Lista
terdiam di ruang kerja. Semenjak kedatangan undangan pernikahan kakaknya
beberapa bulan lalu, hatinya berbisik untuk memesan tiket pulang ke Indonesia
saat ini juga dan memutuskan kerja disana.
Tapi dia tak bisa melakukannya.
Dia menghela napas dan menyandarkan punggung kekursi.
Matanya menatap langit – langit ruangan yang didominasi warna putih dan lampu
berbentuk minimalis. Bentuk kesukaannya.
“Gue pulang atau stay yah?” Dia
menghela napas sekali lagi. Baru 3 tahun dia bekerja disini sebagai Psikiater
di rumah sakit ternama di Berlin, Jerman yang jaraknya tak jauh dari apartemen
dia tinggal. Masa ditinggal pergi?
Dia berdiri dari duduknya dan
melangkah ke arah jendela sebesar dinding itu dan melirik ke bawah. Sekarang kota
Berlin mengalami musim semi. Bunga – bunga indah bermekaran dimana – mana, daun
mapple berguguran menimbulkan suasana damai dan dia melihat di bawah
tempatnya berpijak sekarang, taman dekat rumah sakit dipenuhi banyak orang yang
piknik dan beberapa di antaranya berciuman mesra. Yah, tradisi yang tak pernah
dilihatnya sewaktu di Indonesia, sekarang lumrah saja dilihat.
Bunyi bip di laptop berbunyi
nyaring. Dia terhenyak dan duduk di meja kembali dan membuka icon skype
yang berkedip – kedip dan menekan tombol call.
“Cieee.. yang sebentar lagi jadi pengantin baru..” Godanya ketika wajah kak Bian terlihat sangat berseri – seri. Pernikahan yang akan dilaksanakan tinggal menghitung hari itu membuat wajah kakaknya terlihat ceria dan semakin mudah tersenyum.
“Cieee.. yang sebentar lagi jadi pengantin baru..” Godanya ketika wajah kak Bian terlihat sangat berseri – seri. Pernikahan yang akan dilaksanakan tinggal menghitung hari itu membuat wajah kakaknya terlihat ceria dan semakin mudah tersenyum.
Tawa kak Bian membuat senyumnya
semakin lebar. Senang karna kakaknya akan menikah. “Apaan sih loh, dek—oh iya,
lo kapan pulang?” hela napasnya mendadak seberat mengangkat 1000 ton ketika
mendengar pertanyaan itu. dan dia hanya mengangkat bahu tanda tak tau.
“Lista...”
“Iya, kak?”
“Pulang deh. demi gue sekali aja. lo
gak kangen sama gue dan semua yang ada disini?” Suara penuh mohon itu
membuatnya dilema. Dia ingin pulang, sangat ingin mengingat sudah 7 tahun tak
pernah ke Indonesia sejak hari itu. tapi ...
Sudut hatinya yang tersembunyi
terlalu takut mengiyakan keinginannya,
Bagaimana kalau mereka bertemu lagi?
Kalau bertemu, apa yang mereka
lakukan? Saling mengucapkan “hai” seolah tak ada yang ditinggalkan dan
meninggalkan? Seolah dia pulang dari liburan, bukan dalam rangka melarikan
diri?
Oh Tuhan...
“Lo hobi banget melamun, dek sekarang.” Suara kakaknya
membuyarkan lamunan. dia nyengir kuda.
“Maaf kak, tadi gue kepikiran sesuatu hingga lupa kalau kita lagi skype-an.”
“Lo lagi sibuk, yah? kalau iya, ntar
aja kita sambung dek. See you.” Bian seolah paham apa yang dimaksud dari
“kepikiran sesuatu” memutuskan menghentikan percakapan karna Lista
dilihat seperti melanglang buana pikiran ke alam lain dengan tubuh tepat di
depannya.
“Kak...”
“Iya...”
“Kalau gue gak pulang, lo gimana?” Pertanyaan Lista membuatnya terdiam sejenak. Kecewa. Tentu saja. Tapi, dia tak bisa kan memaksakan kehendak mengingat keadaannya sekarang? Dia melirik sekilas ke arah sofa ketika ada seseorang yang baru masuk ke ruangannya ikut mendengarkan percakapan. Dia memberi isyarat, namun orang itu menggelengkan kepala dan menyuruhnya ntuk fokus. “Gue sih kecewa. Tapi, lo pasti punya alasan ntuk tak pulang yang mungkin gue gak tau. Lista, gue menghargai keputusann lo, apapun itu. karna itu keputusan yang lo buat penuh kesadaran dan lo tau konsekuennya. Gue sebagai kakak Cuma bisa menerima tanpa perlu maksa.”
“Iya...”
“Kalau gue gak pulang, lo gimana?” Pertanyaan Lista membuatnya terdiam sejenak. Kecewa. Tentu saja. Tapi, dia tak bisa kan memaksakan kehendak mengingat keadaannya sekarang? Dia melirik sekilas ke arah sofa ketika ada seseorang yang baru masuk ke ruangannya ikut mendengarkan percakapan. Dia memberi isyarat, namun orang itu menggelengkan kepala dan menyuruhnya ntuk fokus. “Gue sih kecewa. Tapi, lo pasti punya alasan ntuk tak pulang yang mungkin gue gak tau. Lista, gue menghargai keputusann lo, apapun itu. karna itu keputusan yang lo buat penuh kesadaran dan lo tau konsekuennya. Gue sebagai kakak Cuma bisa menerima tanpa perlu maksa.”
Lista tersenyum mendengarnya.
Separuh beban serasa terangkat dari hatinya. “Makasih, kak. Gue end call
yah.”
“Lista...” Panggilan kakaknya
membuat dia menghentikan gerakan pointer untuk menekan tombol merah.
“Pikirin keputusan lo baik – baik. Karna... bukan gue doang yang menunggu lo
pulang. Tapi dia juga. Jangan buat waktunya hilang sia – sia.” Bian melirik
tamu tak diundang itu yang mendesah kecewa lalu menekan tombol end call
dan membiarkan Lista larut dalam kebingungan.
Lista terdiam menatap layar
laptopnya kini terpajang fotonya dan Ando waktu mereka masih bersama. Dia
tersenyum miris dan mengambil telpon untuk menelpon seseorang.
“Stacy, Can you booking a ticket
for me?” Dia menelpon sahabatnya
yang bekerja di biro pemesanan tiket.
“Not Indonesian.” Dia
mendesah ketika kalimat itu berat diucapkan. “Verona City. Italy.”
“Italy? But why? Your handsome brother – and broke
my heart -- will married with another
girl and you with damn think –“ Omelan sahabatnya bagai gendang bertalu – talu bising di telinganya.
“Please, Stacy. Just send me ticket via email. Okay? No question, no complain
cause my ears will deaf if heard stufid things from you.”
“How long?” Pertanyaan bernada gerutu membuatnya
terdiam. berapa lama dia melarikan diri sekali lagi?
“I don’t know. Just booked one ticket for italy.
I’ll be call you if wanna come back.” Telpon pun terputus dan email seperti permintaannya datang. satu tiket pergi
ke Italy entah berapa hari dia pergi. setidaknya sampai kakaknya selesai
menikah baru dia akan pulang ke Jerman. Yah...
Dia takkan pulang. Seperti
janjinya 7 tahun yang lalu.
♥
♥
“Bagaimana?” Ando duduk diruangan Bian. dari
sini dia mendengar semua percakapan Lista dengan kakaknya itu. harapannya
seolah terhempas jatuh ke dasar lautan ketika gadis itu secara tersirat mengatakan
takkan pulang kesini.
Habis
sudah harapannya untuk menunggu selama 7 tahun. Karena semuanya sia – sia.
Bian
garuk – garuk kepala. Ia memang sering bertemu dengan Ando sejak adiknya pergi
itu. tapi dia tak menyangka kalau Ando datang saat dia berskype – an ria.
Seandainya pria itu mengiyakan lewat tatapan matanya, dia akan sukarela beralih
duduk dan membiarkannya bercakap – cakap dengan Lista.
“Dia
akan pulang kok. gak mungkin kan dia setega itu gak pulang hanya karna lo?”
“Apa
gue perlu nyusul ke Jerman ntuk ketemu dia?”
“Pekerjaan
lo bagaimana? Bukannya lo lagi concentrate untuk membuat resor di Raja
Ampat beserta konservasi untuk perlindungan biota laut yang lo cinta itu?” Bian
mengingatkan. Membuat Ando berdiri dari kursi tamu dan duduk di depannya kemudian menghempaskan diri di kursi. “Bisa gue
atur. Kan gue bos di perusahaan sendiri. terserah gue dong, kak.” Ando menatap
Bian dengan tatapan you–know–me penuh kilat percaya diri tinggi hingga mendekati
meremehkan. membuatnya berdecak. “Apa salah adek gue jadi punya pacar
yang segini pedenya?”
Ando
tertawa dan mendadak berdiri ketika ponselnya bernyanyi. Dia mengangkat dan
terdengar serentetan instruksi dengan nada tegas untuk anak buah sambil
memasukkan tangan kanannya dalam kantong celana, tatapan mata tajam ke arah
jendela dan kening berkerut seolah memikirkan solusi. Bian memperhatikan
semuanya dan entah kenapa tersenyum.
Setidaknya
kalau kisah itu terjalin kembali, Ando orang yang tepat untuk menggantikan posisinya
menjaga Lista.
“Gue
kayaknya harus ke kantor lagi deh. Karen bikin kerusuhan di kantor.” Dia geleng
– geleng kepala sambil memasukkan ponsel ke kantong. Sahabatnya baru saja
berteriak untuk pulang sebelum semua klien yang dia butuhkan, menghilang dari
pandangan mata karna dia tak ada.
Bian
tertawa. Karen, adiknya Dylan yang super cantik dan seksi walau wajah terkesan
angkuh itu, ternyata tak bisa meruntuhkan tatapan Ando untuk berpaling dari
Lista dan meliriknya. “Tuh, kan. lo gak bisa ke Jerman untuk saat ini, Ando. lo
mau pergi kesana mencari adik gue, sedangkan perusahaan lo diambang pailit?”
“Gak
bakalan pailit juga kali, kak. Karyawan yang bekerja sama gue, orang gila semua
kalau urusan perusahaan terancam pailit. Dan mereka ga akan membiarkan hal itu
terjadi.”
“Iyaaa..
karna CEO-nya juga gila.” Celetuknya dan mereka tertawa. “Gue cabut dulu yah,
kak. Takutnya Karen membakar habis kantor gue ntar.” Dia terdiam sejenak dan
tersenyum. “Selamat atas pernikahan lo, kak. Gue doakan lo bahagia dengan
pasangan yang lo pilih. Gue pasti datang kok. tenang aja.” Ando mengacungkan
undangan pernikahan seperti mengacungkan tiket emas masuk ke pertunjukan.
“Lo
datang dengan Karen?” Entah kenapa dia cemas kalau sampai Ando datang bersama
cewek itu. bukannya apa – apa, takut kalau adiknya itu mendadak berubah pikiran
dan pulang lalu kembali ke Jerman dengan hati hancur karna melihat Ando
menggandeng Karen. Mengingat adiknya itu anti mendengar nama cewek itu.
“Mungkin
ntuk temanin gue. Tapi... liat aja ntar, kak.” Dia tertawa dan melangkah keluar
ruangan. Langkahnya terhenti ketika tangannya memegang engsel pintu. dia
menoleh ke belakang. ke arah Bian yang mengenakan jas dokter dan stetoskop
tergantung di kantong jasnya. Tatapan hijau toskanya mengingatkan akan Lista.
Dia mendesah ketika serangan rindu itu semakin menyelimutinya. “Kak, Bilangin
sama Lista yah, Gue nunggu dia untuk pulang.”
Selesai
berkata begitu, Ando membuka pintu dan menghilang dari pandangan. Meninggalkan
Bian yang terpaku menatap pintu.
“Kayaknya
gue punya satu tugas lagi deh sebelum menikah dengan Lyesha.” Desahnya dan
memutuskan ikut keluar ruangan untuk menge-check pasien – pasiennya hari ini sambil memikirkan
cara apalagi untuk menyeret adik satu – satunya itu pulang ke Indonesia.
♥
♥
Ando
mendesah di dalam mobil dengan stir digenggam erat. Dia masih berada di
parkiran Rumah sakit dengan percakapan Lista yang terngiang ditelinga. Dia
merindukan Suaranya, wajah cantik dan pipi bersemu merah setiap dia menggoda
dan menggembung seperti balon ketika marah, warna mata yang unik terlihat
eksotis untuknya. Hanya Tuhan yang tau betapa dia sangat, sangat merindukan
Lista. Hanya Tuhan yang tau berapa ribu kali dia memutar rekaman demi rekaman
di handycam saat mereka bersama waktu SMA setiap rindu melanda, dan
hanya Tuhan yang tau bagaimana perasaannya ketika semua yang dia rindukan itu,
berjarak kurang dari 10 meter darinya dan Bian bisa saja menggeser tempat agar
dia bisa melihat semua kombinasi yang membuatnya rindu setengah mati itu.
Serasa
ada yang meledak dalam hati dan membuat kakinya entah kenapa merasa ingin
berlari dan duduk di depan laptop dan menatapnya dalam sambil berkata “Hai.”
Dia
menggulung lengan baju kanannya sampai siku. Tato bertulisan nama Lista dalam
bahasa Ibrani dibuat permanen setelah lulus SMA terpampang jelas terkena sinar
matahari. Dia mengelus tato itu kemudian menundukkan kepala dan mengecupnya
pelan. Dia tak peduli disebut gila, tak waras, atau sebagainya. Tapi kepergian
Lista 7 tahun lalu tepat di depan hidungnya membuat seluruh pusat dunia yang
selama ini tak pernah dia sadari, seperti hilang begitu saja. Dan rasanya,
menyakitkan.
“Lista...”
Dia bergumam sambil memejamkan mata di stir mobil. Ribuan harapan yang
selalu diucapkan. Dan berharap dikabulkan untuk kali ini saja. “Please, come
back --
Cause i’ve missing you. Always.”
♥
♥
Karen asyik bekerja di depan komputer sambil
merutuk dalam hati kemana bos galaunya pergi. dia tak peduli kalau besok
dipecat karna mengomel di telpon seperti ibu – ibu kehilangan anak oleh Ando
karna tak sadar posisi. Tapi dia tak tahan seruangan oleh para petinggi
perusahaan asing yang sudah bau tanah, perut buncit itu menatap mesum
kearahnya. Please deh, demi apa saja di dunia ini, apa mereka tak punya
sekretaris secantik dan seseksi dirinya hingga mata rabun itu tak bisa lepas
menatap lekuk tubuhnya? kalau iya, well, Ando harus bersyukur karna
mempunyai sekretaris seperti dirinya.
Ini dia. Desah Karen ketika pintu lift terbuka, Ando
masuk dengan dasi agak dilonggarkan, sorot mata hitam yang tajam walau
terbingkai kacamata, perpaduan antara wajah asing dan Indonesia membuatnya
kadang khilaf menatap Ando lama – lama tanpa kedip. Mengagumi rahang tegas yang
berdiri tegak itu, bibir tipis yang berubah setajam pisau kalau sudah menyindir
bawahan dan cerdas hingga membuatnya ingin mencium kalap setiap bibir itu
terbuka untuk mengeluarkan pendapat, tatapan tajam hingga buat para petinggi
perusahaan kadang dibuat takut dan segan. Tak heran kalau sahabat galaunya ini
dinobatkan secara tak langsung sebagai Bos terseksi dan H.O.T! versi para
karyawan wanita di perusahaan sendiri maupun para sekretaris perusahaan lain yang mendadak rusuh setiap
bertemu dengannya. Membuat pertemuan para bos yang seharusnya boring setengah
mati itu, menjadi sayang untuk diakhiri setiap pertemuan usai. Dan ujung –
ujungnya, dia akan dicerca pertanyaan seputar hal pribadi yang membuatnya
terkadang, menjadi singa betina untuk melindungi Ando dari serbuan wanita
kelebihan hormon.
“Kemana
aja lo?” Bisik Karen ketika Ando berdiri di depannya. Posisi meja kerja yang
berada di depan ruangan Ando membuatnya tak bisa diabaikan seenak udel. Apalagi
statusnya sebagai Sekretaris.
“Gue
ketempat kak Bian. ada yang diomongin bentar. Mana tamu yang lo sumpahin
ditelpon tadi?” Ando menjawab tak kalah bisiknya. Untung saja para karyawan dan
direksi sedang istirahat dan hanya dirinya serta Karen berada di lantai ini.
Jadi mereka bisa menghilangkan keformalan situasi yang kadang membuat ia
tertawa.
Karen
mencebik dan menunjuk ruang tunggu di sebelah ruang kerja Ando. “Gue suruh
bertapa disitu. Gimana gue gak ngomel kalau mereka bergosip tentang “sekretaris
pak Ando sangat seksi sekali.” Atau sebagainya dengan bahasa Jepang tepat di
depan hidung gue?! Dikira gue gak ngerti kali yah. mana tatapan mata si bos
itu, lirikin gue dari ujung kepala ampe ujung kaki. Ngeselin! Kalau gak ingat
dia tamu penting kita, jangan salahin gue kalau matanya menjadi hilang sebelah
karna gue tonjok!”
Ando
tertawa dan menepuk pundak Karen dengan tatapan simpati. “Lo terlalu cantik
jadi sekretaris gue kayaknya. Udah lo berhenti aja disini dan merintis karier
jadi model aja.”
“Lo
seharusnya bersyukur punya sekretaris seperti gue dan bikin para bos ngiler.
Hahaha.. udah masuk sana! Hadapin para bos gendut itu. kalau bikin ulah, jangan
segan – segan telpon gue, Ndo.”
Ando
tersenyum dan membenarkan dasinya yang terasa longgar. Karen berdiri dari
duduknya dan mengulurkan tangan untuk merapikannya. Dia tersenyum manis ketika mereka
bertatapan dan melihat sorot hitam tajam itu secara dekat. Tatapannya teralih
ketika Ando berdehem. “Puas ngagumin kegantengan bos lo? Ada niat berubah lagi
menjadi singa betina?” Ledekan Ando membuat ia terkikik geli.
“Puas
banget. udah masuk sana! Hadapin kakek – kakek perut gendut itu. menangin
tendernya, Ndo. Setelah itu, traktir gue makan siang. Hahahaha..”
“Oke
deh. tungguin gue yah. ada yang mau gue ceritain.”
“Soal?”
“Lista.
Dah. Gue masuk dulu.” Ando beringsut menjauhi meja Karen ketika bunyi lift
terdengar tanda ada yang masuk. Dia berdehem. “Tolong kamu siapkan beberapa
dokumen untuk rapat nanti dan bawakan ke ruangan saya. Sekarang.” Satu deheman
merubah Ando yang dikenal menjadi bos yang harus dituruti kalau tak ingin
dipecat. Karen tersenyum manis dan menganggukkan kepala. “Baik, pak Ando. akan
saya siapkan.”
Ando
hanya tersenyum sekilas lalu melangkah masuk ke ruang rapat. Meninggalkannya
dengan sejuta pertanyaan di kepala sambil mencari dokumen – dokumen yang
dimaksud.
“Kira
– kira apa yang diceritakannya?”
♥
♥
Lista menjejakkan kakinya ke Bandara Udara
Internasional Verona – Villafranca, Italia melalui pesawat Air – Berlin.
Penerbangan yang memakan waktu satu setengah jam dari Berlin, Jerman itu tak
sebanding dengan kerusuhan selama 4 jam yang dibuatnya untuk membuat surat cuti
dadakan selama 2 minggu mengingat dia tak pernah cuti selama ini, sekali cuti
bikin kelabakan.
Dia
menyeret kopernya memasuki ruang kedatangan. Rambutnya yang panjang berwarna
kayu mahoni diikat asal, kacamata hitamnya menaungi sinar matahari yang dijamin
bikin mata rusak itu. untungnya dia hanya mengenakan tank top berwarna
coklat dan celana pendek serta sepatu kets karna cuaca sangat panas saat ini.
Membuatnya buru – buru ke toilet untuk mengenakan sunblock cream sebelum
kulitnya terbakar.
Dia
keluar dari toilet dan berjalan sambil mencari taksi. Mendadak ponselnya berbunyi dan
dia mengambil dari dalam tas ransel kecil dan tertegun siapa yang menelponnya.
Hai
Stev. Kenap—“
“Kamu
dimana, Lista? Kenapa kata satpam kamu pergi seperti backpacker dengan
koper besar di tangan kiri, dan ransel di punggung? Ketika aku masuk kedalam
apartemen kamu dengan kunci titipan, tau – tau isi lemari kamu separuhnya sudah
kosong.” Pertanyaan Steven mau tak mau membuatnya tersenyum geli.
“Aku
di Itali, Steven. Beberapa menit lalu baru saja tiba.”
“Apa?!”
Suara seksi itu berteriak kencang. Membuatnya buru – buru menjauhkan telpon. “Tapi
kenapa, Lista? Beberapa hari lagi kakak
kamu mau menikah, kenapa kamu malah melarikan diri ke Itali? Kota mana? Biar
aku susulin. Jadwal praktekku sudah habis dan aku bisa cuti sekarang.”
“NO!”
Lista berteriak melarang sepupu jauhnya itu untuk menyusul. “Aku ingin
sendiri untuk sementara waktu, Steven. Aku butuh waktu tenangin diri. Aku ingin
mutusin semuanya. Aku di Verona.”
“Sampai
kapan?”
Lista
mengedikkan bahu. “Aku gak tau, Steven. Aku gatau kapan pulang. Bisa minggu
depan, bisa dua minggu lagi, bisa juga besok hari. I don’t know. I just have
a plain to going somewhere. Just me. Without you.”
Lista
mendengar Steven mendesah. “Sejak kapan kamu menjadi wanita tanpa tujuan hidup,
Lista? Tak semuanya bisa diselesaikan dengan melarikan diri. Kakakmu menikah,
kamu tak datang, apa yang dikatakan Bian nanti bila aku pulang tanpa kamu
disamping? Apa kamu takut ketemu dia?”
Aku bukan takut, Steven. Tapi...
entahlah. Aku juga tak tau apa yang kurasakan ini, terlalu aneh hingga merasa,
Jerman bukan tempat yang enak untuk berpikir tenang.
“Please,
Steven. Aku butuh tempat tenang untuk mikirin semuanya. Kalau aku sanggup
pulang, aku akan balik ke Indonesia.”
“I’m always doing that. Okay, i’ll
be waiting you. kalau keputusan
kamu berubah, kamu tau dimana seharusnya berada, Lista. Hati – hati yah. call
me if you need something and give me a text when you arrived at hotel.”
“Okay.” Lista mengangguk sambil menggerakkan tangan
sebagai isyarat taksi agar mendekat. “see you, Steven.”
“See
you, darl. Have a nice vacation for
you.”Ucap tulus Steven sebelum telponnya terputus. Dia tersenyum kemudian
masuk dalam taksi sambil menyebut nama hotel bintang tiga yang berada di pusat
kota Verona. Dan taksipun melaju kencang meninggalkan Bandara ditemani lagu –
lagu berbahasa Itali yang sedikit ia mengerti sambil mengirim pesan dimana dia
menginap pada Steven sebelum cowok itu – yang berubah menjadi kak Bian kedua –
namun jauh lebih protektif itu menyusul dirinya.
♥
♥
“Dia bilang “bagaimana kalau gue gak pulang”
bukan bilang “Gue gak mau pulang, kak.” Iya kan?” Karen memperjelas
cerita Ando sambil memotong steik kemudian memakannya. Rapat selama 3
jam berujung kemenangan tender besar membuat mereka merayakannya di sebuah
restoran mewah setelah jam bekerja usai. Ando hanya mengenakan kemeja biru
malam dengan satu kancing terbuka di atas dengan dasi dibuat longgar, kedua
lengan kemeja digulung sampai siku hingga tato di pergelangan tangan terlihat
jelas, rambut agak acak – acakan dan kacamata yang sudah hilang dan berganti
lensa kontak bening.
Dan dirinya, jangan ditanya lagi. Jas kerja
sudah berada dimobil dan dia hanya mengenakan blouse berwarna cream dengan renda di dada.
terlihat cantik dengan rambut yang selalu tergulung kini terurai ikal dan rok
10 cm diatas lutut berwarna biru malam semakin mempercantik penampilannya. Dia
melirik Ando yang sibuk menatap beberapa pengunjung yang masuk ke dalam
restoran. Membuatnya berdeham. “Gue disini bukan untuk jadi patung cantik yang
sedang makan steak loh, Ndo.”
Sindiran
Karen membuatnya tersadar. Dia menatapnya. “Sorry. Gue...” Ucapannya
terhenti ketika melihat seorang pengunjung yang mengenakan gaun panjang dengan
punggung terbuka berwarna hijau dan rambut terurai panjang. Dia menoleh dan
tersenyum ke arahnya. Senyum yang sekilas seperti Lista. Andai saja dia tak
melihat warna mata gadis itu yang berwarna coklat kehitaman, mungkin sudah
dikejarnya hanya karna senyum itu.
Karen
mengikuti pandangan Ando dan ikut mendesah. “Rindu Lista, heh?”
“7
Tahun di Jerman dia seperti apa yah sekarang? apa rambutnya tetap pendek, atau
sudah panjang seperti cewek itu? apa dia...” Dia terdiam. seluruh deskripsi
tentang Lista takkan habis dia ucapkan dan takkan ada satu wanitapun yang bisa
menyamainya. Kecuali wanita itu sendiri. “Bagaimana kalau dia gak pulang, Ren?
Jujur, mendengar suaranya siang tadi diruangan kak Bian, gue hampir kalap untuk
berlari ke meja dan menatapnya terus bilang. “Gue kangen lo.” Tapi... gue hanya
bisa duduk di sofa, mendengarkan setiap pembicaraan mereka dan menolak halus
ketika kak Bian terang – terangan memberikan kesempatan ntuk lakuin itu semua.
Gue pengecut permanen rupanya.” Ando meminum anggur sekali teguk dan bermaksud menambah lagi.
Namun ditahan Karen. “Gue gak mau nganter lo ke apartemen kesekian kalinya
dalam keadaan mabuk, Ando. cukup.” Dia menatap tegas ketika tatapan menuntut
mendominasi. Hanya dia dan Jayden yang tau bagaimana kurang warasnya Ando kalau
sudah berurusan alkohol. Dan dia tak mau itu terjadi di depan umum dan
menghancurkan image pria itu dan perusahaan yang dipimpinnya.
“Lo
bukan pengecut. Lo terlalu takut menghadapi penolakan. Gue yakin ketika lo
mendengar itu, pasti dipikiran lo berkata “bagaimana reaksi dia kalau liat
gue? Tetap stay di depan laptop atau malah putusin? Apa yang gue omongin nanti?
Nanyain kabar seolah – olah teman lama, bukan seseorang yang ditinggalkan 7
tahun yang lalu tepat di depan hidung sendiri?” Yakin pada diri lo sendiri,
dia akan pulang. Gue memang gak dekat dengan dia karna yah... You know that.”
Karen angkat bahu dan menatap Ando yang memakan pesanannya dan melupakan gelas
anggur yang diganti dengan air
mineral itu. “Tapi bukan berarti gue gak
bisa menilai dia. Lista itu kayak lo, Ndo. Kalau ada apa – apa melarikan diri
sebagai sarana penenangan diri. Cuma bedanya dia pergi ke benua lain dan tak
mau pulang, lo lari ke botol anggur dan pekerjaan sebagai pelarian. Tapi entah
kenapa gue merasa, dia akan pulang, Ndo. Kakaknya menikah dan dia tak pulang
itu adalah kebodohan terbesar seorang Lista. Kecuali dia memang tak sanggup
menginjakkan kaki kesini.”
“Entahlah.
Gue gak yakin dia pulang, Ren.” Ando memakan spagheti-nya dengan lesu.
Ucapan Karen semuanya benar dan dia malas membantah.
“Hei..”
Karen menyentuh pergelangan tangan yang bertuliskan tato nama Lista dan
mengelusnya perlahan. “Gue yakin, Ando. masa lo enggak? Percaya sama gue. Oke?”
Mau
tak mau dia tersenyum. “Thanks, Ren udah yakinin.”
“Itulah
gunanya sahabat. Gini, bagaimana kalau hari ini gue traktir lo makan? Sesekali
gak papa, kan? tadi gue udah telpon Jayden untuk kesini – nah, itu dia.” Karen
melirik ke pintu dan melihat Jayden yang kini menjadi produser musik ternama
yang sukses menerbitkan beberapa penyanyi berbakat ke dunia hiburan, sedang
tersenyum ke arah sambil berjalan ke arah mereka. Sama seperti Ando. penampilannya
tak jauh beda dan sama – sama tampan hingga membuat beberapa pengunjung dan waiters
– kepergok meliriknya.
“Hai,
Bro. Kucel amat penampilan lo. kayak gelandangan salah masuk aja.” Ejeknya
sambil menepuk pundak Ando dan duduk disamping. Membuat Karen tertawa. “Kayak
lo gak kalah kucel aja, Jay. kayak orang baru keluar dari studio musik setelah
bertapa selama 10 tahun. Hahahaa --”
“Gue
gak segila Ando tau! Gue masih ingat dunia, ingat bumi, ingat Rere sebagai
pacar gue. Dia? Ingat dokumen bertumpuk – tumpuk di atas meja. Lo gak stres
kerja dengan dia yang freak ama kesempurnaan dan kesintingan, Ren? Gue
aja hampir setengah gila kalau gak Rere ingatin dimana gue berada karna
sahabatan ama dia.”
“Gak
kok. asal gajinya bisa beli mobil mewah tiap bulan gue oke aja. Hahahaa -- ”
“Lo
bikin perusahaan gue amblas dalam satu kedipan mata, Ren.” Sahut Ando ketus dan
mereka tertawa bersama. Berusaha melupakan masalah dan kembali seperti dulu.
♥
♥
Bian
terdiam. selesai sudah. Lista takkan pulang ke Indonesia. Batinnya
mengatakan hal itu berulang kali hingga membuat ia sakit kepala. Di saat dia
bingung bagaimana membujuk adik satu – satunya itu menginjakkan kaki kesini,
dia malah mendapat kabar dari Steven yang baru saja datang jam 3 pagi buta
setelah 16 jam berada di atas awan, dan sekarang tidur pulas di rumah, bahwa Lista dua hari yang lalu “berpetualang”
ke Verona. Kota Itali yang terlalu indah untuk dijadikan destinasi pelarian
patah hati.
Saking
pusingnya, dia tak menyadari kedatangan calon istrinya, Lyesha menatap bingung.
Tak sadar kalau ada segelas teh hangat di atas meja kerja sekarang. “ Kenapa,
sayang?” Yah, Sejak dia melamarnya setahun yang lalu, dua hari lagiresmi
menjadi istri tercintanya, ia tak sungkan lagi memanggilnya “sayang.” Sebuah
panggilan yang menyejukkan jiwa yang dimabuk cinta. “Aku mikirin Lista. dia gak
pulang,”
“Aku tau kok. dia ada kirim e-mail
kemaren ama aku. Bilang kalau ada
urusan mendadak yang membuatnya pergi ke Itali selama dua minggu. Ketika ku
tanya kenapa ga bilang sama kamu aja, dia jawab
takut kak Bian nyusul terus narik dia paksa pulang. Dia gamau pulang.”
Penjelasan Lyesha membuat migrain-nya kambuh seketika.
“Emang aku ada tampang pergi ke
Jerman di saat pernikahanku dua hari lagi? Benar – benar deh...”
“Yah mau bagaimana lagi, Bian. itu
keputusan dia. Dia udah dewasa, tau cara menyelesaikan luka hati sendiri.
mungkin pelarian memang jalan terbaik untuknya. Bukannya sebagai kakak kamu
mendukung keputusan dia?”
“Tapi aku berharap dia pulang, sayang.
Sebentar saja. Aku bosan pandangin wajah dia di layar laptop. Semakin dilihat,
semakin cantik saja adikku itu. untung bener si Steven 7 tahun ada disamping
Lista dan seenak udel gantiin posisiku. Seandainya aku gak sibuk banget, aku
akan cabut ke Jerman.” Gerutunya ketika Steven datang dengan senyum khas
mengatakan seenak dengkul dia akan menggantikan posisinya sebagai kakak Lista. membuat
dia dan Erika menahan jengkel untuk tak melempar wajahnya dengan bantal besar.
“Maka kita gak akan menikah, Bian
kalau kamu lari ke Jerman juga.”
Ucapan Lyesha membuatnya nyengir.
“Hei... aku Cuma ingin liat adikku doang, kok. tenang aja. Nanti setelah kita
menikah, bagaimana kalau bulan madu ke Bali? Aku dapat kupon bulan madu selama
2 minggu di Villa Karma Kandara, Bali dengan pantai sangat indah, mengalahkan
pulau Maladewa dari Ando sebagai hadiah pernikahan. Kamu mau, kan? itu Villanya
mahal loh. Semalam bisa 5 juta. Bayangin aja dua minggu kita berada disana,
bisa habisin gajiku setahun itu.”
“Gratisan nih ceritanya?” Goda
Lyesha membuatnya nyengir. Dengan penuh sayang dia menjawil hidung calon
istrinya itu. “Menghargai pemberian orang tak papa, kan? lagipula itu salah
satu bisnis Ando juga. Bagaimana sayang? Kamu mau?” Sambil berkata begitu, dia
mengedipkan matanya dan mencium bibirnya ketika Lyesha mengiyakan.
“Bian...” Desahnya ketika bibir
mereka terlepas dan calon suaminya itu dengan jahil mengecup bibir bawahnya
kemudian menggigit pelan sambil mengetatkan pelukan. Spontan dia merangkul
lehernya agar semakin dekat.
“Kamu harus terbiasa dengan ini
mulai dari sekarang, sayang.” Bisikan serak penuh goda di telinga membuat
wajahnya merona malu. “Ini di Rumah Sakit, Bian. nanti para suster pada heboh
kalau dokter muda yang berwajah innocent, ternyata mesum di ruang
kerjanya dengan suster yang kebetulan cuti.”
“Mesum sama calon istri sendiri gak
ada yang larang, kan? toh setelah kita
nikah, Kita tidak hanya tidur seranjang berdua aja. Tapi usaha sampingan bikin
cucu baru. Hhahaa...”
“Bian...” Lyesha mencubit
pinggangnya dengan wajah luar biasa malu. belum menikah saja sudah begini,
bagaimana kalau nanti? Mendadak dia melihat banyak bintang berotasi di atas kepalanya.
Wajah Lyesha yang merona malu
membuat dia teringat dengan ekspresi mamanya setiap digoda papahnya. Begini
rasanya menggoda seseorang yang dicintai. Membuat Bian semakin mencintai wanita
yang pipinya bersemu merah sekarang. “I love You, Lyesha.”
Dia merasakan tatapan Lyesha
melembut ke arahnya. “Love you too, Bian.”
♥
♥
“Bintang
malam sampaikan padanya,
aku ingin mengukir sinarmu di hatinya,
embun pagi katakan padanya,
biar ku dekap erat embun dingin yang membelenggunya.”
aku ingin mengukir sinarmu di hatinya,
embun pagi katakan padanya,
biar ku dekap erat embun dingin yang membelenggunya.”
Ando terdiam menikmati suara Rere mengalun merdu di Cafee
tempat biasa nongkrong dengan Jayden sebagai pengiring musik. Yah, pasangan
lover birds ini sukses mengaduk – aduk isi hatinya tanpa perlu dia
berkata panjang lebar.
“Tahukah
engkau wahai langit...,
aku ingin bertemu, membelai wajahnya,
ku pasang hiasan angkasa yang terindah.
Hanya untuk dirinya.”
aku ingin bertemu, membelai wajahnya,
ku pasang hiasan angkasa yang terindah.
Hanya untuk dirinya.”
Oh Tuhan... lagu ini seperti cermin hatinya saat
ini. Tanpa ragu dia berdiri dari kursinya, meninggalkan Karen yang menatap
kepergiannya dengan senyum penuh arti. Seolah dia juga tau apa yang
dirasakannya.
“Gue boleh duet dengan lo, Re? Gini
– gini gue vokalis Band loh.” Tanya Ando ketika musik mengalun merdu sebelum
masuk intro. Rere tersenyum manis sambil mengulurkan mikrofon ke
arahnya. “Silahkan.”
Jayden mencibir di belakang mereka.
“Awas lo jatuh cinta ama pacar gue yah. gue tabok pake keyboard baru tau
rasa.”
Ando tertawa mendengarnya. Suasana cafee
yang sudah seperti milik sendiri dengan pengunjung sedikit karna malam
semakin larut, membuat dia merasa nyaman.
Sekilas dia melirik Jayden yang menatap sinis. Membuatnya terkikik dalam
hati. “Perlu penghayatan gak, Re nyanyinya? Pelukan gitu, atau rangkulan tangan
gimana?”
Rere terkikik geli mendengar candaan
Ando. “Boleh deh. biar lebih ngena lagunya, Ndo. Pelukan pinggang juga gak
papa.”
“Rereee –“ Suara Jayden terdengar
berbahaya di belakang mereka. Membuat dia mengedipkan mata jahil ke arah Ando.
“Seketika horor yah, Re.” Ucap Ando membuatnya tersenyum geli.
“Iya..” dan mereka melanjutkan lagu
yang sempat terpotong itu. Dan Ando menyanyikannya sepenuh hati. Seolah
mengucap doa tak putus – putusnya.
“Lagu
rindu ini ku nyanyikan,
hanya untuk bidadari hati ku tercinta,
walau hanya nada sederhana,
ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan.”
hanya untuk bidadari hati ku tercinta,
walau hanya nada sederhana,
ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan.”
Kerispatih
– Lagu Rindu.
♥
♥
I’ll Come back,
When you call me,
No need to say Goodbye.
No need to say Goodbye.
*Regina Spektor –
The Call.
Lista
terdiam di satu kursi taman tak jauh dari salah satu ikon terkenal di Verona,
yang terkenal dengan cinta tragis mereka sepanjang masa dari Shakespeare,
Juliet House. Yang katanya sebagai saksi bisu cinta terlarang antara Romeo dan Juliet.
Dimana di tempat inilah mereka memadu kasih secara sembunyi – sembunyi dirumah
Juliet ketika malam mulai menyelimuti Italia, dan tempat ini jugalah mereka
memutuskan bersatu di alam baka. Dia duduk dengan sambil memegang secarik
kertas balasan yang dia temukan pagi tadi di tempat dia meletakkan kemaren.
Dia
sengaja menulis surat dan iseng – iseng menyelipkan di balik dinding rumah
Juliet sekedar mengikuti tradisi Italia yang mengatakan, siapa saja yang
menulis surat di rumah Juliet dan menceritakan pahit manis cinta yang dialami,
maka akan mendapatkan kebahagiaan kisah cinta mereka. Dia tak menyangka
keisengannya menceritakan kegundahan hati yang berujung terdampar di Italia
tepat sehari sebelum pernikahan kakaknya, mendapat respon dari persekutuan
Juliet House, persekutuan para wanita Verona yang membalas semua surat yang
diselipkan di dinding rumah dan meletakkan ke tempat semula pada esok pagi agar
dibaca oleh si penulis surat dengan harapan semua masalah cinta mendapat
jawaban dari mereka.
Lista
sekali lagi membaca isi surat balasan yang ditulis dengan bahasa Italia yang
sedikit dimengertinya dan dibantu dengan kamus kecil Italia yang selalu ada di
tas kecil. Dia menghela napas dan menatap langit sore yang menaungi Verona.
Burung – burung merpati berada di bawah kakinya dan beberapa turis pria asing
melirik tertarik kearahnya yang
mengenakan baju kaos tanpa lengan berwarna pink, sepatu kets andalan,
rambut panjangnya yang dikepang rapi dan hot pants berwarna jeans.
Namun dia tak menyadari itu semua. Pikirannya sibuk berkelana. Mencari jawaban
atas hatinya sendiri sekali lagi.
Dia
menghela napas dan menatap surat itu ntuk sekali lagi. Tersenyum samar dia
mengambil ponselnya, menekan nomor diluar kepala “Hi Stacy, can you booking
a ticket for me? Not German. But Indonesian. Please... i wanna back home.”
“Thanks for God you decided to back
home, now, Lista. i find a flight for indonesian by Verona, today at least 4
hours before you leave it. During 16 hours you’ll be in plane. Lista. Do you
want it?”
“Yeah. Just booked me. Okay?
Tomorrow morning i’ll be there. Isn’t it?”
“Sure, Lista. Have a nice vacation.
Wish you find a best way.”
“Yeah. Thanks, Stac.” Dia menutup telpon dan tersenyum samar ketika
Ipad-nya bergetar dan masuk e-mail yang diminta berisi tiket
keberangkatan ke Indonesia 5 jam lagi. Dia masih punya waktu untuk beres –
beres kamar hotel sebelum pergi ke Bandara dan berada di atas awan selama 16
jam sebelum tiba ke Indonesia pukul 2 siang WIB. Dan dia langsung mencari hotel
untuk berganti pakaian dan meletakkan koper lalu berlari ke pernikahan
kakaknya. Dia sengaja tak bilang pulang pada mereka karna ingin menjadi kejutan
untuk kakaknya yang kadung kecewa dengan keputusannya saat menelpon kemarin,
namun tak diucapkan.
Termasuk
kejutan untuknya. Seseorang yang menunggunya.
“I’m
coming.”
By : Juliet
Capulet
Aku sudah membaca
isi suratmu yang mengatakan kau tinggal di Jerman selama 7 tahun hanya karna
seorang pria bernama Ando. dan sekarang ketika pintu terbuka lebar untuk pulang
ke Indonesia karna kakakmu menikah, kenapa kau malah melarikan diri kesini? Lista.
terkadang pelarian tidak selamanya jalan terbaik menyelesaikan sebuah masalah.
Kadang kita memang harus pulang untuk menguraikan benang kusut yang terjalin
dan membuatnya lurus lagi. Tidakkah kau merindukannya? Jangan siksa dirimu
sayang atas nama ego yang berdiri tegak di atas hatimu itu. runtuhkanlah
sejenak dan pulang ke Indonesia, bertemu dan dengarkan penjelasannya. Entah
kenapa aku merasa dia juga sangat merindukanmu. Pulanglah, sayang walau esok
hari kau akan merasa hancur berkeping – keping karna penjelasannya. Tapi
setidaknya kau mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan yang menggantung di
benak, bukan? Aku berdoa dari sini dengan tulus, semoga kau mendapatkan cinta
yang kau idam – idamkan darinya, Elista.
Salam cinta
kehangatan Verona untukmu.
Juliet Capulet.
♥
♥
“Saya
terima nikah dan kawinnya, Lyesha Anindya Binti Affandi Husin dengan uang tunai
sebesar 13.713,000 juta dan seperangkat alat shalat dibayar Tunai.” Bian
mengucapkan ijab kabul dengan lancar. selancar dia menjelaskan diagnosa
penyakit kepada pasien. Tak ada yang tau bahwa sejam sebelum acara akad nikah
dimulai, dia bolak – balik kamar mandi seperti cacing kepanasan, frustasi
hingga tertawa terbahak – bahak tanpa sebab, membuat Erika, kakaknya yang
sedang hamil anak kedua, terpaksa menarik dia keluar gedung untuk mengajaknya relax
sebelum ia menjadi gila di acara pernikahan sendiri. dan ketika dia masuk
gedung, seringaian Mikail, suami kakaknya terlihat sangat lebar penuh kepuasan
didepan pintu melihatnya frustasi.
“Sah.
Alhamdulililah...” Penghulu tersenyum
puas ke arah Putra yang menepuk pundak Bian penuh senyum bangga. “Selamat,
Bian. jangan lupa yang papah bilang malam tadi yah. dua cukup kok.” Bisiknya
membuat Bian melirik Lyesha yang menunduk malu, tersenyum geli mendengar
candaan menjurus. “Tenang aja pah. Mau cewek – cowok kayak Bian dan kak Rika
atau gimana?”
“Papah..
Bian...” Desisan Erza dibelakang mereka membuatnya menoleh pelan ke belakang.
Mamanya tetap sangat cantik dengan kebaya berwarna coklat keemasan dan rambut
panjang yang selalu tergerai, disanggul rapi. Disamping mamanya, ada Erika yang
asyik menggendong Fransisco, keponakan kecilnya yang berumur satu tahun, dan
akan ada keponakan kedua berusia tiga bulan yang asyik bergelung manja di rahim
ia yang sekarang melotot tajam ke arahnya karna tak fokus di pernikahan sendiri.
Memikirkan itu semua membuatnya nyengir dan memutuskan menatap si penghulu.
Ketika
penghulu selesai membacakan doa dan menyuruh mereka saling memasang cincin di
jemari masing – masing sambil berdiri serta mencium kening istrinya. Bian
dengan senang hati mencium kening Lyesha yang mulai hari ini, detik ini, adalah
istrinya.
“Halo,
Mrs Pradipta.” Bisiknya di kening Lyesha yang menghangat karna si pemilik wajah
merona malu mendengar sebutan itu. dia menundukkan badan, melirik papahnya
sekilas yang menggandeng mesra pinggang mamanya, lalu menatap Lyesha yang
bingung dengan tingkahnya dan...
Lyesha
merasa sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya sekilas sebelum lepas kembali. dan
dia melihat Bian, suaminya sedang tersenyum penuh goda sekarang. Dan dia
melihat bapak mertuanya hanya nyengir. ,membuatnya hanya bisa menatap Erza, ibu
mertuanya yang hanya angkat bahu dan tersenyum geli. Ternyata bapak dan anak
sama saja.
“Kamu...”
“Mencium istri sendiri ga dosa kok.
sayang... lagipula, kamu memang harus terbiasa kan dengan semua ini? Hahaha...”
“Mungkin.” Dia nyengir sendiri dan
membiarkan Bian mengajak keliling gedung sambil merangkul pinggangnya untuk
menyapa para tamu undangan karna resepsi sudah dimulai dan wedding singer
menyanyikan lagu cinta untuk mereka.
Putra melihat kemesraan anaknya yang
tak tanggung – tanggung, melirik istrinya yang kini asyik menggendong cucu
pertama mereka, Fransisco. Membuatnya nyengir. Perasaan baru pertama kali dia
menikah, dan sekarang dia malah menikahkan anak keduanya yang hanya selisih dua
tahun dari pernikahan Erika. membuat kepalanya seketika pusing dan merasa
semakin tua saja.
“Ma...” Panggilnya mesra ketika Erza
asyik menggendong cucu tampannya daripada menoleh. Tanpa ragu dia merangkul
pinggang istrinya yang masih ramping walau sudah melahirkan tiga orang anak.
“Kita dansa yuk? Lagunya bagus nih. Itung – itung ulang masa pernikahan kita
dulu.” Rayunya sambil mengecup sekilas pipi Erza dan tersenyum ke arah cucunya
yang bertepuk tangan heboh. Seolah – olah bangga menjadi saksi kemesraan kakek
neneknya.
Erza tersenyum dan menitipkan
Fransisco pada baby sitter yang sengaja dibawa Erika karna ibu dari cucu
kesayangannya sekarang asyik berdansa dengan suaminya, Mikail. Tanpa ragu dia
menerima uluran tangan Putra yang membawanya ke tengah ruang resepsi untuk
berdansa. Mengenang pernikahan mereka yang manis di sebuah taman yang sangat
indah di belakang rumah Putra, 27 tahun yang lalu.
♥
♥
Lista buru – buru turun dari taksi yang
mengantarkan ia dari hotel Mercure tak jauh dari ruang resepsi pernikahan
kakaknya hanya untuk berganti pakaian kasual karna baru saja terbang selama 16
jam dari Italia, menjadi gaun potongan halter neck berwarna ungu dengan
punggung terbuka polos, rambut panjangnya dia kepang mengikuti gaya Katniss di
film hunger games kesukaannya, dan kalung dengan liontin hati melingkari
leher jenjangnya.
Dia
menatap gedung pernikahan kakaknya yang luar biasa besar. Gedung bergaya minimalis
dengan taman luas mengelilingi gedung itu, membuat para penyewa bisa mengadakan
pernikahan di dalam gedung, atau malah di area taman yang sejuk itu. dia tau
deskripsi gedung ini karna dari kakaknya. Dan sekarang, dia berada disini. Di
pernikahan kakaknya tercinta.
Sambil
mengangkat ujung gaunnya agar mudah berjalan, dia menaiki tangga dan membiarkan
tatapan para tamu menoleh ke arahnya. Make – up natural hasil buru –
buru berdandan tak membuatnya aneh, malah semakin cantik. Gaun berwarna ungu
sangat kontras untuk warna kulitnya, rambut yang dikepang menyerupai bando dan
sisanya tersampir di samping kanannya menambah keanggunan. Dia sukses mencuri
perhatian di pernikahan kakaknya sendiri. namun dia tak mempedulikannya. Dia
hanya ingin bertemu dengan keluarga besarnya yang berada dalam gedung besar
itu.
“Permisi,
bisa saya lihat undangannya?” Tanya seorang penjaga gedung mengenakan jas hitam
sambil mengulurkan tangan ke arahnya
meminta undangan ketika dia setengah berlari memasuki gedung tanpa menoleh.
membuat Lista tersenyum malu dan berhenti
lalu membuka tas kecil dan seketika wajahnya pucat pasi.
Undangannya
tertinggal di atas meja makan. Di apartemennya. Berlin.
What
the ~~
“Tapi
saya adik dari mempelai pria, pak. Anda bisa check nama saya di daftar
undangan.” Lista berusaha sabar sambil melirik buku besar di atas meja panjang yang
berisi daftar nama undangan. Sungguh lucu sekali hari ini kalau sampai dia tak
bisa masuk di pernikahan kakaknya sendiri karna lupa membawa selembar undangan
berwarna merah keemasan itu.
“Baik.
Nama ibu siapa? Biar saya lihat disini.” Tanya orang itu dengan sopan sambil
memegang buku besar itu dan sesekali melirik Lista yang melirik ke arah lain.
mengagumi kecantikannya dalam hati.
“Elista
Maharani Pradipta. Anda bisa cari nama saya disitu.”
“Maaf
Bu Elista. tapi nama anda tidak ada di daftar nama ini.” Ucap orang itu dengan
sopan sambil menyusuri nama demi nama yang berjumlah ratusan itu di buku tamu.
Tak jua ditemukan namanya. membuat Lista panik.
“Tapi..
bagaim—“
“Tidak
usah, pak. Dia pasangan saya. Ayo sayang kita masuk. Kamu jangan berdiri disini
saja. ” Tiba – tiba tanpa diundang, tanpa disangka , sosok tangan kokoh dan
hangat merangkul pundaknya yang polos. Membuatnya seketika terdiam dan blank.
Sentuhan ini, suaranya yang khas dan penuh dominasi yang kadang bikin
jengkel itu, bau aroma mint yang sangat dirindukannya selama 7 tahun,
berada tepat disampingnya. Terasa sangat dekat. Membuat hatinya serasa terjun
bebas jatuh ke dasar lautan saking kaget dengan apa yang dirasakan.
Dia
menoleh ke samping kanan. Dan matanya tepat bertatapan dengan mata beriris
hitam kelam dan tajam. Tatapan mata yang sangat dirindukan dan selalu hadir di
mimpinya kini penuh letupan kerinduan.
“Ando?”
“Hai
Elista...”
♥
♥
Kehadiran
mereka berdua cukup membuat Bian shock luar biasa. Di saat dia yakin
bahwa Lista, adik kesayangannya takkan meninggalkan kota Verona sampai dia
menikah, tau – tau saat dia sibuk menyambut tamu, dia malah melihat Lista
datang dengan Ando yang menggandengnya erat
seolah takut lari.
Kecantikan
Lista yang sempat hilang itu, kini hadir dengan rambut terurai panjang yang
tersampir di samping kanannya, dan dia langsung memeluk sosok cantik yang
sangat ia lindungi itu dengan erat yang setengah berlari menghampirinya.
“Kakak.. Lista kangen...”
“Pulang
juga lo akhirnya, dek. Kenapa? Lo diusir dari Italia?” Candaan jayus itu
membuat Lista tertawa dan melepas pelukannya. Sorot mata unik yang sama namun
tajam itu tetap sama, rambut hitam gelap kini berubah menjadi coklat seperti
kayu mahoni dan senyum manis yang dulu sempat hilang, kini kembali lagi.
Ternyata keputusan dua kali lari tak buruk juga untuk adik cantiknya ini. “Gue
mendadak kangen sama lo, kak. Jadi buru – buru cari penerbangan pagi kemaren
untuk pulang. Dan gue baru aja nyampe langsung pergi ke hotel hanya untuk
berdandan dan naroh koper doang lalu kesini deh naik taksi. Hahaha.. gue
konyol, kan?”
“Konyol
banget, dek. Tapi lo beneran kangen gue atau...” Dia memberi isyarat dan Lista
mengikutinya. Membuatnya bertatapan dengan Ando yang tersenyum lalu berbicara
lagi dengan Mikail, suami kak Erika. Entah kenapa, senyuman itu membuat hatinya
berdesir halus. Sehalus pasir putih dihembuskan lembut oleh angin pantai. “Gak
tau ah. Gue mau nyamperi ortu dulu.” Dia mengelak dan memutuskan lari kepelukan
mama dan papah serta kak Erika yang asyik menggendong Fransisco menjerit senang
karnanya. Membuat Bian tersenyum melihat adiknya diberi perhatian bertubi –
tubi oleh mereka. Dia melirik Ando yang matanya tak lepas dari sosok Lista yang
tertawa bahagia sekarang dan ikut tersenyum. Membuatnya nyengir.
“Selamat
datang kembali, adikku sayang.”
♥
♥
Dia
tersenyum melihat Lista asyik berbicara dengan beberapa tamu yang mengenalnya.
Seolah seperti mimpi indah di saat dia putus asa takkan bertemu dengannya, dia
malah bertemu di depan pintu gedung kalau saja gadis itu tidak menyebutkan nama
pada penjaga itu. nama yang membuat separuh kewarasannya sempat hilang beberapa
detik untuk mencerna nama itu, sebelum akhirnya melangkah mendekati wanita yang
sangat, sangat dirindukannya itu dan merangkul erat penuh kerinduan. Ketika ia
menatapnya, tatapan ekstotis itu membuatnya terdiam dan ketika bibir tipis
kemerahan menyebut namanya, dia baru sadar bahwa semua ini bukan mimpi dan
balas menyapanya lalu bergegas menarik ia kedalam gedung dengan mengalungkan
lengannya di tangan Lista. seolah tak rela semua ini hanya ilusi, seolah tak
sudi kalau – kalau wanita yang sedang tertawa mendengar lelucon Jayden itu menghilang
dari pandangannya kapan saja dan membuatnya terbangun. Kalau ini semua hanya
mimpi, dia rela takkan bangun lagi.
“Elista...”
Suara pria lain memanggilnya. Membuat ia menoleh dan melihat Steven dengan
gagahnya menghampiri ia lalu memeluk erat. Pelukan yang membuatnya susah
bernapas. “I miss you, darl.”
Darl? Panggilan mesra itu membuat Ando menoleh ke
arah mereka. Dia melihat Lista tertawa terbahak – bahak sambil menyembunyikan
wajah cantiknya di dada bidang pria itu lalu tersenyum malu ketika pria itu
menggodanya. Entah kenapa, serasa ada lahar panas menggelegak siap untuk tumpah
ruah kemana – mana. Dia melirik Jayden yang tersenyum simpul. Siapa dia?
Tanyanya lewat tatapan mata pada sahabatnya yang hanya senyam senyum.
“Steven
Vexia. Sepupu jauh Lista dan dialah yang menemaninya ketika pacar lo masih di
Jerman. Dia udah kayak kak Bian kedua.” Dia
melirik Lista yang hanya menatapnya lalu tersenyum. Tak ada percakapan berarti
di antara mereka selama pesta. Tak ada mengucapkan “hai” menanyakan kabar
atau hal basi lainnya. Mereka terlalu sibuk dengan kekagetan hati masing –
masing hingga tak sempat berbasi – basi ria.
Tanpa
ragu dia mendekati mereka dan menyadari tatapan Lista mengikuti langkahnya sampai
ia berdiri di samping Lista. tangannya gatal untuk menaruk pinggang ramping itu
agar mendekat dan mendorong kepalanya untuk ia cium keningnya. Namun buru –
buru ia menjauhkan pikiran gila itu dan menyambut uluran tangan ramah Steven.
“Steven
Vexia. Sepupu Elista kalau lo mau tau.”
“Fernando
Hayman –“ Dia melirik Lista yang masih menatapnya. Seolah menunggu kalimat
selanjutnya yang tertunda. “Pacar Lista.” Dia puas menatap Lista yang
terbelalak kaget menatapnya. Tak menyangka di antara ribuan kalimat yang bisa
digunakan, malah menggunakan kalimat sakti itu. “Iya, kan sayang?” Dia
menggunakan kesempatan itu untuk menarik Lista mendekat dan mencium pipinya
yang halus itu. pipi yang sangat ia rindukan untuk disentuh.
Dan
Lista tersenyum mendengarnya.
♥
♥
“Aku
pengen nyanyi...” Bisik Rere pada Jayden. Membuat pacarnya tersenyum geli.
“Kamu gak bisa jauh – jauh dari mikrofon yah, sayang?”
Pacarnya
hanya nyengir, “Iya. Kan berkat mikrofon aku bisa ketemu kamu. Boleh, kan? wedding
singer yang pake gaun putih itu.” Dia menunjuk wanita mungil bergaun putih
dengan rambut terurai. Wajahnya sangat manis seperti anak kecil. “Dia teman aku
kok. tadi udah ngomong sama dia dan dibolehin kok.”
Jayden
mengangguk mengiyakan. Pacarnya satu ini tak bisa melihat panggung besar,
penonton yang merespon setiap lagu yang dibawakan, dan mikrofon nganggur pasti
dia berada diantara mereka. Seolah – olah semua ini adalah pusat dunianya.
“Makasih..”
Tanpa ragu Rere mengecup pipi Jayden dan bergegeas menghampiri panggung yang
didominasi warna putih dengan bunga Lily
serta anggrek putih di kiri dan kanan panggung. Namun sebelum semuanya bisa
terjangkau, tau – tau Jayden menarik lengannya dan membuat ia mundur ke
belakang sambil memutar tubuh siap protes --
Jayden mencium bibirnya untuk pertama kali!! astaga! He stolen my first kiss!
“Ciuman kamu nanggung, sayang di pipi. Aku kan pengen disini.” Jayden melepas kecupannya dan mengerling jahil ke arahnya. Membuat ia serasa dikutuk menjadi batu hanya lewat ciuman dan tatapan jahil bermata abu – abu itu. “Seneng deh jadi yang pertama. Ayoo ... katanya mau nyanyi, kok masih disini? Mau aku cium lagi? Second kissing juga gak papa kok, Re. Tempatnya mendukung banget untuk kita melakukan itu.” Godanya membuat ia tersadar dan buru – buru balik badan setengah berlari menuju panggung dengan wajah sangat, sangat merona malu.
Jayden mencium bibirnya untuk pertama kali!! astaga! He stolen my first kiss!
“Ciuman kamu nanggung, sayang di pipi. Aku kan pengen disini.” Jayden melepas kecupannya dan mengerling jahil ke arahnya. Membuat ia serasa dikutuk menjadi batu hanya lewat ciuman dan tatapan jahil bermata abu – abu itu. “Seneng deh jadi yang pertama. Ayoo ... katanya mau nyanyi, kok masih disini? Mau aku cium lagi? Second kissing juga gak papa kok, Re. Tempatnya mendukung banget untuk kita melakukan itu.” Godanya membuat ia tersadar dan buru – buru balik badan setengah berlari menuju panggung dengan wajah sangat, sangat merona malu.
“Kenapa,
Re? Kok muka lo kayak direbus kuali besar gitu? Lo demam?” Tanya temannya
bingung ketika Rere naik ke atas panggung dan mengambil mikrofon yang ia
serahkan dengan wajah sangat memerah seperti demam tinggi. Kepalanya hanya
menunduk dan bibirnya digigit pelan.
“Re...
are you there?”
“I’m here. I’m here.” Suaranya terdengar seperti decitan melengking
membuat temannya kaget. Dia menatap dengan penuh minta maaf karna membuat ia
jantungan. Dia sendiri masih jantungan hingga nyaris kena serangan jantung usia
muda karna tingkah Jayden yang diluar nalar itu.
“Mau
lagu apa, Re? Kalau bisa yang soo
weet aja. Jangan galau. Kasian pengantinnya.” Bisik temannya sambil
menunjuk Bian dan Lyesha asyik menyapa para tamu dengan tangan saling melingkar
di pinggang. Beberapa kali tatapan mereka beradu dan saling tersenyum tanpa
kata. Namun cukup siapapun yang melihat kemesraan pengantin baru itu, akan
tersenyum manis. Seperti ia saat ini.
“Siapa juga yang mau nyanyi galau? Gue tau..” Dia tersenyum dan melirik Jayden sekilas. Sambil tersenyum malu dia menyanyikan lagu romantis yang dia hapal diluar kepala saking sukanya.
“Siapa juga yang mau nyanyi galau? Gue tau..” Dia tersenyum dan melirik Jayden sekilas. Sambil tersenyum malu dia menyanyikan lagu romantis yang dia hapal diluar kepala saking sukanya.
♥
♥
“I want a
middle something more,
Don’t want the middle or the one before,
i don’t desire a complicated past
i wan’t a love that will last.”
Don’t want the middle or the one before,
i don’t desire a complicated past
i wan’t a love that will last.”
Suara
mengalun merdu dan lagu yang romantis itu membuat beberapa tamu memutuskan
berdansa mengikuti alunan lagu. Bian yang asyik menggoda Andini yang terlihat
berbunga – bunga menggandeng pacar barunya, Dimas Dirgantara hingga pipinya
merona seperti tomat masak, melihat siapa membawakan lagu itu, tersenyum dan
berbisik pada Lyesha yang berdiri di sampingnya, “Kita berdansa yuk, sayang?”
Lyesha
menghayati setiap lirik yang dibawakan tersenyum dan mmebiarkan dia ditarik ke
lantai dansa dengan Bian sebagai pasangan dansanya. Suaminya sendiri. ah...
betapa bahagianya ia mengucapkan itu berkali – kali. serasa ada ratusan kupu –
kupu terbang indah di sekelilingnya sekarang.
“Bian...”
Panggilnya ketika ia mengikuti tatapan suaminya yang menatap Lista sedang pergi
keluar bersama Ando. wajahnya semakin tersenyum cerah.
“Senang
mereka bisa bersatu, yah.”
“Semoga
saja, sayang.” Dan kini tatapan lembut itu tepat di depannya. Membuatnya mengerang
dalam hati karna masih tak terbiasa dengan tatapan penuh cinta hingga
membuatnya ingin pingsan. “Mereka seperti kita nanti.” Tanpa ragu Bian mencium
lembut bibirn dan dia membalas perlakuan ia dengan melingkarkan tangan ke leher
dan sedikit berjinjit karna Bian terlalu tinggi. tak mempedulikan beberapa tamu
undangan tersenyum manis ke arahnya. Dia terlalu bahagia hingga tak ingin hari
ini berakhir.
“I
love You, Lyesha. Semoga kamu ga bosan dengarnya yah.” Ucapnya tulus dan ia
mengangguk pasti. “Aku takkan pernah bosan, sayang. Selama kamu yang ucapkan.”
“Say that you
love me,
say i’m the one ,
Don’t kiss and hug me and then try to run,
I Don’t do drama,
my tears don’t fall fast
say i’m the one ,
Don’t kiss and hug me and then try to run,
I Don’t do drama,
my tears don’t fall fast
I will love that
will last.”
♥
♥
“Lista...”
dari keheningan yang tercipta sepeninggal Steven yang memutuskan bersama Karen
dan berdansa sekarang di tengah ruangan dengan pas seolah – olah sudah lama
kenal. Bukan beberapa menit yang lalu.
“Iya,
Ando. Kenapa?”
“Bisa
dansa?”
Pertanyaan
itu mau tak mau membuat ia tersenyum geli. Bukan keluarga Pradipta namanya
kalau dia tak bisa berdansa. “Bisa, kok. kenapa?”
Ando
menatap Lista untuk kesekian kalinya. Tuhan... betapa dia sangat
merindukan warna mata seeksotis wanita di depannya sekarang. Seolah – olah
Tuhan memberi warna matanya saat sedang bersinandung riang dan melukis wajahnya
saat tersenyum. Semua begitu pas, begitu cantik. Dan wanita ini, adalah
pacarnya.
Tanpa
ragu dia merangkul Lista menuju halaman belakang gedung yang ia tau berlatar
taman luar biasa indah dengan air mancur di tengah taman serta beberapa sound
system tersembunyi yang membuat musik dari dalam gedung terdengar sampai
luar. Dia tau semua ini karna dialah yang mencarikan gedung pernikahan untuk
kak Bian.
Tingkah
Ando membawanya keluar Membuat Lista
bingung. “Ando.. kita mau kemana?”
“Dansa,
kan?”
“Tapi
kenap—“
“Gue
pengen dansa berdua dengan lo, Elista. Hanya berdua.” Dia berhenti ketika kaki mereka menginjak
rumput hijau yang luas. Membiarkan Lista terpesona dengan semua yang
dilihatnya. Taman yang indah, suara yang
mengalun merdu menyanyikan lagu romantis terdengar jelas disini, suara
gemericik air mancur di tengah menambah romantis suasana yang ada. Tak bising,
hanya mereka berdua disini.
Dia
mengernyit bingung ketika Lista tau – tau
melepas sepatu tingginya dan berjalan ke tengah taman dan tersenyum. Dia
hanya tertawa geli dan melepas sepatunya lalu setengah berlari menghampiri
Lista dan berdiri di depannya. Mereka bertatapan sekali lagi.
“Kenapa,
Lista? Lo –“ Ucapannya terhenti ketika Lista meletakkan jari telunjuk di
bibirnya yang sudah meluncur beberapa pertanyaan. seolah tau apa yang dimaksud
wanita pujaannya ini, dia melingkarkan tangannya di pinggang Lista dan meraih
jemari yang menutup bibirnya, mengecup jari itu lalu menautkan sepuluh jarinya
untuk berdansa mengikuti alunan lagu dan membiarkan Lista menyandarkan kepala
di dadanya. dan ia mengecup puncak
kepala Lista yang harum sambil menggerakkan tubuh mengikuti alunan lagu.
“Just
dance, Ando. like Cinderella dancing with her prince. No discussion. Just enjoying
a romantic music with beautiful lyric.” Bisik Lista di pelukannya membuat ia semakin
mendekap erat wanita beraroma vanila ini. Seolah tak ingin terlepas lagi
karna dia tak akan sanggup melepasnya.
“I’ve
missing you, Elista Pradipta. So much.”
“I don’t want a
just memory,
Give me forever.
Don’t even think about saying good – bye,
Cause i want just one love to be enogh,
and remain in my heart till i die.
Give me forever.
Don’t even think about saying good – bye,
Cause i want just one love to be enogh,
and remain in my heart till i die.
I want a love
that will last.”
*Renee Olstead –
A love Will that last.
♥
♥
Bian berhenti ketika alunan musik itu selesai.
Dia tersenyum kepada Lyesha yang masih memeluknya dan ia mengedarkan pandangan
ke arah kakaknya dan Mikail, sahabatnya saling bertatapan penuh cinta sambil
sesekali mencuri ciuman. Kedua orang tuanya, jangan ditanya lagi. Papahnya yang
romantis itu sanggup membuat mama bertekuk lutut dan wajah selalu tersipu malu
setiap digoda dengan candaan menjurus. Membuat ia tertawa. entah kenapa,
memikirkan Ando bersama adiknya di taman indah itu dan Andini dengan Dimas yang
saling lirik – lirik malu karna berdansa tepat di depan hidung karna selama ini
selalu membantah perasaan yang terjalin, membuat jahilnya kumat. Dia mencium
puncak kepala Lyesha. “Sayang, bisa dilepas sebentar? Ada yang mau aku omongin dengan
Rere, si penyanyi itu. sebentar aja.”
Lyesha
melepaskan pelukan dan menatap suaminya dengan kernyitan bngung. Binar mata
jahil terlalu nampak di matanya. Seketika dia was – was. Kalau suaminya satu
ini udah jahil, pasti tak jauh – jauh dari bakat mesumnya. “Kmau mau ngapain,
Bian?”
Dia
sengaja memberikan kedipan kepada Lyesha. “Ada deh. kamu tunggu aja. Pasti
asyik deh pokoknya.” Dengan tenang dia berjalan ke arah kerumunan dan berbicara
kepada si penyanyi yang matanya, terbelalak kaget.
Apa
lagi ide canggih yang diotak suamiku ini?
♥
♥
Rere shock bukan kepalang ketika Bian
menghampirinya lalu berbisik di telinga tentang lagu requestnya dengan
senyum tanpa dosa. Dia bukannya tak bisa menyanyikan lagu itu, bukannya tak tau
lagu itu, tapi dia malu menyanyikannya!
“Kak Bian, serius nih dinyanyiin lagu itu? bahaya loh, kak.” Dia berusaha meluruskan pemikiran pengantin pria yang antik ini. Saking antiknya membuat ia geleng – geleng.
“Kak Bian, serius nih dinyanyiin lagu itu? bahaya loh, kak.” Dia berusaha meluruskan pemikiran pengantin pria yang antik ini. Saking antiknya membuat ia geleng – geleng.
“Serius
banget malah. Nyanyiin yah, Re. Aku suka suara kamu kalau nyanyiin lagu itu.
dijamin lebih bagus deh. yah, yah? masa kamu gak mau nurutin permintaan
pengantin baru, sih? Aku gak minta kamu nyanyi dangdut kok.”
“Ini
lebih dari sekedar lagu dangdut kakak!!!” Ia menjerit dalam hati.
“Re...
ayolah...”
Rere
mendesah dan mengangguk. “Oke deh kak. Rere nyanyiin deh khusus ntuk kakak.”
“Ampuni
dosa hambamu ini Tuhan karna mengikuti keinginan pengantin pria yang tak
sabaran.”
“Makasih
yah, Re.” Bian memberikan senyum andalan yang membuat si penyanyi terdiam
seperti patung. “Aku tunggu.” Dia melangkah turun dan mendekati pasangannya
sambil mengedipkan mata kearahnya. Membuat ia melirik Jayden yang tersenyum ke
arahnya. Mendadak tak sanggup bernyanyi kalau lagunya –-
Dia
menghela napas. Be professional. Ucapnya dalam hati. “Selamat malam
semuanya. Saya akan membawakan lagu romantis ini dari request pengantin
pria untuk semua pasangan yang bertemu dan berbahagia disini.” Dia memberikan
ucapan pembuka dan berbisik kepada si keyboardist
dan menyanyikan lagu yang membuat jantungnya serasa ingin lolos. Dengan
wajah merona dia menyanyikan lagu itu dengan menatap ke arah mana saja ketika
tatapan Jayden penuh makna itu tertuju padanya karna dia kenal intro musik
ini.
“Kiss me out of
the bearded barley,
Nightly, besides the green green grass,
swing, swing, swing that spinning step,
you wear a shoes and i will wear the dress.”
Nightly, besides the green green grass,
swing, swing, swing that spinning step,
you wear a shoes and i will wear the dress.”
LAGU INI! Erika melepas pelukan Mikail yang mulai
tersenyum penuh makna ketika mendengar lagu ini dan mengedarkan tatapan paling
sangar ke Bian yang rupanya tau dan tersenyum jahil. Sumpah demi apapun, ketika
dia menikah dengan Mikail di Perancis, Bian merequest lagu ini tanpa tau
malu kepada wedding singer dan membuat para tamu berciuman massal di
pesta pernikahannya sendiri. sedangkan dia, jangan ditanya, sepanjang lagu
mengalun lembut di taman indah itu, selama itu juga Mikail menciumnya. Dan
kedua orang tua mereka. Jangan ditanyakan lagi. Bertatapan mesra seolah mereka
menjadi pengan tin baru sekali lagi dan berciuman mesra hingga membuatnya
bertanya dalam hati siapa yang sebenarnya menikah sekarang?
“Sayang...”
Pelukan Mikail di pinggang mulai terasa lagi. Dia menatap suaminya dengan
tatapan malu. suaminya yang memberikan seorang anak lelaki berumur satu tahun
di gendongan baby sitter dan seorang lagi di dalam perutnya sekarang,
sedang menatap penuh cinta dan maksud tersembunyi. “Ingat lagu ini jadi serasa
pengantin baru deh.” dan detik kemudian, Mikail membungkam bibirnya untuk
mengingat kenangan – kenangan indah saat mereka menikah setahun yang lalu.
Lyesha
melirik Erika yang berciuman dengan suaminya karna lagu request –an
Bian, hanya menatap suaminya dengan tatapan kacau. Lirik lagu ini membuat
otaknya mendadak error.
Oh, kiss me
beneath the milky twilight,
Lead me out on the moonlit floor
lift your open hand strikes up the band and make the fireflies dance
silver moon’s sparkling ..
So kiss me.”
Lead me out on the moonlit floor
lift your open hand strikes up the band and make the fireflies dance
silver moon’s sparkling ..
So kiss me.”
*Sixpence Non
Richer – Kiss me.
Bian
melirik orang tuanya yang berada di sudut sedang berciuman mesra. Rupanya efek
lagu yang di request sukses besar mengulang kejadian pernikahan kakaknya
di Perancis. Dia melirik istrinya yang menatap ke arah lain untuk membuang
semburat malu wajahnya.
“Sebenarnya
kita bisa saja melakukan di taman, Lyesha. Tapi aku ingin memberikan adikku
semacam privasi gitu.” Dia terkikik geli membayangkan apa yang dilakukan Lista
sekarang dengan Ando ketika lagu ini di putar. Waktu pernikahan kakaknya, Lista
hanya melirik Steven lalu memutuskan pergi kemana saja ketika beberapa pasangan
berciuman di depan mereka. “Tapi aku boleh melakukannya sama kamu, kan disini?”
“Sejak
kapan kamu minta ijin untuk lakuin ini, Bian?”
Dia
nyengir kuda, lalu menarik Lyesha yang agak menjauh itu ke pelukannya dan
mengecup bibir istrinya dengan lembut.
♥
♥
Lista terdiam ketika lagu yang dibawakan Rere
mengalun merdu di taman yang sunyi. Mereka saling berpandangan dan berusaha
menjaga jarak. Takut lirik lagu itu mengundang mereka melakukan hal – hal
diluar nalar. Tapi ...
“Lis
–“ Ando memutuskan duduk di kursi taman dan Lista mengikutinya dengan telanjang
kaki. Angin malam berhembus lembut entah kenapa membuatnya dingin. Ando melihat
tipisnya gaun Lista, langsung melepas jas yang ia kenakan dan menyampirkan di
pundak. “Thanks, Ndo.”
Ando
hanya tersenyum dan melonggarkan dasi yang ia kenakan dan melipat lengan
kemejanya sampai siku. Dia buru – buru ke pernikahan kak Bian sehabis dari
rapat kantor hingga tak sempat ganti baju. “Lista...”
“Hmm...”
Responnya sambil menatap bintang – bintang bersinar cerah di atas kepala
mereka. Langit malam sangat bersih hingga semua bintang terlihat bersinar bagai
berlian.
“Setelah
pernikahan kakak lo, bakal pulang kerumah dengan siapa?”
Pertanyaan
Ando membuat keningnya berkerut. “Mungkin sama Steven. Lagipula gue gak lama
disini, Ndo. Lusa balik ke Jerman. Pekerjaan menunggu. Haha..” Lista tertawa
hambar.
“Gue
yang antar lo pulang.” Suara Ando terdengar sangat jauh sekarang. Dia melirik
pria itu yang menatapnya tajam namun tak terbaca.
“Gak
usah, Ando. gue sama Steven aja. Lagipula gue mau ke hotel dulu ambil koper,
baru balik kerumah. Gue gak mau –“
“Elista..”
Ando menghela napas ketika hawa pertengkaran sekarang menyelimuti. “Tujuh tahun
lo pergi buat gue tak bisa terima penolakan. Gue nunggu lo selama itu dan
sekarang lo mau menolak? Tidak bisa, sayang. Lo harus ikut gue. Okay?”
“Sejak
kapan sikap pemaksa lo jadi semakin gila, Ando? Gue gak mau pulang bareng lo!
bahaya!”
“Sejak
kapan yah?” Ando kini mendekatkan diri ke arah Lista yang tak bisa mundur karna
terantuk pegangan kursi taman. Dia hanya bisa memundurkan badannya, namun
tangan kekar itu menahan gerakannya dan memaksa untuk mendekat. “Sejak tujuh
tahun yang lalu. Gue nyatain cinta sama cewek, tapi dia malah melambaikan
tangan perpisahan pada gue. Dan sekarang ketika cewek itu berubah menjadi
wanita luar biasa cantik dan sekarang duduk di samping gue dengan tatapan mata
eksotisnya, haruskah gue ikutin kemauan dia? Jawabannya, tidak. Please, Elista. ijinin gue antar lo
pulang.”
Kalau
saja tatapan Ando tak berubah melembut saat mengucapkan kalimat terakhir itu,
dia sudah meninggalkannya sendiri disini. Tujuh tahun ditinggalkan rupanya
membuat setan tukang paksanya semakin menggila. “Gue gak dikasih pilihan, Ndo?”
“Sayangnya
gak ada pilihan untuk lo, Lista.”
Untuk
saat ini, dia lelah bertengkar walau hatinya panas ingin mengajak keributan.
Dengan lemah dia mengangguk. “Oke deh.
tapi pulang kerumah, kan?”
Entah
setan mesum jenis apa yang merasuknya, tau – tau Ando mencium bibirnya hati –
hati. Memberi kesempatan untuk mendorongnya menjauh. Tapi ia tak bisa
melakukannya. Yang ada dia malah merangkul leher Ando dengan kedua tangannya
agar semakin dekat. Tak bisa terlepas lagi kalau bisa. Dan Ando meresponnya
dengan mengelus punggung terbuka yang berbalut jas itu dengan lembut dan
memainkan lidahnya di dalam mulut Lista. mencecap rasa di sudut – sudut
mulutnya yang semanis madu serta sedikit jahil memainkan lidahnya. Membuatnya
ketagihan.
“Just...”
Ando melepas ciumannya dan menatap Lista yang mulai lemas karna perlakuannya
dengan mata setengah tertutup. Dia tersenyum dan mengecup bibir tipis itu lagi
dengan penuh rindu lalu mengecup kedua mata yang tertutup sempurna itu karna
sentuhannya. “Follow me, Darl. You’ll be know.”
...
So kiss me.”
*Sixpence Non Richer
– Kiss me.
♥
♥
Pesta pernikahan sudah usai. Kini mereka
berada di Bali. Entah bagaimana Bian mengatur semuanya, tau – tau setelah
mereka merayakan resepsi besar – besaran di sebuah gedung mewah di Bandung,
Bian mengajaknya ke Bandara dan entah apalagi setelah itu, awalnya dia mengira
untuk menjemput saudara atau siapa, tau – tau suami sintingnya itu memberikan
tiket pesawat yang bertulisan penerbangan tengah malam dengan Helikopter –
entah punya siapa - ke BALI!! Astagaa.. seperti semuanya sudah diatur dengan
rapi dan dia bawa diri saja.
Dan sekarang, dia berada disini. Di Hotel Karma Kandara setelah menempuh
perjalanan selama 15 menit dan mendarat tepat di lapangan khusus di atas hotel
itu, menggunakan kupon bulan madu – begitu istilahnya - dari Ando yang kebetulan manajer utama Hotel
namun seperti Villa mewah dengan satu tempat memiliki 4 kamar, dengan berlatar
pantai yang luar biasa indah dan eksklusif itu untuk menginap – atau lebih tepatnya membuat
Pradipta kecil – begitu kata ayah mertua, Putra Pradipta dengan senyum khas
menggoda walau umur sudah 54 tahun sambil menggandeng istri tercinta yang
membuatnya iri karna semakin cantik saja, Erza Assifa. Dan dia sangat, sangat yakin, semua gen
kemesuman suaminya itu, 100 % sukses diturunkan dari dokter Anak super tampan
itu.
Dan
dia sekarang bagian dari keluarga Pradipta.
Batinnya
mengatakan hal itu berulang kali. membuatnya tersenyum dan berjalan membuka
pintu balkon lalu berdiri sambil menikmati udara pantai yang dingin namun sejuk
itu, dan menikmati pemandangan pantai super indah itu di depannya. Ombak
bergulung tenang dan temaram lampu di sepanjang pantai hingga dia bisa melihat
samar – samar air pantai yang berwarna kehijauan dan putihnya pasir pantai itu.
begitu halus, begitu lembut, hingga dia ingin merasakannya sendiri.
Saking
menikmati suasana tenang itu, tau – tau ada tangan hangat melingkari
pinggangnya dan hela napas mengenai tengkuknya. Membuatnya seketika merinding
dan geli menjalar ke seluruh tubuh ketika tangan pria itu semakin memeluk erat
dan mencium tengkuknya penuh lembut dan napas hangat menerpa telinga.
Membuatnya mengeluarkan suara asing yang tak pernah didengarnya sendiri selama
ia hidup dan bernapas – Mendesah.
Dia
memutuskan berbalik badan. “Bian... Kyaa!!! Apa yang kam—“ Ucapannya terhenti
ketika tubuhnya digendong meninggalkan balkon dan bibirnya dicium penuh
kelembutan. Spontan dia melingkarkan tangan ke leher pria itu yang tersenyum di
balik tatapan mata hijau toskanya itu hingga dia merasakan tubuhnya bersentuhan
dengan ranjang ukuran king size yang berseprai putih. Dia merasa oksigen
mendadak hilang ketika ciuman itu terlepas. Baru sadar bahwa selama itu dia tak
bernapas sama sekali saking menikmatinya.
“Hai
Mrs. Pradipta.” Dia melihat Bian tepat berada di atas dirinya sekarang dengan
kedua tangan menopang kiri kanannya. Kaos singlet yang memamerkan dada
bidang yang selalu dia peluk itu, kini terpampang jelas, otot – otot lengan
yang terlihat kuat dan liat itu hasil bermain basket dari SMP dan olahraga pagi
bersama ayah mertuanya itu setiap hari. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah tampan yang sekarang tersenyum
itu. menyentuh alis mata suaminya yang ternyata lebih tebal dan panjang dari
yang dia kira, bulu mata yang sangat lentik yang membuat iris mata hijau toska
itu semakin indah, menyentuh pipi lembut yang selalu memunculkan lesung di
keduanya, hidung yang mancung, bibir tipis yang melebar karna memperhatikan
ulahnya sekarang, bibir yang sudah berapa kali menyentuhnya tanpa pamit. Dan
dia dalam hati mengakui, sangat menyukai semua itu.
Tangannya
beralih memegang kedua lengan itu dan menyusuri perlahan sambil memperhatikan
dan terkesiap ketika melihat sesuatu yang aneh di lengan kanan suaminya. Dia
menatap Bian yang hanya tersenyum lebar. Tanpa ragu dia mendorong Bian menjauh
dan duduk di depannya sambil menarik lengan itu. ada tato besar melingkar
membentuk motif aneh bergaris hitam. Persis seperti tato Taylor Lautner yang
berperan sebagai Jacob Black – manusia serigala super seksi itu di Twilight
Saga. Membuat suaminya sekarang semakin terlihat ...
HOT!
Entah
kenapa, pikiran itu membuatnya susah menelan ludah. Dia menikah dengan pria
yang akan membuat tubuhnya panas dingin sampai tua.
“Tato?
Sejak kapan?” Dia menatap Bian yang sekarang memasang wajah seperti anak kecil
super polos yang baru saja dimarahi mamanya.
“Sudah
lama sih. Waktu kuliah iseng – iseng bikin tato segede ini. Permanen loh.”
“Papah
sama mama kamu tau?”
Tanpa
ragu Bian mengiyakan. “Tau kok. dan mereka biasa aja. Mama aja punya tato
bertulisan nama papah di pergelangan tangan kiri dalam bahasa arab.”
Lyesha
hanya geleng – geleng sambil menatap tato yang menghiasi lengan suaminya itu.
dengan polosnya dia menyentuh tato itu dan menyusuri alur bentuknya. “Seksi.”
Ucapnya pelan tanpa sadar.
Ucapan
Lyesha membuatnya mendorong wanita yang ia nikahi 18 jam yang lalu itu ke
ranjang dan menindihnya. Tatapan mereka beradu. “Ngomong apa tadi, sayang?
Kencengin dikit dong suaranya. Aku gak denger nih.”
Dia
melihat Lyesha kelabakan di bawahnya. Tatapannya melirik kemana – mana tanda
mencari pelarian. Membuatnya terkekeh. “Hei, aku disini nyonya Pradipta.” Dia
menarik wajah istrinya itu agar menatapnya. Semburat merah malu di pipi
membuatnya gemas dan dia mencium bibir istrinya lembut sambil menarikan jari –
jari tangan menyentuh titik – titik
sensitif tubuh Lyesha hingga terdengar
desahan demi desahan yang sangat ia sukai dan melepas semua pakaian yang ada di
tubuhnya tanpa sisa sambil mencium setiap jengkalnya seperti memuja bahwa tubuh
mulus ini adalah milik ia seutuhnya.
“Bian...”
Desahnya ketika pria yang di atas tubuh ia sekarang menyentuh titik sansitif –
di dada – dan mengecupnya. Membuatnya serasa ada ombak pasang bergulung –
gulung dalam perutnya. Dia hanya bisa meremas rambut Bian yang tebal dan hitam
itu dengan kuat saking tak tahan.
“Iya,
Lyesha... My wife.” Jawabnya dan mengecup bibir istrinya yang setengah
terbuka itu dan memperlakukannya dengan
lembut ketika Lyesha mengerang meminta lebih dan mencium penuh cinta ketika
mereka saling menyatukan diri. Di temani deburan ombak pantai yang tenang di
kejauhan dan dinginnya udara malam yang beradu dengan angin pantai.
Dan
selanjutnya, hubungan itu membentuk sebuah ikatan rumit namun indah dilihat.
Yang bersifat selamanya, yang melahirkan beberapa ikatan kecil lainnya yang
semakin memperindah hubungan pernikahan itu sendiri dan memperkuat mereka.
♥
♥
Lista terbangun di sebuah kamar yang
berdinding kayu, berjendela super besar di setiap sudut dan kamar mandi tak
kalah besar. Dia langsung terbelalak ketika semua terasa aneh dan melirik dari
balik selimut putih yang menyelimutinya. Gaun kesayangannya sekarang tergantung
di lemari dan ia mengenakan baju kaos super besar di tubuhnya yang ramping. Dia
berusaha mengingat – ingat apa yang terjadi padanya sambil menggeliat bangun.
Tapi tertahan ketika lengan kokoh yang melingkar di pinggangnya penuh posesif –
bahkan setengah menarik hingga punggungnya membentur dada bidang itu. hela
napas hangat sangat terasa di tengkuknya. Membuat ia merinding dan berusaha
menggerakkan tubuh sambil menarik tangan sialan itu dari tubuhnya.
Seingatnya,
Setelah lagu ciuman massal itu berhenti dinyanyikan, dia dan Ando masuk ke
dalam gedung dan pamit pada semua orang untuk pulang. Mereka hanya tersenyum
penuh arti melihat mereka pergi. hanya tatapan super jahil yang dilayangkan si
mempelai pria, Kak Bian pada mereka berdua. Entah kenapa, bukannya Ando
mengantar dia ke hotel atau ke rumah, dia malah mengajak pergi ke pantai
pribadi itu dan menikmati sebotol anggur yang lezat dan makanan ringan lainnya
sambil duduk santai di depan Villa dan menikmati hembusan angin pantai yang
beradu dengan angin malam. Mereka membicarakan apa saja sampai akhirnya dia
merasa mabuk dan Ando, dengan gentle memberikan baju kaosnya untuk
melepas gaun sialan itu, dan menidurkannya di ranjang. Tapi dia tak tau kalau
ternyata mereka tidur satu ranjang dengan pria yang memeluk pinggangnya hingga
terasa berat.
“Ando..
lepasin dong!”
“Hmm...”
Gumamnya sambil semakin menarik tubuhnya seolah ia adalah guling paling empuk
yang pernah dipegang – dan dengan dodolnya – Ando malah melingkarkan kakinya ke
kaki Lista seolah ular membelit mangsa. Membuatnya tak bisa bergerak.
“Please,
Ando. lepasin gue...”Dia berusaha berbalik dan akhirnya menatap Ando yang
masih terpejam. Membuat wajahnya semakin tampan saja bahkan di saat tertidur.
Tanpa sadar tangannya sudah menari di wajah pria itu. menyentuh alisnya yang
tebal – walau tak setebal kakaknya, bulu mata yang panjang, rahang yang tegas
dan terakhir, bibir tipisnya yang kadang semakin tipis kalau sedang marah, dan
semakin membuatnya terdiam kalau sedang tersenyum – bibir yang entah sudah
berapa kali meninggalkan jejak di wajahnya – bahkan bibirnya sendiri. Seolah
terhipnotis, dia menyentuhnya. Serasa lembut dan ...
Apa
yang kau lakukan, Lista?!
Teriakan
alam sadarnya refleks mendorong Ando sekuat tenaga agar menjauh dan dia
langsung bangkit dari tempat tidur. Rambut panjangnya yang acak – acakan ia
sisir dengan tangan. Tingkahnya itu ternyata membuat Ando terbangun dan
menatapnya dengan sayu sambil mengucek mata. “Kenapa?”
“Gue
mau pulang. Mau siap – siap packing ke Jerman.” Entah alasan darimana
tau – tau sudah terucap tanpa sadar. Dan dia menatap Ando yang hanya menatapnya
tajam. Seolah kantuknya sirna entah kemana. “Pulang? Dan tinggalin gue lagi,
gitu?”
“Gue
punya kehidupan, Ando! hidup gue disana, pekerjaan gue, semuanya dan gak
mungkin gue tinggalin!”
“Terus?”
Ando berdiri dari ranjang dan mendekatinya. Baju kaos putih mencetak jelas dada
bidangnya, tubuhnya yang menjulang tinggi hingga dia hanya sepundak ketika
berhadapan, dan tatapannya yang semakin tajam dan bersorot menyalahkan telak –
telak. “Ya... gue mau pulang untuk ninggalin –“
“Ninggalin
semuanya setelah apa yang terjadi kemaren? Elista, gue nunggu lo selama 7 tahun
untuk hari ini dan lo pergi seolah ini biasa aja?! Hebat bener!”
“Gue
gak minta ntuk lo nunggu selama itu! itu pilhan lo! bukan gue yang beri
pilihan!”
“Bukan
lo yang beri pilihan?” Ando mengulang ucapan Lista dengan intonasi siap
memecat karyawan yang bikin bangkrut perusahaan dalam waktu 5 menit. Tatapannya
fokus ke Lista yang menatapnya menantang. Siap membantah semua argumennya. “Lo
beri pilihan secara gak langsung dengan tak menjawab ucapan gue saat di Bandara
7 tahun yang lalu itu, Elista! gue nunggu lo hanya ingin jawaban itu, bukannya
lo pergi dengan melambaikan tangan seolah tak terjadi apa – apa!”
“Lo
tau kenapa gue pilih pergi meski lo nahan gue?” Lista selangkah mendekati Ando
dan menatap tajam. “Karna lo duluan yang ninggalin gue! Di saat gue mengaku
semuanya, kenapa lo pergi, Ndo? Pertanyaan itu menari di otak gue selama
sebulan, dan lo malah ngilang entah kemana. Gue gak tau harus kemana ntuk cari
lo. yang gue inginkan Cuma jawaban “apa perkataan lo di Bali masih berlaku
kalau udah tau rahasia gue?” bukan lo pergi begitu saja, Ando! gue lelah
menyakiti diri sendiri, satu napas dengan lo yang entah berada dimana bikin gue
gila. Puncaknya saat lo nelpon gue dan kemudian terputus begitu saja, gue
mutusin pergi dan bersumpah takkan pernah pulang apapun yang terjadi!”
Melihat
Ando hanya menatapnya tajam tanpa membalas, Dia mendesah. “Lo gak tau rasanya
jadi gue yang menunggu lo waktu itu, Ndo. Lo gak tau setiap detik gue lirik
ponsel hanya untuk tau dimana lo berada sekarang. Tapi ponsel gue gak pernah
berdering sampai lo nelpon gue. Harapan gue terbang tinggi waktu itu, mendadak
jatuh terhempas dan pecah tanpa sisa ketika lo putusin tanpa berkata apa – apa.
Bagi gue itu penolakan terang – terangan dari lo tanpa harus ngomong di depan
gue dan bilang “Sorry. Gue gak bisa terima lo dengan masa lalu mengerikan
seperti itu. mending kita putus aja dan bertingkah seolah tak kenal.” itu
sebabnya gue pergi. gue patah hati karna lo. dan itu ..” Ucapannya terhenti
ketika tau – tau tubuhnya dipeluk erat hingga tak bisa bernapas. Dan pelukan
itu entah kenapa membuat air mata yang selama ini ditahannya setiap teringat
kejadian itu, menyeruak keluar. “Lo jahat sama gue, Ando. lo jahat..” Bisiknya
lemah sambil memukul dada bidang itu dengan lemah. Tenaganya habis untuk
mengeluarkan emosi yang dipendamnya selama 7 tahun itu.
“Sorry.
Gue pergi waktu itu karna gak bisa menerimanya, Lista. gue shock dan
tanpa pikir panjang pergi kerumah Dylan dan menghajarnya babak belur lalu
‘menepi’ kesini untuk mikirin semuanya.
Di saat gue yakin bahwa semuanya gak papa, lo malah mutusin untuk pergi tanpa
ngasih kepastian kapan pulang. Kalau lo nanya kenapa gue putusin telpon waktu
itu, gue terlalu takut untuk bicara sama lo walau kangennya setengah mati. Gue
pengecut permanen rupanya.” Desahnya berat sambil mencium rambut Lista dan
mengelus pelan. “Tapi satu yang harus lo tau, Lista. Gue gak pernah punya
pikiran keji kayak lo omongin gitu. Gue terima lo apa adanya, Lista. itu masa
lalu dan lo gak minta hal itu terjadi.”
“Tapi
kenapa? Gue udah gak perawan lagi, Ndo. di tubuh yang lo peluk erat sekarang
ini udah pernah disentuh beberapa cowok. Dan gue...”
“Karna
gue cinta sama lo apa adanya, Elista. gue gak peduli lo gak perawan, lo punya
anak diluar nikah, atau sebagainya. Gue cinta dengan apa yang lo punya
sekarang. Baik dan buruknya itu. Bukan karna kecantikan, kepintaran lo yang
jadi alasan utamanya, tapi karna lo mengerti gue dan bisa imbangin apa mau gue.
Itu yang gak bisa ditemuin ama wanita lain, Lis. Dan itu jugalah yang buat gue
nunggu lo selama ini. Kalau lo nanya apakah ucapan di Bali dan di Bandara
tentang gue mencintai lo itu masih berlaku atau gak,” Dia menatap Lista lekat
dan menangkupkan kedua tangannya di wajah yang sekarang memerah itu karna
menangis dan basah oleh air mata yang sekarang meninggalkan jejak di baju
kaosnya seperti gambar danau kecil. “Gue tetap mencintai lo dengan semua masa
lalu lo yang paling buruk sekalipun. Dan sekarang... bagaimana dengan lo?”
“Gue...”
Dia meiepas pelukan seutuhnya dan
melirik ke arah pantai yang berombak tenang di pagi hari. Sungguh sangat
kontras dengan perasaannya sekarang. “Mau pulang, Ndo. Please.”
Dan
Lista meninggalkan Ando yang hanya terdiam menatapnya. Tak memanggil untuk
kembali.
♥
♥
Oh Tuhan... Desahnya
dalam hati sambil menelungkupkan wajah di kedua tangan. Pengakuan Ando
membuatnya tak tau harus menjawab apa dan memutuskan lari kesini. Ke pantai
yang tenang ini dengan pasir putih yang lembut menyelimuti kedua kakinya. Cocok
untuk yang sedang dilanda gundah gulana.
“Gue
sayang sama dia. Gue juga cinta sama dia, tapi... apa pantas?” Gumamnya sambil memainkan jari tangannya
menyusuri pasir dan menulis apa yang ada di pikiran. Bohong kalau selama 7 tahun ini semua baik – baik saja. Karna
terkadang dia juga merindukan sosok yang ia tunggu sekarang untuk mengantarnya
pulang. Merindukan semua yang pernah dilakukan pria itu dan membuatnya
tersenyum kecil kalau mengingat semua itu. tapi...
Dia
masih trauma dengan kejadian itu. kejadian yang merenggut apa yang seharusnya
diberikan oleh wanita kepada pria yang paling dicintainya. kepada pria yang
akan bersamanya selama waktu berjalan.
“Gue
udah siap, Elista.” Suara sedingin air pantai yang menyentuh kakinya itu,
mengejutkannya. Dia berbalik dan menatap Ando yang menatapnya dingin dan
terlihat lebih terluka dari yang diperkirakan. dia berdiri dan berjalan
melewatinya. Namun lengannya ditahan erat hingga terasa sakit. “Bisa lo kasih
penjelasan kenapa menghindar setiap gue bilang itu, Lista? Gue gak mau
digantung dua kali kemudian ditinggal pergi sekali lagi, Lista. Gue lelah
menahan rindu dan menyingkirkan bayangan
lo yang menari – nari di otak gue sepanjang waktu. gue hanya butuh penjelasan.
Kalau semuanya terdengar masuk akal untuk diterima. Gue...” Dia terdiam
dan dalam sekali tarik, Lista ada di depannya sekarang dengan wajah menunduk.
“Biarin lo pergi dan takkan ada lagi saling menunggu.”
Lista
menatapnya terbelalak. Tak menyangka pria yang berwajah muram dan terluka itu
akan mengatakan seperti itu. entah kenapa, dia merasa ketakutan sekarang.
“Lo gak tau apa yang gue rasain, Ndo. lo...”
“Bagaimana
gue bisa rasain kalau lo gak pernah sekalipun jujur sama gue? Oh Tuhan... Please,
Elista... “ Ando mengacak rambutnya frustasi dan menatap Lista sambil memegang
kedua bahu yang tertunduk lesu itu. “sekali aja lo jujur sama gue, kenapa lo
lari setiap gue bilang kalimat itu? apa yang lo takutin sebenarnya?”
“Ini
rumit, Ndo. gue udah gak perawan lagi dan gue merasa...”
“Gue
gak peduli, Lista!”
“Lo
gak peduli, tapi gue iya!” Lista balas berteriak dan merasa hatinya serasa
ditusuk. “Gue merasa gak utuh, merasa ada yang kurang, merasa gak pantas
bersama lo. masa lalu itu selalu menari – nari di otak gue. Membuat gue mundur
untuk membalas perasaan lo. walaupun sebenarnya...” Dia terdiam dan merasakan
cekalan di bahunya melonngar. “Gue juga cinta sama lo. Entah sejak kapan. Entah
sejak...” Ucapannya terhenti ketika bibirnya dibungkam oleh jemari Ando yang
menempel. Dia menatap lurus pria itu yang sekarang tersenyum miris padanya. “Lo
butuh lebih dari sekedar diyakinkan oleh kata – kata kayaknya.”
“Ando
gue seri...” Ucapannya terhenti ketika bibir itu membungkam semua ucapan yang terketik didalam kepala. Tangan
kokoh itu melingkar pinggangnya lembut dan memaksa untuk mendekat. Seolah deja
vu, dia melingkarkan lengannya di leher Ando dan berjinjit karna cowok itu
lebih tinggi dari yang diperkirakan.
“Lista,”
Dia mendesah dan menangkup wajah cantik yang tertunduk itu dengan kedua
tangannya. “Gue mencintai lo apa adanya. Gue memang bodoh dulu pergi ketika lo
cerita semuanya, tapi bukan berarti gue tak sudi ketemu lo lagi. Gue hanya
kaget dan ketika kembali lo malah pergi. tujuh tahun gue menunggu lo dan selama
itu tak ada wanita yang bisa gantiin posisi lo, Elista. dan sekarang, ketika lo
putusin untuk pergi sekali lagi hanya karna alasan itu, gue gak bisa nerima.
Kenapa?” Ando menatap Lista yang kini
menangis di pelukannya. “Karna gue akan gila dan berujung ke rumah sakit jiwa
kalau lo berani lakuin hal itu sekali lagi. Kalau gue mempermasalahkan masa
lalu itu, gue akan mencari wanita lain dan menikahinya. Tapi nyatanya apa? Gue
gak sama siapa – siapa, Lista. Hanya lo yang gue tunggu selama ini.”
“Lo
gak mempermainkan gue kan, Ndo?”
Tawa
Ando meledak dan dia memeluknya semakin erat. “Elista Maharani Pradipta, gue
gak tau lo makan apa selama di Jerman dan bagaimana bisa jadi Psikiater kalau
pikiran lo negatif mulu sama gue. Coba lo liat mata gue sekarang. Apa ada sorot
mata gue ngajak bercanda saat ini?”
Lista
mengangkat wajahnya dan menatap Ando lekat. Sorot mata tajam itu menyiratkan
kejujuran tulus. Tak ada sorot bercanda atau mempermainkannya. Entah kenapa,
semua bebannya serasa terangkat seluruhnya. “Lo benar – benar cinta sama gue
apa adanya, Ndo? masa lalu gue?”
“Gue
gak akan pernah bosan bilang iya, Lista. Gue mencintai lo apa adanya. Masa lalu
itu gue gak pernah mempedulikannya. Bahkan kalau lo ingin minta dinikahi
sebagai bukti keseriusan perasaan gue, dengan senang hati gue menghadap ortu lo
untuk melamar dan kawin hari ini juga di KUA. Resepsi belakangan. Bagaimana?
Saran bagus, bukan?” Ando tersenyum jahil dan melingkarkan tangannya menarik ia
lebih dekat.
Lista
menggetok kepala Ando dengan keras. “Bisa gak pikiran lo gak sampai kesitu?
Kakak gue gak sampai 24 jam menikah dan lo mau lamar gue? Jantungan orang tua
gue yang ada, Ndo!”
“Gue
akan lakuin apapun asal lo gak pergi lagi, Lista. gue gak sanggup menunggu
beberapa taun lagi untuk bertemu lo seperti sekarang ini. I’m Truly, madly,
deeply in love with you.”
“Gue
juga, Ando. I love You.”
Ando
mengecup bibir tipis yang tersenyum itu dengan sayang. “I love you too,
honey. Nah sekarang, kapan gue bisa lamar lo? besok? enam bulan lagi?
Atau...”
“Ando!”
Lista mencubit pinggang liat itu dengan keras. Membuat wajah pria yang
dicintainya itu meringis kesakitan. “Please deh. beri gue waktu dua
tahun untuk mengurus pekerjaan gue disana. Gimana?”
“Yakin
Cuma urus pekerjaan doang? Gue gak terima kalau lo melarikan diri sekali lagi,
Elista.”
Lista tersenyum dan menggeleng
lembut. Tangannya merangkul pinggang Ando dan menyandarkan kepalanya di dada
bidang itu. yang memberinya kehangatan. Dia menghirup aroma mint yang ia
rindukan selama ini dan takkan pernah melepasnya. “Gue gak akan pernah pergi lagi, Ando. I’m
always in your side. Forever.”
2 tahun
kemudian.
“From
this moment...
Life has begun.
From this moment...
You are the one.
Life has begun.
From this moment...
You are the one.
“I do swear that i’ll always be there. I’d give
anything and everything and i will always care. Through weakness and stregth,
happiness and sorrow. for better, for worse, I wll love you. Elista Maharani
Pradipta. With every beat in my heart.” Ando membisiki janji manis yang
sekilas muncul di kepalanya saat berdansa oleh wanita yang menjadi istrinya
sekarang, Elista yang berbalut gaun putih tanpa lengan dengan tirai di atas
kepala. wajah cantiknya yang kini bersemu merah merona karna ucapannya. Ijab
kabul mereka lakukan pagi tadi di rumah Lista dengan sedikit keributan kecil
karna istrinya mendadak terkena sindrom tak percaya diri hingga nyaris ingin
membatalkan yang membuat kak Erika turun tangan dan menenangkannya.
Dan sekarang, mereka berdansa
ditemani alunan lagu yang dinyanyikan oleh pacar sahabatnya, Rere yang entah
kenapa ditarik paksa naik ke atas panggung. Semua tamu yang hadir di pernikahan
mereka tak ada satupun mengenakan alas kaki. Karna mereka berdansa bukan di
dalam gedung mewah, melainkan di pantai pribadinya.
Yah... dia mewujudkan impian masa
kecil Lista. Menikah di pantai dan berdansa dengan seseorang yang dicintainya
tanpa alas kaki. Membiarkan kaki mereka menyentuh pasir putih yang halus.
“Manis sekali deh.” Lista tersenyum dan berputar
mengikuti alunan lagu. Rambutnya yang terurai ikal dihembuskan oleh angin
pantai yang bersahabat. Seolah – olah mereka juga merayakannya.
“From
this moment, I have been blessed.
I live only for your happines.
And for your love i’d give my last breath
From this moment.”
I live only for your happines.
And for your love i’d give my last breath
From this moment.”
Lagu indah itu mengalun merdu. Dia melirik kakaknya,
Bian sedang berdansa dengan istrinya, Lyesha yang baru saja hamil 3 bulan. Dan
kedua orang tuanya, tetap saja mesra dan saling menatap penuh cinta seolah tak
pernah habis. Membuatnya ingin seperti itu di pernikahannya sekarang.
Ando mengikuti tatapan Lista dan
tersenyum. Papahnya Lista, Putra Pradipta hanya bisa tersenyum dan menepuk
pundaknya waktu dia melamar Lista dan mempersilahkan menyusun pernikahan sesuai
keinginan mereka. “Aku mencintaimu, Fernando Hayman. Suamiku.” Ucapan penuh
cinta dari Lista membuyarkan lamunannya. Dia tersenyum dan menatap wajah
istrinya yang bersemu kemerahan. “Aku juga. Istriku.” Ucapnya tulus sambil
menangkupkan wajah mulus itu dengan kedua tangannya, dan menunduk karna Lista
terlihat pendek, dan...
“You’re
the reason i believe in love,
And you’re the answer to my prayers from up above.
All we need is just the two both of us.
My dreams came true because of you.”
And you’re the answer to my prayers from up above.
All we need is just the two both of us.
My dreams came true because of you.”
*From
This Moment – Shania Twain.
“Eitss... bro. Bisa gantian
dansanya? Gue pengen berdansa dengan adik tercinta dulu nih.” Suara jahil dari
belakang mereka membuat ia mendengus dan melirik Erika dan Bian, kedua kakak
Lista saling memasang senyum jahil. Dengan berat hati dia melepas tangannya.
“Jangan lama – lama yah, kak Bian.”
“Dih... lo begitu amat ama kakak
ipar. Dia kan adek gue.” Ucap Bian posesif sambil merangkul Lista yang tertawa
mendengarnya. Di kanannya, Erika ikut tersenyum dan merangkulnya. “Bagaimana
kita jalan – jalan sebentar menikmati udara sore sebelum mereka...” Dia melirik
Bian dan tersenyum penuh arti. Menikah dengan pasangan hati masing – masing
membuat pikiran mereka semakin nyambung saja.
“Apaan sih kak Rika ama kak Bian
ini! Udah deh..” Lista seolah paham dan
wajahnya semakin merona saja.
“Gue ajak Lista dulu yah, Ndo.
tenang aja. Pasti gue balikin kok.”
“Iya. Jagain Lyesha, istri gue yah.
Awas aja kalau lo goda. Dia gak bisa liat pria ganteng ngegoda dia dikit
kayaknya. Ngidam yang paling aneh selama gue pernah dengar.”
“Hahaha.. ati – ati aja ntar kalau
Lyesha lari ke pelukan Ando, Bian. dia kan lebih cetar daripada lo.”
“Gak akan bisa kakak cantik...” Dia
menatap Erika dengan tatapan jahil. Seperti yang sring mereka lakukan. “Berani
dia lakuin itu. gue dengan senang hati mengurung dia seharian di kamar ampe ga
bisa jalan lagi kalau bisa.”
Ando tertawa mendengar candaan
menjurus itu dan melirik Lista yang menyingkap sedikit gaunnya ke atas untuk
menggerakkan kaki – entah menulis apa-
untuk menutupi wajahnya yan dia sangat yakini, merona malu. mendadak ide
jahilnya kumat. “Sayang... daripada kita mendengar pertengkaran kakakmu ini,
bagaimana kalau kita cari tempat sepi untuk melakukan amanat papahmu ini yang
ingin dihadiahi Hayman kecil? Mau?”
“Huaaa.. frontal sekali dikau!”
Lista mendadak menjerit dan membekap mulut Ando dengan tangannya. “Kamu jangan
ikutan sinting deh. ayoo kita pergi.” Dia menarik Ando untuk menjauh. Namun
mendadak kedua tangannya di tarik oleh Kak Bian dan Erika. “Iya.. iya.. lo
cepat ngambekan deh, Lis sekarang. Mari kita keliling dulu.” Erika langsung
merangkul pinggang Lista supaya tak kabur dan Bian, merangkul pundaknya sambil
membantu menyingkap gaun putih panjang yang menyapu pasir pantai.
Ando hanya tersenyum melihat Lista
ditarik paksa oleh kedua kakaknya. Dan dia melirik istri kak Bian, Lyesha yang
asyik berbincang dengan Mikail sambil bercanda dengan kedua anak kak Erika yang
berdiri di depan wanita hamil itu. Fransisco dan Eleanor Boulanger dengan ide
jahil menari di kepalanya. Siap menggoda wanita hamil.
♥
♥
“Bagaimana
perasaan lo, Lista? bahagia, kan?” Mereka bertiga duduk di tepi pantai sambil
menekuk kedua kaki masing – masing dan memeluknya. Erika membiarkan gaun
panjang berwarna merah marun basah terkena ombak pantai, senasib dengan gaun
pernikahan adiknya. Rambutnya terkibar karna dihembus angin. Sedangkan Bian,
dasinya sudah longgar dan satu kancing paling atas sudah lolos, kedua lengan
kemeja putihnya dilipat sampai siku dan rambutnya acak – acakan. Takkan ada
yang menyangka kalau mereka sudah menikah.
Lista
memandang wajah kak Erika. wajah yang menenangkannya di saat dia terkena
sindrom takut menikah beberapa jam yang lalu hingga nyaris ingin membatalkan.
Ucapan penuh keyakinan dan doa tulus yang terucap membuatnya yakin. “Bahagia
kak. Makasih yah udah ngasih advice ama gue.” Dia memeluk kak Erika yang
tetap langsing walau sudah punya dua anak yang lucu.
“Gue
gak dipeluk nih?” Suara kak Bian yang cemburu membuatnya tertawa dan memeluk
kakak lelakinya. Kakak yang melindungi ia sampai hari ini, yang memberi
keyakinan bahwa Ando terbaik untuknya. Dan memberinya nasihat serta uluran
tangan setiap dia kesusahan. Dia merasa beruntung karna dikelilingi oleh
mereka. “Makasih kak Bian udah jaga gue selama ini. Udah...” Dia mendadak tak
bisa berkata apa – apa saking bahagia dengan semua yang didapat. Membuat ia
mendadak dua pelukan penuh sayang dan kecupan di pipi kiri dan kanannya.
“Kamu
adik kakak, Lista. sudah sepantasnya kakak jaga kamu sampai hari ini, sampai
seterusnya. Karna kakak sayang kamu.” Bisikan lembut kak Erika membuat hatinya
menghangat.
“Pengantin
seharusnya menangis sama pasangannya. Bukan ama kedua kakaknya, Lista. tapi gue
senang lo menikah hari ini dengan Ando. nice wedding dress. You look so
beautiful like angel. How lucky him cause be your soulmate. Gue kasih satu
pesan aja untuk lo, Lista. jaga pernikahan yang kalian bangun seperti kedua
orang tua kita menjaga pernikahan mereka selama ini. Saling mencintai walau
umur udah tua dan ketiga anaknya menikah. Gue malah merasa ortu kita seperti
nostalgia aja setiap kita menikah. Hahaha...” Bian tertawa mendengar leluconnya
sendiri dan memeluk Lista dengan sayang sambil merangkul tangan kak Erika yang
melingkar di pinggang adiknya.
Mereka
masih terus tertawa sambil melukis janji dalam hati ketika matahari terbenam
sempurna bahwa pernikahan mereka akan bahagia seperti kedua orang tuanya.
♥
♥
“Takkan pernah ku
menyalahi cinta,
yang ku jaga hanya untuk satu kasih.
Yang terakhir dan pasti ntuk selamanya.
kesetiaan kan teruji.”
yang ku jaga hanya untuk satu kasih.
Yang terakhir dan pasti ntuk selamanya.
kesetiaan kan teruji.”
Pernikahan
mereka selesai sudah. Semua wedding organizer yang dia sewa sudah membereskan semua tetek bengek
peralatan di depan Villa dan sekitar pantai dan baru saja pulang. Sekarang,
mereka tinggal berdua saja di Villa yang luas dan sepi ini. Hanya berteman
ombak pantai yang berdesir pelan.
Dia
membuka hadiah demi hadiah yang diberkan para tamu untuk mereka. Hadiah kak
Erika membuat wajahnya seperti kepiting rebus. Untung saja Ando saat ini berada
di kamar mandi dan tak melihat. Kalau saja mereka membuka berdua, entah tatapan
apalagi yang akan diterimanya.
Dengan
wajah malu – malu, dia berganti pakaian di kamar sebelah dan mengenakan ligerie
berbentuk gaun tidur super seksi berwarna merah muda yang sangat cantik
dengan bunga bunga kecil mengelilingi.
Kainnya sangat tipis hingga lekuk tubuhnya terlihat sangat jelas. Saking
malunya, dia memutuskan bersembunyi di balik selimut.
“Suatu kesan
akhirnya kau mencintaiku,
Ku inginkan malam pertama.”
Ku inginkan malam pertama.”
Oh Tuhan... Lista melirik dari balik selimut untuk melihat
pakaiannya. Wajahnya merona seperti kepiting terlalu lama direbus. Dia
memutuskan berganti pakaian dan berdiri dari persembunyian, namun terlambat --
Ando baru saja masuk kamar dengan wajah luar biasa lelah. Namun senyum yang membuatnya jatuh cinta itu tersungging lebar. Jas pengantin berwarna putih itu belum dilepasnya sampai sekarang. Namun bukan itu masalahnya.
Ando baru saja masuk kamar dengan wajah luar biasa lelah. Namun senyum yang membuatnya jatuh cinta itu tersungging lebar. Jas pengantin berwarna putih itu belum dilepasnya sampai sekarang. Namun bukan itu masalahnya.
Mereka
sudah menikah! Aaaa...
Mendadak,
Lista menyembunyikan wajahnya dibalik selimut. Membuat Ando bingung dan
memutuskan mendekat. “Kamu kenapa sayang sembunyi gitu? Sakit?”
Lista
mengeluarkan wajahnya dari persembuyian dan menggeleng lemah. mendadak susah
berkata – kata ketika Ando duduk di tepi ranjang berukuran king ini.
“Gak papa kok. kenapa belum ganti pakaian?”
Senyum
jahil itu membuatnya serasa menelan batu. “Lepasin dong kancingnya. Agak susah nih.”
Pintanya dan berdiri. Membuat Lista menatap bingung.
“Kenapa
gak duduk aja sih? Kamu itu tinggi banget tau!”
“Aku
pengen menikmati udara pantai sambil berdiri, sayang. Ayolah...”
ALESAN!
Lista menyingkap selimut tebal yang menyelimutinya, berdiri dan berhadapan
dengan Ando yang mendadak susah menelan ludah ketika tubuh istrinya yang
ramping itu terlihat samar – samar di gaun tidur yang super pendek dan tipis
itu. tangannya mendadak gatal ingin memasukkan tangannya di balik itu dan
menyingkap ke atas sambil...
“Udah
nih.” Suara Lista membuat khayalan mesumnya buyar. Dia melepas jas beserta
kemeja itu di depan Lista dan meletakkan di keranjang pakaian lalu berjalan
membelakangi istrinya karna mendadak sangat haus.
Lista
merasa menelan batu sekarang. Tato sayap burung berukuran cukup besar merentang
lebar seperti sayap malaikat di tulang bahu terpampang sangat jelas di matanya.
Dia tau Ando mempunyai tato di pergelangan tangan yang bertulisan namanya, tapi
dia sama sekali tak tau kalau Ando mempunyai tato di punggung!
“Sejak
kapan CEO yang memegang 4 perusahaan besar yang bergerak di bidang pariwisata
dan ekspor – impor barang antik, mempunyai dua tato?” Sindir Lista membuat Ando
tertawa dan balik badan ntuk menatapnya.
“How
damn sexy! I can’t believe he is my husband!” Lista menjerit shock dalam
hati ketika dada bidang hasil Gym entah sejak kapan itu terpampang jelas
dmatanya tanpa sensor. Bahunya yang cukup berotot dan liat itu membuat pikiran
mendadak lari kemana – mana. Tangannya gatal untuk menyentuh otot bahu itu dan
menyelusuri garis urat yang menonjol. Dia tak menyangka dada yang selalu
menjadi tempat favorit untuk menyandarkan kepalanya setiap mereka berpelukan,
akan seseksi ini, se – HOT ini dan...
Dia
tak sadar Ando sudah berada di depannya dengan senyum entah apa artinya. Tau –
tau tubuhnya digendong dan diletakkan tepat di tengah ranjang lalu pria itu
berada di atasnya, kedua tangan menopang tubuhnya agar tak jatuh dan
mendekatkan wajah hingga bersentuhan hidung. “Sudah cukup mengagumi ketampanan
suamimu ini, sayang?” Godanya membuat Lista merona malu.
“Apa –“ Ucapannya terhenti ketika bibirnya terkatup oleh ciuman Ando yang lembut. Dia mengerang ketika lidahnya bergerilya mencari kenikmatan dalam mulutnya dan menyecap semua sudut dengan rakus dan menuntut minta dibalas. Lista membalas sentuhan itu dan membuat mereka menggila.
“Apa –“ Ucapannya terhenti ketika bibirnya terkatup oleh ciuman Ando yang lembut. Dia mengerang ketika lidahnya bergerilya mencari kenikmatan dalam mulutnya dan menyecap semua sudut dengan rakus dan menuntut minta dibalas. Lista membalas sentuhan itu dan membuat mereka menggila.
Sambil
mencium Lista dan menjalar ke leher jenjang istrinya lalu meninggalkan jejak –
jejak merah hingga suara erangan – yang sangat seksi di telinganya terdengar
bagai alunan musik merdu, dia menggerakkan tangannya untuk menyentuh sambil
lalu titik sensitif Lista hingga sampai ujung gaun tidur. Tanpa ragu dia
menyingkapnya ke atas dan menemukan titik sensitif yang lain – dadanya – dan
meremas pelan hingga erangan pelan namun sanggup membuatnya pening karna gairah
. Dia merasakan suara Lista bergetar ketika dia mengecup tepat di pangkal
tenggorokan dan meninggalkan jejak panas disana.
Tangannya
sibuk meraba – menyentuh – hingga sampai ke pinggang ramping itu. dia serasa
menyentuh sesuatu dan mengalihkan perhatian dari mata Lista yang tertutup karna
sentuhannya – menjadi ke pinggang dan membuatnya shock!
Tato
bertulisan bahasa arab memanjang sampai tulang dada. entah apa artinya hingga
dia berbisik tepat di bibir Lista yang setengah terbuka ketika sentuhannya
semakin menggila di pinggang. “Sayang... sejak kapan psikiater mempunyai tato
di pinggang? Sejak kapan kamu punya tato?”
“Rahasia...”
Lista membuka mata dan mengerjap jahil. Dia tertawa melihat mulut tipis
merengut. Tawanya langsung hilang ketika Ando memundurkan badan dan kini, wajah
tampan yang penuh seringai licik tepat di pinggangnya. “Kamu mau ngapain, Ndo?”
“Kalau
kamu gak mau ngaku apa arti tulisan tato ini. Aku akan buat kamu berteriak mengatakannya,
sayang.” Dan Lista memekik geli ketika bibir tipis itu ternyata mencium
tatonya, mengecup pelan kemudian menggigit hingga meninggalkan bekas. Seolah
tak cukup, tangan jahil itu menggelitiki pinggangnya sambil bibir tipis itu
menciumi sekitar perutnya. Membuatnya merasa di awang – awang ketika sentuhan
demi sentuhan itu menyerangnya. Serasa ada ribuan kepak kupu – kupu terdengar
di telinganya. Membuatnya gila. Gelenyar aneh yang ia rasakan seperti gelombang
pasang yang panas dan bergulung – gulung di dalam perutnya. Menuntut lebih
setiap sentuhan yang diberikan.
“Iyaa...
Iyaa... Aku ngaku! Itu tato bertulisan namamu, Ando! sudah.. sudah...” Teriakan
bercampur desahan berhasil dikeluarkan Lista susah payah ketika Ando terus saja
menciumi tato itu sambil satu tangan bergerilya di dadanya. Meremas lembut dan
memainkan puncak sambil lalu.
Pengakuan
itu membuat Ando terpaku. “Namaku?”
“Iya..”
Lista berhasil mengeluarkan suaranya ketika serangan licik itu berhenti. “Waktu
kuliah aku pergi ke tempat pembikinan tato terkenal ama Stacy, sahabatku. Kami
bikin tato dan aku menulis namamu disini. Fernando Hayman. Itu artinya.”
“Dan
siapa yang menatonya? Cowok atau cewek?”
Lista
tersenyum malu dan menutup wajah dengan tangan. “Bule cowok yang sangat ganteng
sekali! Dia menato pinggangku, dan bertanya kenapa aku menulis namamu di sini.
Aku jawab nama itu adalah pacarku dan aku ingin hanya dia saja yang melihat
tulisan ini.”
Penjelasan
Lista membuat ia tersenyum dan mengecup bibir tipis itu. “Senang mendengarnya.
Tapi aku tetap menghukummu malam ini. Membuatmu besok pagi tak bisa berjalan
dan sepenuhnya membutuhkanku.”
“Loh,
kok gitu? Kan aku udah ngaku!”
“Karna...” Dia mengecup leher Lista dan menggigit pelan hingga terdengar erangan tepat di telinganya. “Kamu udah biarin cowok lain, siapapun itu melihat tubuhmu walau sedikit. Sekalian aku mau cari di bagian tubuh mana lagi kamu menyembunyikan tato -- yang hanya aku saja boleh melihatnya.” Sebelum Lista sempat mencerna kata – kata panas yang bikin ombak di tubuhnya semakin menjadi – jadi, tau – tau Ando melanjutkan permainannya lagi. Menyentuh seluruh titik sensitif di dalam dirinya, membuatnya mengerang dan membiarkan lidah dan mulut tipis itu meninggalkan jejak panas di sekujur tubuhnya. dan ketika entah sejak kapan, tubuh mereka sama – sama terlihat polos dan Ando tersenyum ketika dia siap untuk menyatukan diri dengannya. Entah kenapa membuat ia ketakutan.
“Karna...” Dia mengecup leher Lista dan menggigit pelan hingga terdengar erangan tepat di telinganya. “Kamu udah biarin cowok lain, siapapun itu melihat tubuhmu walau sedikit. Sekalian aku mau cari di bagian tubuh mana lagi kamu menyembunyikan tato -- yang hanya aku saja boleh melihatnya.” Sebelum Lista sempat mencerna kata – kata panas yang bikin ombak di tubuhnya semakin menjadi – jadi, tau – tau Ando melanjutkan permainannya lagi. Menyentuh seluruh titik sensitif di dalam dirinya, membuatnya mengerang dan membiarkan lidah dan mulut tipis itu meninggalkan jejak panas di sekujur tubuhnya. dan ketika entah sejak kapan, tubuh mereka sama – sama terlihat polos dan Ando tersenyum ketika dia siap untuk menyatukan diri dengannya. Entah kenapa membuat ia ketakutan.
“Aku
gak akan menyakitimu, sayang.” Suara
penuh janji dan senyum yang membuat ia tenang, membuatnya yakin dan mengangguk
sambil merangkul leher suaminya agar mendekat dan berteriak kencang sambil
meremas rambut tebal itu ketika mereka saling menyatukan diri.
“Sakitkah?”
Ando menatap cemas ketika Lista mengernyit kesakitan dan menutup matanya.
ketika dia memasuki dirinya – menyentuh kerang yang terbuka itu dan
menggerakkan mutiara yang tersembunyi di dalamnya. Namun gelengan itu
membuatnya tersenyum lega. “Gak, Ando. i’m fine.”
Jawaban
itu membuat ia tersenyum dan mengecup bibir istrinya dengan sayang. “I love
You, Elista Maharani Hayman.”
“Enak
banget kamu mengganti nama belakang papahku menjadi namamu.”
“Memang
seharusnya begitu, kan Nyonya Hayman?”
Lista
membuka mata dan menatap mata beriris hitam kelam itu dengan lembut. Hatinya
sangat bahagia bahwa pemilik mata ini adalah suaminya. “I love you too, Mr
Hayman. My beloved husband.”
Dan
selanjutnya, mereka menghiasi malam ini dengan penuh cinta. Dengan membuat simpul
indah yang akan menghiasi gerbang pernikahan mereka. Dan melahirkan beberapa
simpul kecil lainnya.
They were meant
to meet each other.
they were meant to discover who they really are and who they strive to be,
thet were meant to love each other,
they were meant to discover who they really are and who they strive to be,
thet were meant to love each other,
They are fated to
be together.*
*Terinspirasi
dari novel “Baby Proposal” Karya Dahlian dan Gielda Latifa.
1,5 tahun
kemudian.
Lista
tergolek lemah di rumah sakit. Persalinan yang sangat melelahkan membuat
tubuhnya serasa lemas. tulang – tulang di tubuhnya serasa ingin saling
meloloskan diri ketika dia berjuang mengeluarkan manusia kecil yang hidup
nyaman dalam perutnya.
Yah.
beberapa bulan dia menikah dengan Ando, dia positif hamil dan membuatnya hampir
seperti boneka porselen oleh suami sendiri karna dilarang pergi kemana – mana.
Membuat mereka bertengkar dan bermesraan kembali pada malam hari ketika Ando
memberinya syarat – syarat untuknya. Dan ia tak punya cara lain selain mengiyakan
dan dimanja dengan penuh cinta.
Pintu
kamar terbuka dan ia melihat suaminya, Fernando Hayman, mengenakan dasi yang
sudah longgar seutuhnya karna cemas akan kehamilan yang menurut ibu mertuanya sungsang
dan bergegas berlari kesini tanpa peduli dengan rapat penting diperusahaannya.
ia menghampiri Lista sambil menggendong bayi diikuti Lily, keponakannya yang
luar biasa cantik – dengan wajah mirip Ando, beralis tebal dengan iris hitam
yang tajam dan wajahnya yang innocent – terlihat bahagia menggendong
bayi perempuannya.
Yah,
dia melahirkan sepasang anak kembar. Laki – laki dan perempuan hidup dalam
rahimnya selama 9 bulan dan sekarang berada di gendongan suami dan
keponakannya.
“Mama
dan papah mana?” Tanyanya karna tak melihat mamanya yang membantu melahirkan
anak sekaligus cucunya hari ini. Entah sudah berapa kali mamanya, Erza membantu
anak dan menantunya melahirkan cucu – cucu lahir selamat ke dunia. Dan
papahnya, Putra Pradipta yang berprofesi sebagai dokter anak, mengobati cucu –
cucunya bila sakit. “Masih sibuk mengurus tetek bengek kelahiran cucu
kembarnya, sayang.” Ando menyerahkan bayi yang digendongnya pada Lista dan dia
menyambutnya penuh sayang. Bayi laki – laki dengan seluruh fisik Ando ada di
wajah anaknya. Bahkan iris matanya pun sama. Hitam kelam.
“Copycat
kamu banget nih.” Lista tertawa dan mencium anaknya dengan sayang. “Halo,Edric.
my hero.” Dia mengecup ujung hidung anaknya dengan sayang lalu
menyerahkan ke Ando dan menatap Lily. “Kamu kapan pulang kuliah, Li?”
“Bolos,
kak. sesekali gak papa, kan?” Dia mengedipkan mata dan tertawa sambil
menyerahkan bayi yang digendongnya. “Dia cantik banget, kak. Warna matanya
unik. Kayaknya kalau sudah gede bakalan cantik banget deh.”
“Bisa
aja kamu.” Lista menyambut bayi yang diulurkan Lily dan tersenyum. Keponakannya
benar. Bayi perempuan yang digendongnya sangat cantik. Pipi bersemu merah dan
tembam membuatnya gemas mencubit, warna mata kirinya berwarna hitam kelam
seperti Ando, dan sebelah kanannya berwarna hijau toska ditengah dengan warna
hitam yang mengelilinginya. Hasil kelainan genetik Heterochromina Iridium – kelainan
yang membuat kedua warna mata terlihat berbeda – hasil warisan darinya.
Membuatnya yakin, entah beberapa tahun lagi warna mata unik itu akan semakin
indah.
“Halo,
Fiorenca. Damai – damai dengan kakakmu, yah.” Yah, Fiorenca selisih 2
menit lebih lama keluar dari Edric- yang sekarang digendong suaminya itu. “Kak,
aku tinggal dulu yah, lapar nih. Belum makan soalnya.” Ucapnya dan mencium
kedua pipi Lista dan kakaknya, lalu kepada keponakannya. “Hai, Edric dan Fio,
tante tinggal dulu yah.” pamitnya lalu ngacir keluar kamar.
Sepeninggal
Lily, mereka saling bertatapan dan tersenyum. “Halo istriku. Siap membuat
keluarga besar?” Godanya jahil membuat Lista mencubit pinggang Ando yang
sekarang duduk di sampingnya. “Tunggu enam tahun lagi baru kita bikin keluarga
besar.”
Ando
berpikir seolah menimbang – nimbang dan tersenyum lalu mencium bibir istrinya
dengan lembut. “Aku tunggu sayang.”
Lista
tersenyum dan menatap suaminya dengan penuh cinta. “Selamat menunggu kalau
begitu.”
Mereka
tertawa bersama – sama sambil bercanda dengan anak yang digendongan. Berusaha
memperkenalkan dunia dengan bahasa mereka sendiri.
“i
love you, Elista. my stronger wife and beauty mom to our baby.”
Lista
mengecup pipi Ando dengan penuh sayang. “I love you too, Fernando Hayman. My
husband and handsome dad to our baby.” Balasnya dan tersenyum ketika anak
mereka tertidur di gendongannya.
Cause I'm keeping you, Forever and for always.
FIN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar