna coklat kayu yang berpendar cantik apabila terkena sinar
matahari, sedang mengenakan syal
berwarna hijau yang melilit hangat lehernya, jaket tebal melindungi tubuhnya,
dan senyum manis yang disukainya, pernah
hilang karna masalah itu, kini hadir lagi menghiasi wajahnya. rupanya keputusan
melarikan diri tak buruk juga.
“Ada
apa, Lis, nelpon? Kangen sama kakak ganteng lo ini?” Ucapannya membuat Lista
mencibir. Dan dia tertawa terbahak – bahak. “Gue baru baca email lo, kak
soal Lyesha. Ckckck... lo bilang dia mirip Jasmine tepat dihadapannya? Hebat..”
Entah prihatin atau mengejek, Lista malah bertepuk tangan dan membuat Bian
gemas ingin mencubit pipi adiknya yang bersemu merah itu.
“Ngeledek,
dek?” Dia melirik adiknya yang tersenyum manis sambil melirik jendela
apartemennya, lalu menatap kearahnya kembali. “Gak kok kak. Gue bingung aja isi
hati lo itu.”
“Gue
juga, dek.” Bian tertunduk lesu. “Gue berusaha menganggap di depan gue adalah
Lyesha dan meyakini dalam hati kalau Jasmine sudah tersenyum di alam sana. Tapi
ntah kenapa, gue gak bisa lakuin itu. dan parahnya lagi, kehadiran Jasmine di
mimpi gue memperburuk keadaan. Gue jadi merasa bersalah.”
“Kak...”
dia melihat Lista menatap dirinya serius sekarang. Adiknya yang menderita penyakit Heterochromina
Iridium, penyakit genetik yang
membuat kedua warna bola matanya berbeda. Warna hijau di mata Lista sebelah
kiri lebih pudar daripada sebelah kanannya yang lebih menonjol. Dan dia baru
menyadari sekarang setelah melihat lebih dekat, ada lingkaran coklat terang,
seperti warna mata mamanya, melingkar di kedua bola mata Lista, seolah
melindungi warna hijau yang indah itu. “Dek, gue baru sadar kalau warna mata
mama melingkar di bola mata lo. cantik.”
“Gue
udah dari dulu sadar kak kalau mata gue aneh sendiri.” Lista tertawa dan
keningnya berkerut seperti memikirkan sesuatu. “Begini, kak. Coba lo ingat –
ingat momen dimana lo liat kak Lyesha sebagai dirinya sendiri. bukan sebagai
pengganti Jasmine. Gue tau kak lo pasti memiliki kenangan itu. ingat kenapa lo
mengajak kak Lyesha berpacaran, apakah karna dia mirip kak Jasmine, atau karna
hal lain. mungkin lo Cuma kaget, kak dengan kehadiran kak Jasmine di mimpi lo,
makanya menjadi seperti ini.” dan Bian mengangguk membenarkan. Di mimpinya
sendiri, Jasmine tak memasang wajah kecewa karna tau dia menemukan
penggantinya, malah tersenyum bahagia.
“Gue
seperti melanggar janji sendiri, Lis.”
“Gak
, kak. Lo pantas bahagia. Gue yakin andaikan kak Jasmine bisa ngomong sekarang,
dia akan menyuruh lo melanggar janji yang dibuat sendiri itu untuk bersama kak
Lyesha. Dia hanya ingin lo bahagia, kak. Meski bukan dirinya yang membahagiakan
lo.”
“Kenapa
omongan lo jadi mirip dengan Jasmine, Lis?”
Lista
sejenak terdiam. Diketuknya jari diatas meja. Matanya berkedip kemudian tersenyum
miring. “Seharusnya gue bilang ini dari dulu, kak.” Dia tertunduk dan
meneruskan ucapannya tanpa menatap kakaknya, “Kak Jasmine dulu pernah bilang
ama gue dan kak Rika di malam dia meninggal itu, kalau seandainya dia pergi
suatu saat nanti, dia ingin kakak menemukan pengganti dirinya dan bahagia lebih
dari kakak bahagia dengan dirinya. dia merasa umurnya tak lama lagi waktu itu.
Dia mencintai kakak, ingin bersama kakak, tapi waktu tak mengijinkan dan dia
ikhlas, kak. Dia hanya ingin kakak bahagia, dengan siapapun orangnya. Asal
orang itu kakak cintai. Dan ketika kakak mengenalkan kak Lyesha sama gue dan
kak Erika, kakak gak tau gimana senangnya hati kami karna melihat kakak
tersenyum seperti dulu. Dan gue yakin, kak Jasmine pasti akan tersenyum diatas
sana kak. Bukan sedih.” Penjelasan Lista panjang lebar membuatnya terdiam.
“Aku
bahagia bisa mencintai wanita berhati malaikat sepertimu, Jasmine.”
“Kak...”
Merasakan tak ada jawaban, dia mendongkakkan wajahnya dan melihat kakaknya
terdiam. “say something, brother.”
Bian
tersenyum melihat adiknya menatap cemas. “Iya, dek. Makasih udah memberikan gue
pencerahan kesekian kalinya. Gue tau apa yang harus gue lakuin. Thanks,
dek.”
Lista
tersenyum mendengarnya. “anytime. Kak.”
“Lis...”
“Iyaa...”
“Kapan
pulang?”
Pertanyaan
itu membuat Lista terdiam. kapan pulang? Dia sendiripun tak tau kapan
pulang. Hatinya kadang ingin kembali, tapi raganya tak sanggup menginjakkan
kaki kesana.
Dan
tak sanggup bertemu dengannya.
“Gue
masih betah disini, kak. Ada Steven yang menemani gue dan kadang nginap disini.
Jadi bikin kerasaan.”
“Steven
menginap di apartemen lo?!” Teriakan Bian shock dijawab anggukan oleh
Lista. “Kenapa? Dia kan punya apartemen yang bersebelahan dengan lo, dek!”
“Dia
pengen temanin gue, kak. Karna gue kadang kesepian, yaudah gue iyain aja. Dan
sekarang dia tidur tuh di kamar.”
“Kalian
gak ...” Bian menatapnya curiga. Dan Lista tertawa melihat tatapan kakaknya
itu. “Ya gak dong kak! Kami gak kayak orang barat lainnya yang tidur satu kamar
tanpa ikatan. Tapi... pernah sih dia tidur dikamar gue waktu itu dan...”
“Dan
apa, Elista?” Bian menyipitkan matanya curiga. Kalau sampai terjadi sesuatu tak
diinginkan, dia akan terbang ke Jerman saat ini juga dan minta penjelasan oleh
Steven. Biar keluarganya multi bangsa dalam segala hal, tapi dirinya menjunjung
tinggi adat ketimuran.
“Dan
gak terjadi apa – apa, kak. Kami Cuma tidur berdua, besok pagi saling melirik
dan tertawa bersama. Gak terjadi seperti yang lo pikirin, kak. Percaya deh.”
Lista tertawa melihat wajah serius kakaknya itu. seperti wajah papahnya yang
selalu tegak dan melirik tajam bila
mendengar hal tak beres.
“Elista...”
Dia menatap adiknya itu dengan sayang. “Kalau lo gak jujur dengan kak Rika itu
gak papa, tapi setidaknya lo bisa jujur sama gue. Lo pacaran dengan Steven?
Sepupu jauh kita yang kebetulan anak tante Jihan, mantan pacar papah kita?”
Lista
terkikik geli mendengar nada interogasi kakaknya itu. dia mengedipkan mata.
“Menurut kakak?” Dia bertanya balik dan tertawa terbahak – bahak melihat
kakaknya mengacak rambut frustasi. “Mana gue tau, Elista! Makanya gue nanya
lo!”
“Dia
memang ada nyatain cinta sama gue, kak. Tapi...” Dia berhenti tertawa dan
tersenyum. Membuat Bian bingung melihat senyum adiknya itu.
Kenapa
terlihat sedih?
“Gue
gak bisa menerimanya. Gue bilang kalau di Indonesia, ada yang menunggu meski
gue bilang gak usah. Dan dia bilang sama gue, kalau orang yang menunggu itu
melupakan gue dan menemukan penggantinya, apa yang gue lakuin? Gue jawab aja,
mungkin menghilang lagi sambil berdoa semoga hati gue bisa terbuka seperti dia
yang membuka hatinya untuk wanita lain. dan dia bilang, akan menunggu hari itu,
kak.” Terdengar nada getir ketika Lista mengucapkannya. Membuat Bian serasa
ingin kesana saat ini juga untuk mengelus rambutnya dan memeluk erat.
“Kak,
udah dulu, yah. Lista mau kuliah dulu nih. Salam buat mama dan papah, yah.”
Lista memutuskan untuk berhenti, tapi ucapan kakaknya membuatnya terhenti.
“Gue
ketemu Ando kemarin.” Ucapan itu membuatnya beku. Ingin rasanya dia
memborbardir kakaknya dengan pertanyaan. Menanyakan kabar seseorang yang kadang
dipanggilnya dalam tidur lelapnya dan membuatnya terbangun dengan napas
terengah – engah.
Dia
merindukannya. Bahkan ketika di alam mimpi.
“Dia
sekarang menjadi CEO tersukses dan termuda di dunia bisnis. umur 24 tahun sudah
memegang semua perusahaan keluarganya dengan luar biasa, tapi gue lihat dia tak
bahagia. Dia menanyakan kabar lo.”
“Terus,
kak? Lista berusaha biasa saja. Tapi hatinya serasa ingin berteriak untuk
bertanya lebih.
Apakah
dia baik – baik saja, kak? Apakah saat itu dia menggandeng cewek lain dan
bilang itu pacarnya? Pertanyaan terakhir hatinya itu membuatnya seperti
diiris – iris.
Dia
tak sanggup menerima jawaban itu.
“Gue
bilang lo baik – baik saja dan sedang mengambil kuliah jurusan Psikologi di
Jerman. Dia seperti ingin bertanya banyak, tapi kemudian dia bilang nitip salam
sama lo dan berlalu pergi. gitu doang.”
“Oh...
kalau lo ketemu dia, kak, bilang aja gue nitip salam.”
“Kenapa
gak lo sendiri yang nyamperin salam itu?” Lista mendengar bunyi bip di list
chat skype – nya, dia membukanya dan seketika terdiam.
Kakaknya mengirim alamat email Ando.
“Kak...”
“Itu
e- mail Ando. gue yang minta
kemaren dan bilang kalau – kalau lo pengen hubungin, dia dengan semangat
langsung memberikan alamatnya. Lis, kalau lo sayang dengan dia, pulang. Waktu
melarikan diri sudah habis. Dia menunggu lo, lo menunggu dia. Tapi tak ada yang
memulainya. Gue tanya sama lo, dek. Sampai kapan berada di Jerman? Sampai lo
dan dia menjadi kakek – nenek tanpa pasangan?”
Lista tersenyum mendengar pertanyaan kakaknya dan dengan berat hati, menghapus
alamat email Ando.
Dia
tak sanggup memulainya. Dia sudah terlalu nyaman dengan semua ini walau kadang,
tak bisa membohongi hatinya kadang merindu. kalau sudah begitu, dia akan
memutar semua video tentang kebersamaan mereka di Bali saat masih sekolah dulu yang
dibawanya, berulang kali dan membiarkan dirinya menangis kemudian dipeluk erat
oleh Steven, cowok yang tulus mencintainya, tapi dia tak bisa mencintai balik.
“Sampai
ada suatu kejadian dimana gue harus pulang ke Indonesia, kak.”
Jawaban
adiknya membuat Bian tersenyum. “Gue akan menantikan hari itu, dek. Udah dulu
yah, lo mau kuliah, kan?” Tanyanya dan Lista menjawab, “Iya, kak. Gue end
call yah. bye.” Lista langsung menekan tombol end ketika
wajah kakaknya tak terlihat lagi lalu menatap foto mereka yang sedang tersenyum
saat berada di Bali, di tengah pantai Lovina bersama lumba – lumba yang
mengelilingi mereka. Membuatnya tersenyum ketika teringat kejadian itu dan
mengelus fotonya dengan sayang.
“Gue
kangen lo, Ando.”
♥
♥
Lyesha
terdiam ketika sebuah pesan masuk saat dia masih bekerja. Pesan pertama kalinya
setelah hampir dua bulan mereka tak berhubungan sama sekali sejak pengakuan
itu. dan kini, Bian ada disini, di rumah sakit dan menunggunya di tempat biasa.
Tempat
dimana dulu mereka saling menjalin cerita sebelum akhirnya menjadi simpul yang
kuat, bila dilihat dari luar. Tapi rapuh di dalam.
Lyesha
mendesah dan memutuskan nanti saja menemuinya. Toh, dia masih ada urusan yang
tak bisa ditinggalkan sebagai perawat.
♥
♥
Bian tak tahan lagi menunggu selama dua jam
tanpa kepastian di cafetaria tempat dia bertemu dengan Lyesha. Dia
memutuskan masuk ke dalam Rumah sakit, melangkahkan kaki ke Poli kandungan
dengan tenang, dan melihat Lyesha sedang tertawa dengan temannya di ruang
informasi. Ketika gadis itu melihatnya tanpa sengaja, dia terdiam dan berbicara
sesuatu pada temannya lalu menghampiri dirinya.
“Kita
kemana?” Tanya Lyesha berdiri di sampingnya sekarang. Tapi tak menatapnya.
Bian
langsung menggenggam tangannya erat ketika dirasa ada penolakan. “Ikut aku.”
Ucapnya tegas khas Dokter tak ingin dibantah. Membuat Lyesha mencebik dan
mengikuti kemana Bian membawanya.
♥
♥
Kau
bukan pengganti siapa – siapa, dan takkan pernah menggantikan siapa – siapa.
Ucapan Bian membuatnya terdiam. tatapan penuh
sorot minta maaf membuatnya hampir luruh kalau saja tak ingat bagaimana
perasaanya yang sakit ketika mendengar dia dibandingkan dengan mantan pacarnya
yang sudah di alam sana.
“Kamu
udah pernah bilang begitu, Bian. dan itu tak terbukti. Kamu anggap aku Jasmine,
aku tak pernah anggap kamu siapa – siapa. Apa arti semua hubungan ini kalau
dari awal aku dianggap pengganti?” Suaranya terdengar serak ketika mengucapkan
itu. dan dirinya berusaha menahan air matanya agar tak membasahi kedua pipinya
dan semua pengunjung cafee tak kebingungan karnanya.
Bian
menghela napas berat. Bingung bagaimana meyakinkan Lyesha sekali lagi.
“Lyesha... Dulu, memang aku menganggapmu sebagai Jasmine.” Dan dia terdiam
ketika Lyesha semakin menundukkan kepalanya. “Tapi, semakin lama kita mengenal,
aku baru sadar kalau kamu bukan Jasmine. Kamu adalah kamu. Yang kadang ceroboh,
kadang badmood sendiri tanpa alasan, dan pikiran kamu suka ngelantur
kemana – mana bila banyak kerjaan. dan aku mencintai semua itu, Lyesha. Aku
minta maaf kalau ini terlambat. Tapi, 6 tahun aku bersama kamu, dan 2 bulan tak
berhubungan karna masalah ini, aku sadar. Aku tak bisa lebih lama lagi untuk
kehilangan kamu dengan semua sifat yang aku kenal. Adikku, Lista, pernah
bilang, Jika kamu mencintai seseorang, lalu kalian hidup bersama dan
kemudian, kamu mencintai orang lain. maka tinggalkanlah seseorang itu dan
pilihlah orang yang kau cinta. Karna jika kau mencintai orang pertama, kau
takkan jatuh cinta dengan orang kedua. Itu yang aku rasain sekarang. Aku
mencintai Jasmine sampai dia mati, dan aku bertemu denganmu lalu memilhmu.
Artinya...
Aku
serius dengan perasaanku dan tak melihatmu sebagai pengganti, Lyesha.
Takkan pernah lagi.”
Lyesha
mendongkakkan wajahnya dan melihat Bian. mencari keseriusan di mata hijau toska
yang sangat dicintainya itu. matanya berpendar tajam dan serius. Tanda ucapan
tak main – main. Membuatnya terdiam. “Kamu serius dengan semua ucapanmu, Bian?
aku gak mau sakit dua kali karna masalah yang sama. Kalau kamu tak yakin dengan
semuanya, mending...” Dia terdiam. hatinya meneriakkan satu solusi bagus. Tapi
berpotensi menghancurkan diri hingga berkeping – keping.
“Kita
akhiri saja semuanya, Bian.”
Dia
melihat cowok itu menghela napas lalu berdiri dari duduknya, berjalan ke
arahnya pelan dan...
Berlutut
di depannya! Di hadapan semua pengunjung cafee!
“Bian..
bian, apa yang kamu lakukan? Berdiri, berdiri..” Dia kelabakan dan berdiri
sambil menarik Bian untuk menghentikan aksi konyolnya yang mengundang tatapan
penuh tau oleh semua pengunjung cafee.
Bian
tersenyum melihat wajah pacarnya memerah. well, kalau dia tak bisa
diyakinkan dengan kata – kata, mungkin tindakan cukup ampuh.
Bian
mengeluarkan sesuatu dari celananya dan membuka kotak beludru biru yang sangat
indah itu tepat di hadapan Lyesha yang menutup mulutnya dan melotot ke arahnya
ketika melihat isi dari kotak itu.
“Lyesha...
kalau aku tak yakin dengan semua yang aku ucapin, aku takkan melakukan hal ini.
Lyesha Anindya,” Dia menatap gadis itu yang hampir menangis karna perlakuan
romantisnya. Well, saran papahnya untuk urusan seperti ini ternyata
sangat manjur.
“Hari ini
sayang,
Sangat penting bagiku,
Kau jawaban yang aku cari,
Kisah hari ini kan kubagi denganmu,
Sangat penting bagiku,
Kau jawaban yang aku cari,
Kisah hari ini kan kubagi denganmu,
Dengarlah
sayang kali ini,
Permintaanku padamu.”
Permintaanku padamu.”
“Maukah
kau menikah denganku? Menjadi wanita yang pertama kali ku lihat di saat ku
terbangun, dan menjadi wanita terakhir sebelum ku bermimpi indah di malam hari?
Menjadi Nyonya Pradipta ku seorang? Untuk seumur hidup?”
“Dan
dengarlah sayangku,
Aku mohon kau menikah denganku,
Ya.. hiduplah denganku,
Berbagi kisah hidup berdua.”
Aku mohon kau menikah denganku,
Ya.. hiduplah denganku,
Berbagi kisah hidup berdua.”
*Glen
Fredly – kisah romantis
Lyesha
shock mendengar ucapan romantis dari Bian. cowok yang dicintainya, yang
akan selalu dicintainya, dan mencintainya. dan dengan sangat yakin, menghapus
semua keraguan di hati, dia tersenyum lebar dengan air mata membasahi pipinya
dan mengangguk.
“Aku
mau, Bian.”
“Cause
every time before it's been like maybe yes and maybe no,
I can't live without it, I can't let it go,
Ooh what did I get myself into?
You make we wanna say ...,
I can't live without it, I can't let it go,
Ooh what did I get myself into?
You make we wanna say ...,
I do.”
*colbie
Calliat – I do.
Bian berdiri dari posisinya, mengeluarkan cincin turun
– temurun dari keluarga papahnya dan memasangkannya dengan penuh cinta ke jari
manis Lyesha yang menatapnya, lalu
mengecup bibirnya. Untuk pertama kalinya selama 6 tahun ini. Dan dia mendengar
semua pengunjung cafee saat itu
bertepuk tangan meriah ke arah mereka.
“Aku
mencintaimu, Lyesha Anindya. Sebagai dirimu.”
Elista.
Dia
bernyanyi sendiri di apartemennya yang lumayan besar untuk ditinggal sendiri.
sekarang musim panas menerpa kota Jerman dengan indah setelah musim dingin yang
begitu menggigit tulang hingga dia hiportemia untuk kesekian kali dan membuat
Steven, dengan senang hati tinggal diapartemennya untuk sementara.
Steven.
Yah, cowok itu memang mencintainya. tapi dia tidak bisa. tidak bisa
membalasnya.
Terdengar
suara pintu diketuk pelan. Membuat Lista meletakkan gelasnya di meja makan,
mengikat rambut panjangnya dengan asal, dan berjalan ke arah pintu dengan
senang.
“Pasti
kak Erika datang.” Dia tersenyum membayangkan kakaknya, Erika akan berdiri dimuka pintu bersama Mikail, suaminya
dan Fransisco Boulanger di, Keponakan lucunya yang berada digendongan kakaknya,
yang baru berumur 3 bulan. Tatapan mata coklat terang polos setiap melihatnya,
pipinya yang tembam kemerahan membuatnya gemas untuk mencubit dan badannya yang
montok sangat berat untuk digendong. Tapi dia menyukainya. Dan kakaknya, jangan
ditanya. Semakin cantik saja setelah menikah dan mempunyai anak. Matanya
berpendar bahagia setiap melihat suaminya terkadang membuatnya iri. Namun
berhasil ditepisnya.
Toh
dia sudah bahagia dengan apa yang dipilihnya.
Pintu
terbuka dan dia melihat bukan kakaknya yang disini, tapi Steven. Dengan baju
kaos hitamnya dan membuat dadanya semakin bidang, celana jins panjang, rambut
pirang acak – acakan dan tatapan mata biru yang membiusnya serta lesung di
kedua pipinya. Membuatnya terpesona mengagumi kegantengan sepupu jauhnya itu.
“Eh,
Stev. Masuk.” Dia mempersilahkan cowok itu masuk dan menutup pintu. tatapannya
berkerut ketika cowok itu meletakkan sesuatu di atas meja.
Seperti
undangan
“Undangan
cantik. Siapa lagi keluarga kamu yang menikah, Stev?” Dia tersenyum sambil
membuka undangan berbungkus sampul berwarna emas dan merah itu. terlihat mahal.
“Salah
satu keluarga Palleazzo, Lis.” Dia tersenyum ketika Lista terpaku melihat
undangan itu.
Foto
undangan pernikahan kakaknya dan Lyesha yang tersenyum sambil memandang satu
sama lain dengan mesra. Membuatnya tersenyum dan melihat dimana lokasi
pernikahan itu.
Seketika
dia terdiam ketika membacanya.
“Pernikahannya
akan diadakan di indonesia, Lista. 3 bulan lagi. Kamu pulang, atau...” Dia
terdiam ketika melihat Lista hanya diam menatapnya. Tatapannya tak terbaca
“Atau
disini saja?”
Bukan
masalah uang yang akan dikeluarkannya untuk pulang. Tidak. Bukan masalah itu.
Tapi
ini masalah hatinya.
“Pulang?”
Oke,
semuanya... selamat menunggu. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar