Sabtu, 16 November 2013

Epilog Be Yours?! DAMN! - A Love That Will be Last



Lista terdiam di ruang kerja. Semenjak kedatangan undangan pernikahan kakaknya beberapa bulan lalu, hatinya berbisik untuk memesan tiket pulang ke Indonesia saat ini juga dan memutuskan kerja disana.

            Tapi dia tak bisa melakukannya.
           
            Dia menghela napas dan menyandarkan punggung kekursi. Matanya menatap langit – langit ruangan yang didominasi warna putih dan lampu berbentuk minimalis. Bentuk kesukaannya.
            “Gue pulang atau stay yah?” Dia menghela napas sekali lagi. Baru 3 tahun dia bekerja disini sebagai Psikiater di rumah sakit ternama di Berlin, Jerman yang jaraknya tak jauh dari apartemen dia tinggal. Masa ditinggal pergi?

            Dia berdiri dari duduknya dan melangkah ke arah jendela sebesar dinding itu dan melirik ke bawah. Sekarang kota Berlin mengalami musim semi. Bunga – bunga indah bermekaran dimana – mana, daun mapple berguguran menimbulkan suasana damai dan dia melihat di bawah tempatnya berpijak sekarang, taman dekat rumah sakit dipenuhi banyak orang yang piknik dan beberapa di antaranya berciuman mesra. Yah, tradisi yang tak pernah dilihatnya sewaktu di Indonesia, sekarang lumrah saja dilihat.
            Bunyi bip di laptop berbunyi nyaring. Dia terhenyak dan duduk di meja kembali dan membuka icon skype yang berkedip – kedip dan menekan tombol call.
            “Cieee.. yang sebentar lagi jadi pengantin baru..” Godanya ketika wajah kak Bian terlihat sangat berseri – seri. Pernikahan yang akan dilaksanakan tinggal menghitung hari itu membuat wajah kakaknya terlihat ceria dan semakin mudah tersenyum.
            Tawa kak Bian membuat senyumnya semakin lebar. Senang karna kakaknya akan menikah. “Apaan sih loh, dek—oh iya, lo kapan pulang?” hela napasnya mendadak seberat mengangkat 1000 ton ketika mendengar pertanyaan itu. dan dia hanya mengangkat bahu tanda tak tau.
            “Lista...”
            “Iya, kak?”
            “Pulang deh. demi gue sekali aja. lo gak kangen sama gue dan semua yang ada disini?” Suara penuh mohon itu membuatnya dilema. Dia ingin pulang, sangat ingin mengingat sudah 7 tahun tak pernah ke Indonesia sejak hari itu. tapi ...
            Sudut hatinya yang tersembunyi terlalu takut mengiyakan keinginannya,
            Bagaimana kalau mereka bertemu lagi?
            Kalau bertemu, apa yang mereka lakukan? Saling mengucapkan “hai” seolah tak ada yang ditinggalkan dan meninggalkan? Seolah dia pulang dari liburan, bukan dalam rangka melarikan diri?

            Oh Tuhan...

            “Lo hobi banget melamun, dek sekarang.” Suara kakaknya membuyarkan lamunan. dia  nyengir kuda. “Maaf kak, tadi gue kepikiran sesuatu hingga lupa kalau kita lagi skype-an.”
            “Lo lagi sibuk, yah? kalau iya, ntar aja kita sambung dek. See you.” Bian seolah paham apa yang dimaksud dari “kepikiran sesuatu” memutuskan menghentikan percakapan karna Lista dilihat seperti melanglang buana pikiran ke alam lain dengan tubuh tepat di depannya.
            “Kak...”
            “Iya...”

            “Kalau gue gak pulang, lo gimana?” Pertanyaan Lista membuatnya terdiam sejenak. Kecewa. Tentu saja. Tapi, dia tak bisa kan memaksakan kehendak mengingat keadaannya sekarang? Dia melirik sekilas ke arah sofa ketika ada seseorang yang baru masuk ke ruangannya ikut mendengarkan percakapan. Dia memberi isyarat, namun orang itu menggelengkan kepala dan menyuruhnya ntuk fokus. “Gue sih kecewa. Tapi, lo pasti punya alasan ntuk tak pulang yang mungkin gue gak tau. Lista, gue menghargai keputusann lo, apapun itu. karna itu keputusan yang lo buat penuh kesadaran dan lo tau konsekuennya. Gue sebagai kakak Cuma bisa menerima tanpa perlu maksa.”
            Lista tersenyum mendengarnya. Separuh beban serasa terangkat dari hatinya. “Makasih, kak. Gue end call yah.”

            “Lista...” Panggilan kakaknya membuat dia menghentikan gerakan pointer untuk menekan tombol merah. “Pikirin keputusan lo baik – baik. Karna... bukan gue doang yang menunggu lo pulang. Tapi dia juga. Jangan buat waktunya hilang sia – sia.” Bian melirik tamu tak diundang itu yang mendesah kecewa lalu menekan tombol end call dan membiarkan Lista larut dalam kebingungan.

            Lista terdiam menatap layar laptopnya kini terpajang fotonya dan Ando waktu mereka masih bersama. Dia tersenyum miris dan mengambil telpon untuk menelpon seseorang.

            “Stacy, Can you booking a ticket for me?”  Dia menelpon sahabatnya yang bekerja di biro pemesanan tiket.
            Not Indonesian.” Dia mendesah ketika kalimat itu berat diucapkan. “Verona City. Italy.”
            Italy? But why? Your handsome brother – and broke my heart --  will married with another girl and you with damn think –“ Omelan sahabatnya bagai  gendang bertalu – talu bising di telinganya. “Please, Stacy. Just send me ticket via email. Okay? No question, no complain cause my ears will deaf if heard stufid things from you.”
            “How long?” Pertanyaan bernada gerutu membuatnya terdiam. berapa lama dia melarikan diri sekali lagi?

            I don’t know. Just booked one ticket for italy. I’ll be call you if wanna come back.” Telpon pun terputus dan ­email  seperti permintaannya datang. satu tiket pergi ke Italy entah berapa hari dia pergi. setidaknya sampai kakaknya selesai menikah baru dia akan pulang ke Jerman. Yah...

            Dia takkan pulang. Seperti janjinya 7 tahun yang lalu.

♥ ♥

            “Bagaimana?” Ando duduk diruangan Bian. dari sini dia mendengar semua percakapan Lista dengan kakaknya itu. harapannya seolah terhempas jatuh ke dasar lautan ketika gadis itu secara tersirat mengatakan takkan pulang kesini.

            Habis sudah harapannya untuk menunggu selama 7 tahun. Karena semuanya sia – sia.
           
            Bian garuk – garuk kepala. Ia memang sering bertemu dengan Ando sejak adiknya pergi itu. tapi dia tak menyangka kalau Ando datang saat dia berskype – an ria. Seandainya pria itu mengiyakan lewat tatapan matanya, dia akan sukarela beralih duduk dan membiarkannya bercakap – cakap dengan Lista.

            “Dia akan pulang kok. gak mungkin kan dia setega itu gak pulang hanya karna lo?”
            “Apa gue perlu nyusul ke Jerman ntuk ketemu dia?”
            “Pekerjaan lo bagaimana? Bukannya lo lagi concentrate untuk membuat resor di Raja Ampat beserta konservasi untuk perlindungan biota laut yang lo cinta itu?” Bian mengingatkan. Membuat Ando berdiri dari kursi tamu dan duduk di depannya  kemudian menghempaskan diri di kursi. “Bisa gue atur. Kan gue bos di perusahaan sendiri. terserah gue dong, kak.” Ando menatap Bian dengan tatapan you–know–me  penuh kilat  percaya diri tinggi hingga mendekati meremehkan. membuatnya berdecak. “Apa salah adek gue jadi punya pacar yang segini pedenya?”
            Ando tertawa dan mendadak berdiri ketika ponselnya bernyanyi. Dia mengangkat dan terdengar serentetan instruksi dengan nada tegas untuk anak buah sambil memasukkan tangan kanannya dalam kantong celana, tatapan mata tajam ke arah jendela dan kening berkerut seolah memikirkan solusi. Bian memperhatikan semuanya dan entah kenapa tersenyum.

            Setidaknya kalau kisah itu terjalin kembali, Ando orang yang tepat untuk menggantikan posisinya menjaga Lista.
           
            “Gue kayaknya harus ke kantor lagi deh. Karen bikin kerusuhan di kantor.” Dia geleng – geleng kepala sambil memasukkan ponsel ke kantong. Sahabatnya baru saja berteriak untuk pulang sebelum semua klien yang dia butuhkan, menghilang dari pandangan mata karna dia tak ada.
            Bian tertawa. Karen, adiknya Dylan yang super cantik dan seksi walau wajah terkesan angkuh itu, ternyata tak bisa meruntuhkan tatapan Ando untuk berpaling dari Lista dan meliriknya. “Tuh, kan. lo gak bisa ke Jerman untuk saat ini, Ando. lo mau pergi kesana mencari adik gue, sedangkan perusahaan lo diambang pailit?”
            “Gak bakalan pailit juga kali, kak. Karyawan yang bekerja sama gue, orang gila semua kalau urusan perusahaan terancam pailit. Dan mereka ga akan membiarkan hal itu terjadi.”
            “Iyaaa.. karna CEO-nya juga gila.” Celetuknya dan mereka tertawa. “Gue cabut dulu yah, kak. Takutnya Karen membakar habis kantor gue ntar.” Dia terdiam sejenak dan tersenyum. “Selamat atas pernikahan lo, kak. Gue doakan lo bahagia dengan pasangan yang lo pilih. Gue pasti datang kok. tenang aja.” Ando mengacungkan undangan pernikahan seperti mengacungkan tiket emas masuk ke pertunjukan.
            “Lo datang dengan Karen?” Entah kenapa dia cemas kalau sampai Ando datang bersama cewek itu. bukannya apa – apa, takut kalau adiknya itu mendadak berubah pikiran dan pulang lalu kembali ke Jerman dengan hati hancur karna melihat Ando menggandeng Karen. Mengingat adiknya itu anti mendengar nama cewek itu.
            “Mungkin ntuk temanin gue. Tapi... liat aja ntar, kak.” Dia tertawa dan melangkah keluar ruangan. Langkahnya terhenti ketika tangannya memegang engsel pintu. dia menoleh ke belakang. ke arah Bian yang mengenakan jas dokter dan stetoskop tergantung di kantong jasnya. Tatapan hijau toskanya mengingatkan akan Lista. Dia mendesah ketika serangan rindu itu semakin menyelimutinya. “Kak, Bilangin sama Lista yah, Gue nunggu dia untuk pulang.”

            Selesai berkata begitu, Ando membuka pintu dan menghilang dari pandangan. Meninggalkan Bian yang terpaku menatap pintu.

            “Kayaknya gue punya satu tugas lagi deh sebelum menikah dengan Lyesha.” Desahnya dan memutuskan ikut keluar ruangan untuk menge-check  pasien – pasiennya hari ini sambil memikirkan cara apalagi untuk menyeret adik satu – satunya itu pulang ke Indonesia.

♥ ♥

            Ando mendesah di dalam mobil dengan stir digenggam erat. Dia masih berada di parkiran Rumah sakit dengan percakapan Lista yang terngiang ditelinga. Dia merindukan Suaranya, wajah cantik dan pipi bersemu merah setiap dia menggoda dan menggembung seperti balon ketika marah, warna mata yang unik terlihat eksotis untuknya. Hanya Tuhan yang tau betapa dia sangat, sangat merindukan Lista. Hanya Tuhan yang tau berapa ribu kali dia memutar rekaman demi rekaman di handycam saat mereka bersama waktu SMA setiap rindu melanda, dan hanya Tuhan yang tau bagaimana perasaannya ketika semua yang dia rindukan itu, berjarak kurang dari 10 meter darinya dan Bian bisa saja menggeser tempat agar dia bisa melihat semua kombinasi yang membuatnya rindu setengah mati itu.

            Serasa ada yang meledak dalam hati dan membuat kakinya entah kenapa merasa ingin berlari dan duduk di depan laptop dan menatapnya dalam sambil berkata “Hai.”

            Dia menggulung lengan baju kanannya sampai siku. Tato bertulisan nama Lista dalam bahasa Ibrani dibuat permanen setelah lulus SMA terpampang jelas terkena sinar matahari. Dia mengelus tato itu kemudian menundukkan kepala dan mengecupnya pelan. Dia tak peduli disebut gila, tak waras, atau sebagainya. Tapi kepergian Lista 7 tahun lalu tepat di depan hidungnya membuat seluruh pusat dunia yang selama ini tak pernah dia sadari, seperti hilang begitu saja. Dan rasanya, menyakitkan.

            Lista...” Dia bergumam sambil memejamkan mata di stir mobil. Ribuan harapan yang selalu diucapkan. Dan berharap dikabulkan untuk kali ini saja. “Please, come back --

            Cause i’ve missing you. Always.”

♥ ♥

            Karen asyik bekerja di depan komputer sambil merutuk dalam hati kemana bos galaunya pergi. dia tak peduli kalau besok dipecat karna mengomel di telpon seperti ibu – ibu kehilangan anak oleh Ando karna tak sadar posisi. Tapi dia tak tahan seruangan oleh para petinggi perusahaan asing yang sudah bau tanah, perut buncit itu menatap mesum kearahnya. Please deh, demi apa saja di dunia ini, apa mereka tak punya sekretaris secantik dan seseksi dirinya hingga mata rabun itu tak bisa lepas menatap lekuk tubuhnya? kalau iya, well, Ando harus bersyukur karna mempunyai sekretaris seperti dirinya.
            Ini dia. Desah Karen ketika pintu lift terbuka, Ando masuk dengan dasi agak dilonggarkan, sorot mata hitam yang tajam walau terbingkai kacamata, perpaduan antara wajah asing dan Indonesia membuatnya kadang khilaf menatap Ando lama – lama tanpa kedip. Mengagumi rahang tegas yang berdiri tegak itu, bibir tipis yang berubah setajam pisau kalau sudah menyindir bawahan dan cerdas hingga membuatnya ingin mencium kalap setiap bibir itu terbuka untuk mengeluarkan pendapat, tatapan tajam hingga buat para petinggi perusahaan kadang dibuat takut dan segan. Tak heran kalau sahabat galaunya ini dinobatkan secara tak langsung sebagai Bos terseksi dan H.O.T! versi para karyawan wanita di perusahaan sendiri maupun para sekretaris  perusahaan lain yang mendadak rusuh setiap bertemu dengannya. Membuat pertemuan para bos yang seharusnya boring setengah mati itu, menjadi sayang untuk diakhiri setiap pertemuan usai. Dan ujung – ujungnya, dia akan dicerca pertanyaan seputar hal pribadi yang membuatnya terkadang, menjadi singa betina untuk melindungi Ando dari serbuan wanita kelebihan hormon.

            “Kemana aja lo?” Bisik Karen ketika Ando berdiri di depannya. Posisi meja kerja yang berada di depan ruangan Ando membuatnya tak bisa diabaikan seenak udel. Apalagi statusnya sebagai Sekretaris.
            “Gue ketempat kak Bian. ada yang diomongin bentar. Mana tamu yang lo sumpahin ditelpon tadi?” Ando menjawab tak kalah bisiknya. Untung saja para karyawan dan direksi sedang istirahat dan hanya dirinya serta Karen berada di lantai ini. Jadi mereka bisa menghilangkan keformalan situasi yang kadang membuat ia tertawa.
            Karen mencebik dan menunjuk ruang tunggu di sebelah ruang kerja Ando. “Gue suruh bertapa disitu. Gimana gue gak ngomel kalau mereka bergosip tentang “sekretaris pak Ando sangat seksi sekali.” Atau sebagainya dengan bahasa Jepang tepat di depan hidung gue?! Dikira gue gak ngerti kali yah. mana tatapan mata si bos itu, lirikin gue dari ujung kepala ampe ujung kaki. Ngeselin! Kalau gak ingat dia tamu penting kita, jangan salahin gue kalau matanya menjadi hilang sebelah karna gue tonjok!”
           
            Ando tertawa dan menepuk pundak Karen dengan tatapan simpati. “Lo terlalu cantik jadi sekretaris gue kayaknya. Udah lo berhenti aja disini dan merintis karier jadi model aja.”
            “Lo seharusnya bersyukur punya sekretaris seperti gue dan bikin para bos ngiler. Hahaha.. udah masuk sana! Hadapin para bos gendut itu. kalau bikin ulah, jangan segan – segan telpon gue, Ndo.”

            Ando tersenyum dan membenarkan dasinya yang terasa longgar. Karen berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangan untuk merapikannya. Dia tersenyum manis ketika mereka bertatapan dan melihat sorot hitam tajam itu secara dekat. Tatapannya teralih ketika Ando berdehem. “Puas ngagumin kegantengan bos lo? Ada niat berubah lagi menjadi singa betina?” Ledekan Ando membuat ia terkikik geli.
            “Puas banget. udah masuk sana! Hadapin kakek – kakek perut gendut itu. menangin tendernya, Ndo. Setelah itu, traktir gue makan siang. Hahahaha..”
            “Oke deh. tungguin gue yah. ada yang mau gue ceritain.”
            “Soal?”
            “Lista. Dah. Gue masuk dulu.” Ando beringsut menjauhi meja Karen ketika bunyi lift terdengar tanda ada yang masuk. Dia berdehem. “Tolong kamu siapkan beberapa dokumen untuk rapat nanti dan bawakan ke ruangan saya. Sekarang.” Satu deheman merubah Ando yang dikenal menjadi bos yang harus dituruti kalau tak ingin dipecat. Karen tersenyum manis dan menganggukkan kepala. “Baik, pak Ando. akan saya siapkan.”

            Ando hanya tersenyum sekilas lalu melangkah masuk ke ruang rapat. Meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan di kepala sambil mencari dokumen – dokumen yang dimaksud.

            Kira – kira apa yang diceritakannya?”

♥ ♥

                        Lista menjejakkan kakinya ke Bandara Udara Internasional Verona – Villafranca, Italia melalui pesawat Air – Berlin. Penerbangan yang memakan waktu satu setengah jam dari Berlin, Jerman itu tak sebanding dengan kerusuhan selama 4 jam yang dibuatnya untuk membuat surat cuti dadakan selama 2 minggu mengingat dia tak pernah cuti selama ini, sekali cuti bikin kelabakan.

            Dia menyeret kopernya memasuki ruang kedatangan. Rambutnya yang panjang berwarna kayu mahoni diikat asal, kacamata hitamnya menaungi sinar matahari yang dijamin bikin mata rusak itu. untungnya dia hanya mengenakan tank top berwarna coklat dan celana pendek serta sepatu kets karna cuaca sangat panas saat ini. Membuatnya buru – buru ke toilet untuk mengenakan sunblock cream sebelum kulitnya terbakar.

            Dia keluar dari toilet dan berjalan sambil  mencari taksi. Mendadak ponselnya berbunyi dan dia mengambil dari dalam tas ransel kecil dan tertegun siapa yang menelponnya.

            Hai Stev. Kenap—“
            “Kamu dimana, Lista? Kenapa kata satpam kamu pergi seperti backpacker dengan koper besar di tangan kiri, dan ransel di punggung? Ketika aku masuk kedalam apartemen kamu dengan kunci titipan, tau – tau isi lemari kamu separuhnya sudah kosong.” Pertanyaan Steven mau tak mau membuatnya tersenyum geli.
            “Aku di Itali, Steven. Beberapa menit lalu baru saja tiba.”
            “Apa?!” Suara seksi itu berteriak kencang. Membuatnya buru – buru menjauhkan telpon. “Tapi kenapa, Lista? Beberapa hari  lagi kakak kamu mau menikah, kenapa kamu malah melarikan diri ke Itali? Kota mana? Biar aku susulin. Jadwal praktekku sudah habis dan aku bisa cuti sekarang.”
            NO!” Lista berteriak melarang sepupu jauhnya itu untuk menyusul. “Aku ingin sendiri untuk sementara waktu, Steven. Aku butuh waktu tenangin diri. Aku ingin mutusin semuanya. Aku di Verona.”
            “Sampai kapan?”
            Lista mengedikkan bahu. “Aku gak tau, Steven. Aku gatau kapan pulang. Bisa minggu depan, bisa dua minggu lagi, bisa juga besok hari. I don’t know. I just have a plain to going somewhere. Just me. Without you.”
            Lista mendengar Steven mendesah. “Sejak kapan kamu menjadi wanita tanpa tujuan hidup, Lista? Tak semuanya bisa diselesaikan dengan melarikan diri. Kakakmu menikah, kamu tak datang, apa yang dikatakan Bian nanti bila aku pulang tanpa kamu disamping? Apa kamu takut ketemu dia?”
           
            Aku bukan takut, Steven. Tapi... entahlah. Aku juga tak tau apa yang kurasakan ini, terlalu aneh hingga merasa, Jerman bukan tempat yang enak untuk berpikir tenang.

            Please, Steven. Aku butuh tempat tenang untuk mikirin semuanya. Kalau aku sanggup pulang, aku akan balik ke Indonesia.”
            “I’m always doing that. Okay, i’ll be waiting you. kalau keputusan kamu berubah, kamu tau dimana seharusnya berada, Lista. Hati – hati yah. call me if you need something and give me a text when you arrived at hotel.”
            “Okay.” Lista mengangguk sambil menggerakkan tangan sebagai isyarat taksi agar mendekat. “see you, Steven.
            See you, darl. Have a nice vacation  for you.”Ucap tulus Steven sebelum telponnya terputus. Dia tersenyum kemudian masuk dalam taksi sambil menyebut nama hotel bintang tiga yang berada di pusat kota Verona. Dan taksipun melaju kencang meninggalkan Bandara ditemani lagu – lagu berbahasa Itali yang sedikit ia mengerti sambil mengirim pesan dimana dia menginap pada Steven sebelum cowok itu – yang berubah menjadi kak Bian kedua – namun jauh lebih protektif itu menyusul dirinya.

♥ ♥
           
            “Dia bilang “bagaimana kalau gue gak pulang” bukan bilang “Gue gak mau pulang, kak.” Iya kan?” Karen memperjelas cerita Ando sambil memotong steik kemudian memakannya. Rapat selama 3 jam berujung kemenangan tender besar membuat mereka merayakannya di sebuah restoran mewah setelah jam bekerja usai. Ando hanya mengenakan kemeja biru malam dengan satu kancing terbuka di atas dengan dasi dibuat longgar, kedua lengan kemeja digulung sampai siku hingga tato di pergelangan tangan terlihat jelas, rambut agak acak – acakan dan kacamata yang sudah hilang dan berganti lensa kontak bening.
             Dan dirinya, jangan ditanya lagi. Jas kerja sudah berada dimobil dan dia hanya mengenakan blouse  berwarna cream dengan renda di dada. terlihat cantik dengan rambut yang selalu tergulung kini terurai ikal dan rok 10 cm diatas lutut berwarna biru malam semakin mempercantik penampilannya. Dia melirik Ando yang sibuk menatap beberapa pengunjung yang masuk ke dalam restoran. Membuatnya berdeham. “Gue disini bukan untuk jadi patung cantik yang sedang makan steak  loh, Ndo.”

            Sindiran Karen membuatnya tersadar. Dia menatapnya. “Sorry. Gue...” Ucapannya terhenti ketika melihat seorang pengunjung yang mengenakan gaun panjang dengan punggung terbuka berwarna hijau dan rambut terurai panjang. Dia menoleh dan tersenyum ke arahnya. Senyum yang sekilas seperti Lista. Andai saja dia tak melihat warna mata gadis itu yang berwarna coklat kehitaman, mungkin sudah dikejarnya hanya karna senyum itu.
            Karen mengikuti pandangan Ando dan ikut mendesah. “Rindu Lista, heh?”
            “7 Tahun di Jerman dia seperti apa yah sekarang? apa rambutnya tetap pendek, atau sudah panjang seperti cewek itu? apa dia...” Dia terdiam. seluruh deskripsi tentang Lista takkan habis dia ucapkan dan takkan ada satu wanitapun yang bisa menyamainya. Kecuali wanita itu sendiri. “Bagaimana kalau dia gak pulang, Ren? Jujur, mendengar suaranya siang tadi diruangan kak Bian, gue hampir kalap untuk berlari ke meja dan menatapnya terus bilang. “Gue kangen lo.” Tapi... gue hanya bisa duduk di sofa, mendengarkan setiap pembicaraan mereka dan menolak halus ketika kak Bian terang – terangan memberikan kesempatan ntuk lakuin itu semua. Gue pengecut permanen rupanya.” Ando meminum anggur  sekali teguk dan bermaksud menambah lagi. Namun ditahan Karen. “Gue gak mau nganter lo ke apartemen kesekian kalinya dalam keadaan mabuk, Ando. cukup.” Dia menatap tegas ketika tatapan menuntut mendominasi. Hanya dia dan Jayden yang tau bagaimana kurang warasnya Ando kalau sudah berurusan alkohol. Dan dia tak mau itu terjadi di depan umum dan menghancurkan image pria itu dan perusahaan yang dipimpinnya.
           
            “Lo bukan pengecut. Lo terlalu takut menghadapi penolakan. Gue yakin ketika lo mendengar itu, pasti dipikiran lo berkata “bagaimana reaksi dia kalau liat gue? Tetap stay di depan laptop atau malah putusin? Apa yang gue omongin nanti? Nanyain kabar seolah – olah teman lama, bukan seseorang yang ditinggalkan 7 tahun yang lalu tepat di depan hidung sendiri?” Yakin pada diri lo sendiri, dia akan pulang. Gue memang gak dekat dengan dia karna yah... You know that.” Karen angkat bahu dan menatap Ando yang memakan pesanannya dan melupakan gelas anggur  yang diganti dengan air mineral itu.  “Tapi bukan berarti gue gak bisa menilai dia. Lista itu kayak lo, Ndo. Kalau ada apa – apa melarikan diri sebagai sarana penenangan diri. Cuma bedanya dia pergi ke benua lain dan tak mau pulang, lo lari ke botol anggur dan pekerjaan sebagai pelarian. Tapi entah kenapa gue merasa, dia akan pulang, Ndo. Kakaknya menikah dan dia tak pulang itu adalah kebodohan terbesar seorang Lista. Kecuali dia memang tak sanggup menginjakkan kaki kesini.”

            “Entahlah. Gue gak yakin dia pulang, Ren.” Ando memakan spagheti-nya dengan lesu. Ucapan Karen semuanya benar dan dia malas membantah.
            “Hei..” Karen menyentuh pergelangan tangan yang bertuliskan tato nama Lista dan mengelusnya perlahan. “Gue yakin, Ando. masa lo enggak? Percaya sama gue. Oke?”
            Mau tak mau dia tersenyum. “Thanks, Ren udah yakinin.”
            “Itulah gunanya sahabat. Gini, bagaimana kalau hari ini gue traktir lo makan? Sesekali gak papa, kan? tadi gue udah telpon Jayden untuk kesini – nah, itu dia.” Karen melirik ke pintu dan melihat Jayden yang kini menjadi produser musik ternama yang sukses menerbitkan beberapa penyanyi berbakat ke dunia hiburan, sedang tersenyum ke arah sambil berjalan ke arah mereka. Sama seperti Ando. penampilannya tak jauh beda dan sama – sama tampan hingga membuat beberapa pengunjung dan waiters – kepergok meliriknya. 
            “Hai, Bro. Kucel amat penampilan lo. kayak gelandangan salah masuk aja.” Ejeknya sambil menepuk pundak Ando dan duduk disamping. Membuat Karen tertawa. “Kayak lo gak kalah kucel aja, Jay. kayak orang baru keluar dari studio musik setelah bertapa selama 10 tahun. Hahahaa --”
            “Gue gak segila Ando tau! Gue masih ingat dunia, ingat bumi, ingat Rere sebagai pacar gue. Dia? Ingat dokumen bertumpuk – tumpuk di atas meja. Lo gak stres kerja dengan dia yang freak ama kesempurnaan dan kesintingan, Ren? Gue aja hampir setengah gila kalau gak Rere ingatin dimana gue berada karna sahabatan ama dia.”
            “Gak kok. asal gajinya bisa beli mobil mewah tiap bulan gue oke aja. Hahahaa -- ”
            “Lo bikin perusahaan gue amblas dalam satu kedipan mata, Ren.” Sahut Ando ketus dan mereka tertawa bersama. Berusaha melupakan masalah dan kembali seperti dulu.

♥ ♥

            Bian terdiam. selesai sudah. Lista takkan pulang ke Indonesia. Batinnya mengatakan hal itu berulang kali hingga membuat ia sakit kepala. Di saat dia bingung bagaimana membujuk adik satu – satunya itu menginjakkan kaki kesini, dia malah mendapat kabar dari Steven yang baru saja datang jam 3 pagi buta setelah 16 jam berada di atas awan, dan sekarang tidur pulas di rumah,  bahwa Lista dua hari yang lalu “berpetualang” ke Verona. Kota Itali yang terlalu indah untuk dijadikan destinasi pelarian patah hati.
            Saking pusingnya, dia tak menyadari kedatangan calon istrinya, Lyesha menatap bingung. Tak sadar kalau ada segelas teh hangat di atas meja kerja sekarang. “ Kenapa, sayang?” Yah, Sejak dia melamarnya setahun yang lalu, dua hari lagiresmi menjadi istri tercintanya, ia tak sungkan lagi memanggilnya “sayang.” Sebuah panggilan yang menyejukkan jiwa yang dimabuk cinta. “Aku mikirin Lista. dia gak pulang,”
            “Aku tau kok. dia ada kirim e-mail  kemaren ama aku. Bilang kalau ada urusan mendadak yang membuatnya pergi ke Itali selama dua minggu. Ketika ku tanya kenapa ga bilang sama kamu aja, dia jawab  takut kak Bian nyusul terus narik dia paksa pulang. Dia gamau pulang.” Penjelasan Lyesha membuat migrain-nya kambuh seketika.
            “Emang aku ada tampang pergi ke Jerman di saat pernikahanku dua hari lagi? Benar – benar deh...”
            “Yah mau bagaimana lagi, Bian. itu keputusan dia. Dia udah dewasa, tau cara menyelesaikan luka hati sendiri. mungkin pelarian memang jalan terbaik untuknya. Bukannya sebagai kakak kamu mendukung keputusan dia?”
            “Tapi aku berharap dia pulang, sayang. Sebentar saja. Aku bosan pandangin wajah dia di layar laptop. Semakin dilihat, semakin cantik saja adikku itu. untung bener si Steven 7 tahun ada disamping Lista dan seenak udel gantiin posisiku. Seandainya aku gak sibuk banget, aku akan cabut ke Jerman.” Gerutunya ketika Steven datang dengan senyum khas mengatakan seenak dengkul dia akan menggantikan posisinya sebagai kakak Lista. membuat dia dan Erika menahan jengkel untuk tak melempar wajahnya dengan bantal besar.
            “Maka kita gak akan menikah, Bian kalau kamu lari ke Jerman juga.”
            Ucapan Lyesha membuatnya nyengir. “Hei... aku Cuma ingin liat adikku doang, kok. tenang aja. Nanti setelah kita menikah, bagaimana kalau bulan madu ke Bali? Aku dapat kupon bulan madu selama 2 minggu di Villa Karma Kandara, Bali dengan pantai sangat indah, mengalahkan pulau Maladewa dari Ando sebagai hadiah pernikahan. Kamu mau, kan? itu Villanya mahal loh. Semalam bisa 5 juta. Bayangin aja dua minggu kita berada disana, bisa habisin gajiku setahun itu.”
            “Gratisan nih ceritanya?” Goda Lyesha membuatnya nyengir. Dengan penuh sayang dia menjawil hidung calon istrinya itu. “Menghargai pemberian orang tak papa, kan? lagipula itu salah satu bisnis Ando juga. Bagaimana sayang? Kamu mau?” Sambil berkata begitu, dia mengedipkan matanya dan mencium bibirnya ketika Lyesha mengiyakan.
            “Bian...” Desahnya ketika bibir mereka terlepas dan calon suaminya itu dengan jahil mengecup bibir bawahnya kemudian menggigit pelan sambil mengetatkan pelukan. Spontan dia merangkul lehernya agar semakin dekat.
            “Kamu harus terbiasa dengan ini mulai dari sekarang, sayang.” Bisikan serak penuh goda di telinga membuat wajahnya merona malu. “Ini di Rumah Sakit, Bian. nanti para suster pada heboh kalau dokter muda yang berwajah innocent, ternyata mesum di ruang kerjanya dengan suster yang kebetulan cuti.”
            “Mesum sama calon istri sendiri gak ada yang larang,  kan? toh setelah kita nikah, Kita tidak hanya tidur seranjang berdua aja. Tapi usaha sampingan bikin cucu baru. Hhahaa...”
            “Bian...” Lyesha mencubit pinggangnya dengan wajah luar biasa malu. belum menikah saja sudah begini, bagaimana kalau nanti? Mendadak dia melihat banyak bintang  berotasi di atas kepalanya.
            Wajah Lyesha yang merona malu membuat dia teringat dengan ekspresi mamanya setiap digoda papahnya. Begini rasanya menggoda seseorang yang dicintai. Membuat Bian semakin mencintai wanita yang pipinya bersemu merah sekarang. “I love You, Lyesha.”
            Dia merasakan tatapan Lyesha melembut ke arahnya. “Love you too, Bian.”

♥ ♥

“Bintang malam sampaikan padanya,
aku ingin mengukir sinarmu di hatinya,
embun pagi katakan padanya,
biar ku dekap erat embun dingin yang membelenggunya.”

            Ando terdiam menikmati suara Rere mengalun merdu di Cafee tempat biasa nongkrong dengan Jayden sebagai pengiring musik. Yah, pasangan lover birds ini sukses mengaduk – aduk isi hatinya tanpa perlu dia berkata panjang lebar.

“Tahukah engkau wahai langit...,
aku ingin bertemu, membelai wajahnya,
ku pasang hiasan angkasa yang terindah.

Hanya untuk dirinya.”

            Oh Tuhan... lagu ini seperti cermin hatinya saat ini. Tanpa ragu dia berdiri dari kursinya, meninggalkan Karen yang menatap kepergiannya dengan senyum penuh arti. Seolah dia juga tau apa yang dirasakannya.
            “Gue boleh duet dengan lo, Re? Gini – gini gue vokalis Band loh.” Tanya Ando ketika musik mengalun merdu sebelum masuk intro. Rere tersenyum manis sambil mengulurkan mikrofon ke arahnya. “Silahkan.”

            Jayden mencibir di belakang mereka. “Awas lo jatuh cinta ama pacar gue yah. gue tabok pake keyboard baru tau rasa.”
            Ando tertawa mendengarnya. Suasana cafee yang sudah seperti milik sendiri dengan pengunjung sedikit karna malam semakin larut, membuat dia merasa nyaman.  Sekilas dia melirik Jayden yang menatap sinis. Membuatnya terkikik dalam hati. “Perlu penghayatan gak, Re nyanyinya? Pelukan gitu, atau rangkulan tangan gimana?”
            Rere terkikik geli mendengar candaan Ando. “Boleh deh. biar lebih ngena lagunya, Ndo. Pelukan pinggang juga gak papa.”
            “Rereee –“ Suara Jayden terdengar berbahaya di belakang mereka. Membuat dia mengedipkan mata jahil ke arah Ando. “Seketika horor yah, Re.” Ucap Ando membuatnya tersenyum geli.           
            “Iya..” dan mereka melanjutkan lagu yang sempat terpotong itu. Dan Ando menyanyikannya sepenuh hati. Seolah mengucap doa tak putus – putusnya.

“Lagu rindu ini ku nyanyikan,
hanya untuk bidadari hati ku tercinta,
walau hanya nada sederhana,
ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan.”

Kerispatih – Lagu Rindu.
           
♥ ♥

I’ll Come back, When you call me,
No need to say Goodbye.
*Regina Spektor – The Call.

            Lista terdiam di satu kursi taman tak jauh dari salah satu ikon terkenal di Verona, yang terkenal dengan cinta tragis mereka sepanjang masa dari Shakespeare, Juliet House. Yang katanya sebagai saksi bisu cinta terlarang antara Romeo dan Juliet. Dimana di tempat inilah mereka memadu kasih secara sembunyi – sembunyi dirumah Juliet ketika malam mulai menyelimuti Italia, dan tempat ini jugalah mereka memutuskan bersatu di alam baka. Dia duduk dengan sambil memegang secarik kertas balasan yang dia temukan pagi tadi di tempat dia meletakkan kemaren.
            Dia sengaja menulis surat dan iseng – iseng menyelipkan di balik dinding rumah Juliet sekedar mengikuti tradisi Italia yang mengatakan, siapa saja yang menulis surat di rumah Juliet dan menceritakan pahit manis cinta yang dialami, maka akan mendapatkan kebahagiaan kisah cinta mereka. Dia tak menyangka keisengannya menceritakan kegundahan hati yang berujung terdampar di Italia tepat sehari sebelum pernikahan kakaknya, mendapat respon dari persekutuan Juliet House, persekutuan para wanita Verona yang membalas semua surat yang diselipkan di dinding rumah dan meletakkan ke tempat semula pada esok pagi agar dibaca oleh si penulis surat dengan harapan semua masalah cinta mendapat jawaban dari mereka.

            Lista sekali lagi membaca isi surat balasan yang ditulis dengan bahasa Italia yang sedikit dimengertinya dan dibantu dengan kamus kecil Italia yang selalu ada di tas kecil. Dia menghela napas dan menatap langit sore yang menaungi Verona. Burung – burung merpati berada di bawah kakinya dan beberapa turis pria asing melirik tertarik  kearahnya yang mengenakan baju kaos tanpa lengan berwarna pink, sepatu kets andalan, rambut panjangnya yang dikepang rapi dan hot pants berwarna jeans. Namun dia tak menyadari itu semua. Pikirannya sibuk berkelana. Mencari jawaban atas hatinya sendiri sekali lagi.

            Dia menghela napas dan menatap surat itu ntuk sekali lagi. Tersenyum samar dia mengambil ponselnya, menekan nomor diluar kepala “Hi Stacy, can you booking a ticket for me? Not German. But Indonesian. Please... i wanna back home.”
            “Thanks for God you decided to back home, now, Lista. i find a flight for indonesian by Verona, today at least 4 hours before you leave it. During 16 hours you’ll be in plane. Lista. Do you want it?”
            “Yeah. Just booked me. Okay? Tomorrow morning i’ll be there. Isn’t it?”
            “Sure, Lista. Have a nice vacation. Wish you find a best way.”
            “Yeah. Thanks, Stac.” Dia menutup telpon dan tersenyum samar ketika Ipad-nya bergetar dan masuk ­e-mail yang diminta berisi tiket keberangkatan ke Indonesia 5 jam lagi. Dia masih punya waktu untuk beres – beres kamar hotel sebelum pergi ke Bandara dan berada di atas awan selama 16 jam sebelum tiba ke Indonesia pukul 2 siang WIB. Dan dia langsung mencari hotel untuk berganti pakaian dan meletakkan koper lalu berlari ke pernikahan kakaknya. Dia sengaja tak bilang pulang pada mereka karna ingin menjadi kejutan untuk kakaknya yang kadung kecewa dengan keputusannya saat menelpon kemarin, namun tak diucapkan.

            Termasuk kejutan untuknya. Seseorang yang menunggunya.

            I’m coming.”

By : Juliet Capulet

Aku sudah membaca isi suratmu yang mengatakan kau tinggal di Jerman selama 7 tahun hanya karna seorang pria bernama Ando. dan sekarang ketika pintu terbuka lebar untuk pulang ke Indonesia karna kakakmu menikah, kenapa kau malah melarikan diri kesini? Lista. terkadang pelarian tidak selamanya jalan terbaik menyelesaikan sebuah masalah. Kadang kita memang harus pulang untuk menguraikan benang kusut yang terjalin dan membuatnya lurus lagi. Tidakkah kau merindukannya? Jangan siksa dirimu sayang atas nama ego yang berdiri tegak di atas hatimu itu. runtuhkanlah sejenak dan pulang ke Indonesia, bertemu dan dengarkan penjelasannya. Entah kenapa aku merasa dia juga sangat merindukanmu. Pulanglah, sayang walau esok hari kau akan merasa hancur berkeping – keping karna penjelasannya. Tapi setidaknya kau mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan yang menggantung di benak, bukan? Aku berdoa dari sini dengan tulus, semoga kau mendapatkan cinta yang kau idam – idamkan darinya, Elista.

Salam cinta kehangatan Verona untukmu.

Juliet Capulet.

♥ ♥

                        “Saya terima nikah dan kawinnya, Lyesha Anindya Binti Affandi Husin dengan uang tunai sebesar 13.713,000 juta dan seperangkat alat shalat dibayar Tunai.” Bian mengucapkan ijab kabul dengan lancar. selancar dia menjelaskan diagnosa penyakit kepada pasien. Tak ada yang tau bahwa sejam sebelum acara akad nikah dimulai, dia bolak – balik kamar mandi seperti cacing kepanasan, frustasi hingga tertawa terbahak – bahak tanpa sebab, membuat Erika, kakaknya yang sedang hamil anak kedua, terpaksa menarik dia keluar gedung untuk mengajaknya relax sebelum ia menjadi gila di acara pernikahan sendiri. dan ketika dia masuk gedung, seringaian Mikail, suami kakaknya terlihat sangat lebar penuh kepuasan didepan pintu melihatnya frustasi.
            “Sah. Alhamdulililah...”  Penghulu tersenyum puas ke arah Putra yang menepuk pundak Bian penuh senyum bangga. “Selamat, Bian. jangan lupa yang papah bilang malam tadi yah. dua cukup kok.” Bisiknya membuat Bian melirik Lyesha yang menunduk malu, tersenyum geli mendengar candaan menjurus. “Tenang aja pah. Mau cewek – cowok kayak Bian dan kak Rika atau gimana?”
            “Papah.. Bian...” Desisan Erza dibelakang mereka membuatnya menoleh pelan ke belakang. Mamanya tetap sangat cantik dengan kebaya berwarna coklat keemasan dan rambut panjang yang selalu tergerai, disanggul rapi. Disamping mamanya, ada Erika yang asyik menggendong Fransisco, keponakan kecilnya yang berumur satu tahun, dan akan ada keponakan kedua berusia tiga bulan yang asyik bergelung manja di rahim ia yang sekarang melotot tajam ke arahnya karna tak fokus di pernikahan sendiri. Memikirkan itu semua membuatnya nyengir dan memutuskan menatap si penghulu.

            Ketika penghulu selesai membacakan doa dan menyuruh mereka saling memasang cincin di jemari masing – masing sambil berdiri serta mencium kening istrinya. Bian dengan senang hati mencium kening Lyesha yang mulai hari ini, detik ini, adalah istrinya.
            “Halo, Mrs Pradipta.” Bisiknya di kening Lyesha yang menghangat karna si pemilik wajah merona malu mendengar sebutan itu. dia menundukkan badan, melirik papahnya sekilas yang menggandeng mesra pinggang mamanya, lalu menatap Lyesha yang bingung dengan tingkahnya dan...
            Lyesha merasa sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya sekilas sebelum lepas kembali. dan dia melihat Bian, suaminya sedang tersenyum penuh goda sekarang. Dan dia melihat bapak mertuanya hanya nyengir. ,membuatnya hanya bisa menatap Erza, ibu mertuanya yang hanya angkat bahu dan tersenyum geli. Ternyata bapak dan anak sama saja.
                “Kamu...”
            “Mencium istri sendiri ga dosa kok. sayang... lagipula, kamu memang harus terbiasa kan dengan semua ini? Hahaha...”
            “Mungkin.” Dia nyengir sendiri dan membiarkan Bian mengajak keliling gedung sambil merangkul pinggangnya untuk menyapa para tamu undangan karna resepsi sudah dimulai dan wedding singer menyanyikan lagu cinta untuk mereka.

            Putra melihat kemesraan anaknya yang tak tanggung – tanggung, melirik istrinya yang kini asyik menggendong cucu pertama mereka, Fransisco. Membuatnya nyengir. Perasaan baru pertama kali dia menikah, dan sekarang dia malah menikahkan anak keduanya yang hanya selisih dua tahun dari pernikahan Erika. membuat kepalanya seketika pusing dan merasa semakin tua saja.
            “Ma...” Panggilnya mesra ketika Erza asyik menggendong cucu tampannya daripada menoleh. Tanpa ragu dia merangkul pinggang istrinya yang masih ramping walau sudah melahirkan tiga orang anak. “Kita dansa yuk? Lagunya bagus nih. Itung – itung ulang masa pernikahan kita dulu.” Rayunya sambil mengecup sekilas pipi Erza dan tersenyum ke arah cucunya yang bertepuk tangan heboh. Seolah – olah bangga menjadi saksi kemesraan kakek neneknya.
            Erza tersenyum dan menitipkan Fransisco pada baby sitter yang sengaja dibawa Erika karna ibu dari cucu kesayangannya sekarang asyik berdansa dengan suaminya, Mikail. Tanpa ragu dia menerima uluran tangan Putra yang membawanya ke tengah ruang resepsi untuk berdansa. Mengenang pernikahan mereka yang manis di sebuah taman yang sangat indah di belakang rumah Putra, 27 tahun yang lalu.

♥ ♥

            Lista buru – buru turun dari taksi yang mengantarkan ia dari hotel Mercure tak jauh dari ruang resepsi pernikahan kakaknya hanya untuk berganti pakaian kasual karna baru saja terbang selama 16 jam dari Italia, menjadi gaun potongan halter neck berwarna ungu dengan punggung terbuka polos, rambut panjangnya dia kepang mengikuti gaya Katniss di film hunger games kesukaannya, dan kalung dengan liontin hati melingkari leher jenjangnya.
            Dia menatap gedung pernikahan kakaknya yang luar biasa besar. Gedung bergaya minimalis dengan taman luas mengelilingi gedung itu, membuat para penyewa bisa mengadakan pernikahan di dalam gedung, atau malah di area taman yang sejuk itu. dia tau deskripsi gedung ini karna dari kakaknya. Dan sekarang, dia berada disini. Di pernikahan kakaknya tercinta.
            Sambil mengangkat ujung gaunnya agar mudah berjalan, dia menaiki tangga dan membiarkan tatapan para tamu menoleh ke arahnya. Make – up natural hasil buru – buru berdandan tak membuatnya aneh, malah semakin cantik. Gaun berwarna ungu sangat kontras untuk warna kulitnya, rambut yang dikepang menyerupai bando dan sisanya tersampir di samping kanannya menambah keanggunan. Dia sukses mencuri perhatian di pernikahan kakaknya sendiri. namun dia tak mempedulikannya. Dia hanya ingin bertemu dengan keluarga besarnya yang berada dalam gedung besar itu.
            “Permisi, bisa saya lihat undangannya?” Tanya seorang penjaga gedung mengenakan jas hitam  sambil mengulurkan tangan ke arahnya meminta undangan ketika dia setengah berlari memasuki gedung tanpa menoleh. membuat Lista tersenyum malu dan berhenti  lalu membuka tas kecil dan seketika wajahnya pucat pasi.

            Undangannya tertinggal di atas meja makan. Di apartemennya. Berlin.
           
            What the ~~
           
            “Tapi saya adik dari mempelai pria, pak. Anda bisa check nama saya di daftar undangan.” Lista berusaha sabar sambil melirik buku besar di atas meja panjang yang berisi daftar nama undangan. Sungguh lucu sekali hari ini kalau sampai dia tak bisa masuk di pernikahan kakaknya sendiri karna lupa membawa selembar undangan berwarna merah keemasan itu.
            “Baik. Nama ibu siapa? Biar saya lihat disini.” Tanya orang itu dengan sopan sambil memegang buku besar itu dan sesekali melirik Lista yang melirik ke arah lain. mengagumi kecantikannya dalam hati.
            “Elista Maharani Pradipta. Anda bisa cari nama saya disitu.”
            “Maaf Bu Elista. tapi nama anda tidak ada di daftar nama ini.” Ucap orang itu dengan sopan sambil menyusuri nama demi nama yang berjumlah ratusan itu di buku tamu. Tak jua ditemukan namanya. membuat Lista panik.
            “Tapi.. bagaim—“

            “Tidak usah, pak. Dia pasangan saya. Ayo sayang kita masuk. Kamu jangan berdiri disini saja. ” Tiba – tiba tanpa diundang, tanpa disangka , sosok tangan kokoh dan hangat merangkul pundaknya yang polos. Membuatnya seketika terdiam dan blank. Sentuhan ini, suaranya yang khas dan penuh dominasi yang kadang bikin jengkel itu, bau aroma mint yang sangat dirindukannya selama 7 tahun, berada tepat disampingnya. Terasa sangat dekat. Membuat hatinya serasa terjun bebas jatuh ke dasar lautan saking kaget dengan apa yang dirasakan.
           
            Dia menoleh ke samping kanan. Dan matanya tepat bertatapan dengan mata beriris hitam kelam dan tajam. Tatapan mata yang sangat dirindukan dan selalu hadir di mimpinya kini penuh letupan kerinduan.
            “Ando?”
            “Hai Elista...”

♥ ♥

            Kehadiran mereka berdua cukup membuat Bian shock luar biasa. Di saat dia yakin bahwa Lista, adik kesayangannya takkan meninggalkan kota Verona sampai dia menikah, tau – tau saat dia sibuk menyambut tamu, dia malah melihat Lista datang dengan Ando  yang menggandengnya erat seolah takut lari.
            Kecantikan Lista yang sempat hilang itu, kini hadir dengan rambut terurai panjang yang tersampir di samping kanannya, dan dia langsung memeluk sosok cantik yang sangat ia lindungi itu dengan erat yang setengah berlari menghampirinya. “Kakak.. Lista kangen...”  
            “Pulang juga lo akhirnya, dek. Kenapa? Lo diusir dari Italia?” Candaan jayus itu membuat Lista tertawa dan melepas pelukannya. Sorot mata unik yang sama namun tajam itu tetap sama, rambut hitam gelap kini berubah menjadi coklat seperti kayu mahoni dan senyum manis yang dulu sempat hilang, kini kembali lagi. Ternyata keputusan dua kali lari tak buruk juga untuk adik cantiknya ini. “Gue mendadak kangen sama lo, kak. Jadi buru – buru cari penerbangan pagi kemaren untuk pulang. Dan gue baru aja nyampe langsung pergi ke hotel hanya untuk berdandan dan naroh koper doang lalu kesini deh naik taksi. Hahaha.. gue konyol, kan?”
            “Konyol banget, dek. Tapi lo beneran kangen gue atau...” Dia memberi isyarat dan Lista mengikutinya. Membuatnya bertatapan dengan Ando yang tersenyum lalu berbicara lagi dengan Mikail, suami kak Erika. Entah kenapa, senyuman itu membuat hatinya berdesir halus. Sehalus pasir putih dihembuskan lembut oleh angin pantai. “Gak tau ah. Gue mau nyamperi ortu dulu.” Dia mengelak dan memutuskan lari kepelukan mama dan papah serta kak Erika yang asyik menggendong Fransisco menjerit senang karnanya. Membuat Bian tersenyum melihat adiknya diberi perhatian bertubi – tubi oleh mereka. Dia melirik Ando yang matanya tak lepas dari sosok Lista yang tertawa bahagia sekarang dan ikut tersenyum. Membuatnya nyengir.

            “Selamat datang kembali, adikku sayang.”

♥ ♥

            Dia tersenyum melihat Lista asyik berbicara dengan beberapa tamu yang mengenalnya. Seolah seperti mimpi indah di saat dia putus asa takkan bertemu dengannya, dia malah bertemu di depan pintu gedung kalau saja gadis itu tidak menyebutkan nama pada penjaga itu. nama yang membuat separuh kewarasannya sempat hilang beberapa detik untuk mencerna nama itu, sebelum akhirnya melangkah mendekati wanita yang sangat, sangat dirindukannya itu dan merangkul erat penuh kerinduan. Ketika ia menatapnya, tatapan ekstotis itu membuatnya terdiam dan ketika bibir tipis kemerahan menyebut namanya, dia baru sadar bahwa semua ini bukan mimpi dan balas menyapanya lalu bergegas menarik ia kedalam gedung dengan mengalungkan lengannya di tangan Lista. seolah tak rela semua ini hanya ilusi, seolah tak sudi kalau – kalau wanita yang sedang tertawa mendengar lelucon Jayden itu menghilang dari pandangannya kapan saja dan membuatnya terbangun. Kalau ini semua hanya mimpi, dia rela takkan bangun lagi.

            “Elista...” Suara pria lain memanggilnya. Membuat ia menoleh dan melihat Steven dengan gagahnya menghampiri ia lalu memeluk erat. Pelukan yang membuatnya susah bernapas. “I miss you, darl.”
            Darl? Panggilan mesra itu membuat Ando menoleh ke arah mereka. Dia melihat Lista tertawa terbahak – bahak sambil menyembunyikan wajah cantiknya di dada bidang pria itu lalu tersenyum malu ketika pria itu menggodanya. Entah kenapa, serasa ada lahar panas menggelegak siap untuk tumpah ruah kemana – mana. Dia melirik Jayden yang tersenyum simpul. Siapa dia? Tanyanya lewat tatapan mata pada sahabatnya yang hanya senyam senyum.
            “Steven Vexia. Sepupu jauh Lista dan dialah yang menemaninya ketika pacar lo masih di Jerman. Dia udah kayak kak Bian kedua.”           Dia melirik Lista yang hanya menatapnya lalu tersenyum. Tak ada percakapan berarti di antara mereka selama pesta. Tak ada mengucapkan “hai” menanyakan kabar atau hal basi lainnya. Mereka terlalu sibuk dengan kekagetan hati masing – masing hingga tak sempat berbasi – basi ria.

            Tanpa ragu dia mendekati mereka dan menyadari tatapan Lista mengikuti langkahnya sampai ia berdiri di samping Lista. tangannya gatal untuk menaruk pinggang ramping itu agar mendekat dan mendorong kepalanya untuk ia cium keningnya. Namun buru – buru ia menjauhkan pikiran gila itu dan menyambut uluran tangan ramah Steven.

            “Steven Vexia. Sepupu Elista kalau lo mau tau.”
            “Fernando Hayman –“ Dia melirik Lista yang masih menatapnya. Seolah menunggu kalimat selanjutnya yang tertunda. “Pacar Lista.” Dia puas menatap Lista yang terbelalak kaget menatapnya. Tak menyangka di antara ribuan kalimat yang bisa digunakan, malah menggunakan kalimat sakti itu. “Iya, kan sayang?” Dia menggunakan kesempatan itu untuk menarik Lista mendekat dan mencium pipinya yang halus itu. pipi yang sangat ia rindukan untuk disentuh.
            Dan Lista tersenyum mendengarnya.

♥ ♥
           
            “Aku pengen nyanyi...” Bisik Rere pada Jayden. Membuat pacarnya tersenyum geli. “Kamu gak bisa jauh – jauh dari mikrofon yah, sayang?”
            Pacarnya hanya nyengir, “Iya. Kan berkat mikrofon aku bisa ketemu kamu. Boleh, kan? wedding singer yang pake gaun putih itu.” Dia menunjuk wanita mungil bergaun putih dengan rambut terurai. Wajahnya sangat manis seperti anak kecil. “Dia teman aku kok. tadi udah ngomong sama dia dan dibolehin kok.”
            Jayden mengangguk mengiyakan. Pacarnya satu ini tak bisa melihat panggung besar, penonton yang merespon setiap lagu yang dibawakan, dan mikrofon nganggur pasti dia berada diantara mereka. Seolah – olah semua ini adalah pusat dunianya.

            “Makasih..” Tanpa ragu Rere mengecup pipi Jayden dan bergegeas menghampiri panggung yang didominasi warna putih dengan  bunga Lily serta anggrek putih di kiri dan kanan panggung. Namun sebelum semuanya bisa terjangkau, tau – tau Jayden menarik lengannya dan membuat ia mundur ke belakang sambil memutar tubuh siap protes --

            Jayden mencium bibirnya untuk pertama kali!! astaga! He stolen my first kiss!

           
“Ciuman kamu nanggung, sayang di pipi. Aku kan pengen disini.” Jayden melepas kecupannya dan mengerling jahil ke arahnya. Membuat ia serasa dikutuk menjadi batu hanya lewat ciuman dan tatapan jahil bermata abu – abu itu. “Seneng deh jadi yang pertama. Ayoo ... katanya mau nyanyi, kok masih disini? Mau aku cium lagi? Second kissing juga gak papa kok, Re. Tempatnya mendukung banget untuk kita melakukan itu.” Godanya membuat ia tersadar dan buru – buru balik badan setengah berlari menuju panggung dengan wajah sangat, sangat merona malu.

           
            “Kenapa, Re? Kok muka lo kayak direbus kuali besar gitu? Lo demam?” Tanya temannya bingung ketika Rere naik ke atas panggung dan mengambil mikrofon yang ia serahkan dengan wajah sangat memerah seperti demam tinggi. Kepalanya hanya menunduk dan bibirnya digigit pelan.
            “Re... are you there?”
            “I’m here. I’m here.” Suaranya terdengar seperti decitan melengking membuat temannya kaget. Dia menatap dengan penuh minta maaf karna membuat ia jantungan. Dia sendiri masih jantungan hingga nyaris kena serangan jantung usia muda karna tingkah Jayden yang diluar nalar itu.
            “Mau lagu apa, Re? Kalau bisa yang  soo weet aja. Jangan galau. Kasian pengantinnya.” Bisik temannya sambil menunjuk Bian dan Lyesha asyik menyapa para tamu dengan tangan saling melingkar di pinggang. Beberapa kali tatapan mereka beradu dan saling tersenyum tanpa kata. Namun cukup siapapun yang melihat kemesraan pengantin baru itu, akan tersenyum manis. Seperti ia saat ini.

            “Siapa juga yang mau nyanyi galau? Gue tau..” Dia tersenyum dan melirik Jayden sekilas. Sambil tersenyum malu dia menyanyikan lagu romantis yang dia hapal diluar kepala saking sukanya.

♥ ♥

I want a middle something more,
Don’t want the middle or the one before,
i don’t desire a complicated past
i wan’t a love that will last.”

            Suara mengalun merdu dan lagu yang romantis itu membuat beberapa tamu memutuskan berdansa mengikuti alunan lagu. Bian yang asyik menggoda Andini yang terlihat berbunga – bunga menggandeng pacar barunya, Dimas Dirgantara hingga pipinya merona seperti tomat masak, melihat siapa membawakan lagu itu, tersenyum dan berbisik pada Lyesha yang berdiri di sampingnya, “Kita berdansa yuk, sayang?”

            Lyesha menghayati setiap lirik yang dibawakan tersenyum dan mmebiarkan dia ditarik ke lantai dansa dengan Bian sebagai pasangan dansanya. Suaminya sendiri. ah... betapa bahagianya ia mengucapkan itu berkali – kali. serasa ada ratusan kupu – kupu terbang indah di sekelilingnya sekarang.

            Bian...” Panggilnya ketika ia mengikuti tatapan suaminya yang menatap Lista sedang pergi keluar bersama Ando. wajahnya semakin tersenyum cerah.
            “Senang mereka bisa bersatu, yah.”
            “Semoga saja, sayang.” Dan kini tatapan lembut itu tepat di depannya. Membuatnya mengerang dalam hati karna masih tak terbiasa dengan tatapan penuh cinta hingga membuatnya ingin pingsan. “Mereka seperti kita nanti.” Tanpa ragu Bian mencium lembut bibirn dan dia membalas perlakuan ia dengan melingkarkan tangan ke leher dan sedikit berjinjit karna Bian terlalu tinggi. tak mempedulikan beberapa tamu undangan tersenyum manis ke arahnya. Dia terlalu bahagia hingga tak ingin hari ini berakhir.

            “I love You, Lyesha. Semoga kamu ga bosan dengarnya yah.” Ucapnya tulus dan ia mengangguk pasti. “Aku takkan pernah bosan, sayang. Selama kamu yang ucapkan.”

“Say that you love me,
say i’m the one ,
Don’t kiss and hug me and then try to run,
I Don’t do drama,
my tears don’t fall fast

I will love that will last.”


♥ ♥

            “Lista...” dari keheningan yang tercipta sepeninggal Steven yang memutuskan bersama Karen dan berdansa sekarang di tengah ruangan dengan pas seolah – olah sudah lama kenal. Bukan beberapa menit yang lalu.
            “Iya, Ando. Kenapa?”
            “Bisa dansa?”
            Pertanyaan itu mau tak mau membuat ia tersenyum geli. Bukan keluarga Pradipta namanya kalau dia tak bisa berdansa. “Bisa, kok. kenapa?”

            Ando menatap Lista untuk kesekian kalinya. Tuhan... betapa dia sangat merindukan warna mata seeksotis wanita di depannya sekarang. Seolah – olah Tuhan memberi warna matanya saat sedang bersinandung riang dan melukis wajahnya saat tersenyum. Semua begitu pas, begitu cantik. Dan wanita ini, adalah pacarnya.

            Tanpa ragu dia merangkul Lista menuju halaman belakang gedung yang ia tau berlatar taman luar biasa indah dengan air mancur di tengah taman serta beberapa sound system tersembunyi yang membuat musik dari dalam gedung terdengar sampai luar. Dia tau semua ini karna dialah yang mencarikan gedung pernikahan untuk kak Bian.

            Tingkah Ando membawanya keluar  Membuat Lista bingung. “Ando.. kita mau kemana?”
            “Dansa, kan?”
            “Tapi kenap—“

            “Gue pengen dansa berdua dengan lo, Elista. Hanya berdua.”  Dia berhenti ketika kaki mereka menginjak rumput hijau yang luas. Membiarkan Lista terpesona dengan semua yang dilihatnya. Taman  yang indah, suara yang mengalun merdu menyanyikan lagu romantis terdengar jelas disini, suara gemericik air mancur di tengah menambah romantis suasana yang ada. Tak bising, hanya mereka berdua disini.
            Dia mengernyit bingung ketika Lista tau – tau  melepas sepatu tingginya dan berjalan ke tengah taman dan tersenyum. Dia hanya tertawa geli dan melepas sepatunya lalu setengah berlari menghampiri Lista dan berdiri di depannya. Mereka bertatapan sekali lagi.
            “Kenapa, Lista? Lo –“ Ucapannya terhenti ketika Lista meletakkan jari telunjuk di bibirnya yang sudah meluncur beberapa pertanyaan. seolah tau apa yang dimaksud wanita pujaannya ini, dia melingkarkan tangannya di pinggang Lista dan meraih jemari yang menutup bibirnya, mengecup jari itu lalu menautkan sepuluh jarinya untuk berdansa mengikuti alunan lagu dan membiarkan Lista menyandarkan kepala di dadanya.  dan ia mengecup puncak kepala Lista yang harum sambil menggerakkan tubuh mengikuti alunan lagu.
            “Just dance, Ando. like Cinderella dancing with her prince. No discussion. Just enjoying a romantic music with beautiful lyric.”  Bisik Lista di pelukannya membuat ia semakin mendekap erat wanita beraroma vanila ini. Seolah tak ingin terlepas lagi karna dia tak akan sanggup melepasnya.
           
            I’ve missing you, Elista Pradipta. So much.”

“I don’t want a just memory,
Give me forever.
Don’t even think about saying good – bye,
Cause i want just one love to be enogh,
and remain in my heart till i die.

I want a love that will last.”

*Renee Olstead – A love Will that last.

♥ ♥

            Bian berhenti ketika alunan musik itu selesai. Dia tersenyum kepada Lyesha yang masih memeluknya dan ia mengedarkan pandangan ke arah kakaknya dan Mikail, sahabatnya saling bertatapan penuh cinta sambil sesekali mencuri ciuman. Kedua orang tuanya, jangan ditanya lagi. Papahnya yang romantis itu sanggup membuat mama bertekuk lutut dan wajah selalu tersipu malu setiap digoda dengan candaan menjurus. Membuat ia tertawa. entah kenapa, memikirkan Ando bersama adiknya di taman indah itu dan Andini dengan Dimas yang saling lirik – lirik malu karna berdansa tepat di depan hidung karna selama ini selalu membantah perasaan yang terjalin, membuat jahilnya kumat. Dia mencium puncak kepala Lyesha. “Sayang, bisa dilepas sebentar? Ada yang mau aku omongin dengan Rere, si penyanyi itu. sebentar aja.”

            Lyesha melepaskan pelukan dan menatap suaminya dengan kernyitan bngung. Binar mata jahil terlalu nampak di matanya. Seketika dia was – was. Kalau suaminya satu ini udah jahil, pasti tak jauh – jauh dari bakat mesumnya. “Kmau mau ngapain, Bian?”
            Dia sengaja memberikan kedipan kepada Lyesha. “Ada deh. kamu tunggu aja. Pasti asyik deh pokoknya.” Dengan tenang dia berjalan ke arah kerumunan dan berbicara kepada si penyanyi yang matanya, terbelalak kaget.

            Apa lagi ide canggih yang diotak suamiku ini?

♥ ♥

            Rere shock bukan kepalang ketika Bian menghampirinya lalu berbisik di telinga tentang lagu requestnya dengan senyum tanpa dosa. Dia bukannya tak bisa menyanyikan lagu itu, bukannya tak tau lagu itu, tapi dia malu menyanyikannya!

            “Kak Bian, serius nih dinyanyiin lagu itu? bahaya loh, kak.” Dia berusaha meluruskan pemikiran pengantin pria yang antik ini. Saking antiknya membuat ia geleng – geleng.
            “Serius banget malah. Nyanyiin yah, Re. Aku suka suara kamu kalau nyanyiin lagu itu. dijamin lebih bagus deh. yah, yah? masa kamu gak mau nurutin permintaan pengantin baru, sih? Aku gak minta kamu nyanyi dangdut kok.”
            Ini lebih dari sekedar lagu dangdut kakak!!!” Ia menjerit dalam hati.
            “Re... ayolah...”
            Rere mendesah dan mengangguk. “Oke deh kak. Rere nyanyiin deh khusus ntuk kakak.”
            Ampuni dosa hambamu ini Tuhan karna mengikuti keinginan pengantin pria yang tak sabaran.”

            “Makasih yah, Re.” Bian memberikan senyum andalan yang membuat si penyanyi terdiam seperti patung. “Aku tunggu.” Dia melangkah turun dan mendekati pasangannya sambil mengedipkan mata kearahnya. Membuat ia melirik Jayden yang tersenyum ke arahnya. Mendadak tak sanggup bernyanyi kalau lagunya –-

            Dia menghela napas. Be professional. Ucapnya dalam hati. “Selamat malam semuanya. Saya akan membawakan lagu romantis ini dari request pengantin pria untuk semua pasangan yang bertemu dan berbahagia disini.” Dia memberikan ucapan  pembuka dan berbisik kepada si keyboardist dan menyanyikan lagu yang membuat jantungnya serasa ingin lolos. Dengan wajah merona dia menyanyikan lagu itu dengan menatap ke arah mana saja ketika tatapan Jayden penuh makna itu tertuju padanya karna dia kenal intro musik ini.

“Kiss me out of the bearded barley,
Nightly, besides the green green grass,
swing, swing, swing that spinning step,
you wear a shoes and i will wear the dress.”

            LAGU INI! Erika melepas pelukan Mikail yang mulai tersenyum penuh makna ketika mendengar lagu ini dan mengedarkan tatapan paling sangar ke Bian yang rupanya tau dan tersenyum jahil. Sumpah demi apapun, ketika dia menikah dengan Mikail di Perancis, Bian merequest lagu ini tanpa tau malu kepada wedding singer dan membuat para tamu berciuman massal di pesta pernikahannya sendiri. sedangkan dia, jangan ditanya, sepanjang lagu mengalun lembut di taman indah itu, selama itu juga Mikail menciumnya. Dan kedua orang tua mereka. Jangan ditanyakan lagi. Bertatapan mesra seolah mereka menjadi pengan tin baru sekali lagi dan berciuman mesra hingga membuatnya bertanya dalam hati siapa yang sebenarnya menikah sekarang?

            “Sayang...” Pelukan Mikail di pinggang mulai terasa lagi. Dia menatap suaminya dengan tatapan malu. suaminya yang memberikan seorang anak lelaki berumur satu tahun di gendongan baby sitter dan seorang lagi di dalam perutnya sekarang, sedang menatap penuh cinta dan maksud tersembunyi. “Ingat lagu ini jadi serasa pengantin baru deh.” dan detik kemudian, Mikail membungkam bibirnya untuk mengingat kenangan – kenangan indah saat mereka menikah setahun yang lalu.

            Lyesha melirik Erika yang berciuman dengan suaminya karna lagu request –an Bian, hanya menatap suaminya dengan tatapan kacau. Lirik lagu ini membuat otaknya mendadak error.
Oh, kiss me beneath the milky twilight,
Lead me out on the moonlit floor
lift your open hand strikes up the band and make the fireflies dance
silver moon’s sparkling ..

So kiss me.”

*Sixpence Non Richer – Kiss me.

            Bian melirik orang tuanya yang berada di sudut sedang berciuman mesra. Rupanya efek lagu yang di request sukses besar mengulang kejadian pernikahan kakaknya di Perancis. Dia melirik istrinya yang menatap ke arah lain untuk membuang semburat malu wajahnya.
            “Sebenarnya kita bisa saja melakukan di taman, Lyesha. Tapi aku ingin memberikan adikku semacam privasi gitu.” Dia terkikik geli membayangkan apa yang dilakukan Lista sekarang dengan Ando ketika lagu ini di putar. Waktu pernikahan kakaknya, Lista hanya melirik Steven lalu memutuskan pergi kemana saja ketika beberapa pasangan berciuman di depan mereka. “Tapi aku boleh melakukannya sama kamu, kan disini?”

            “Sejak kapan kamu minta ijin untuk lakuin ini, Bian?”

            Dia nyengir kuda, lalu menarik Lyesha yang agak menjauh itu ke pelukannya dan mengecup bibir istrinya dengan  lembut.

♥ ♥

            Lista terdiam ketika lagu yang dibawakan Rere mengalun merdu di taman yang sunyi. Mereka saling berpandangan dan berusaha menjaga jarak. Takut lirik lagu itu mengundang mereka melakukan hal – hal diluar nalar. Tapi  ...

            “Lis –“ Ando memutuskan duduk di kursi taman dan Lista mengikutinya dengan telanjang kaki. Angin malam berhembus lembut entah kenapa membuatnya dingin. Ando melihat tipisnya gaun Lista, langsung melepas jas yang ia kenakan dan menyampirkan di pundak. “Thanks, Ndo.”
            Ando hanya tersenyum dan melonggarkan dasi yang ia kenakan dan melipat lengan kemejanya sampai siku. Dia buru – buru ke pernikahan kak Bian sehabis dari rapat kantor hingga tak sempat ganti baju. “Lista...”
            “Hmm...” Responnya sambil menatap bintang – bintang bersinar cerah di atas kepala mereka. Langit malam sangat bersih hingga semua bintang terlihat bersinar bagai berlian.
            “Setelah pernikahan kakak lo, bakal pulang kerumah dengan siapa?”
            Pertanyaan Ando membuat keningnya berkerut. “Mungkin sama Steven. Lagipula gue gak lama disini, Ndo. Lusa balik ke Jerman. Pekerjaan menunggu. Haha..” Lista tertawa hambar.
            “Gue yang antar lo pulang.” Suara Ando terdengar sangat jauh sekarang. Dia melirik pria itu yang menatapnya tajam namun tak terbaca.
            “Gak usah, Ando. gue sama Steven aja. Lagipula gue mau ke hotel dulu ambil koper, baru balik kerumah. Gue gak mau –“
            “Elista..” Ando menghela napas ketika hawa pertengkaran sekarang menyelimuti. “Tujuh tahun lo pergi buat gue tak bisa terima penolakan. Gue nunggu lo selama itu dan sekarang lo mau menolak? Tidak bisa, sayang. Lo harus ikut gue. Okay?”
            “Sejak kapan sikap pemaksa lo jadi semakin gila, Ando? Gue gak mau pulang bareng lo! bahaya!”
            “Sejak kapan yah?” Ando kini mendekatkan diri ke arah Lista yang tak bisa mundur karna terantuk pegangan kursi taman. Dia hanya bisa memundurkan badannya, namun tangan kekar itu menahan gerakannya dan memaksa untuk mendekat. “Sejak tujuh tahun yang lalu. Gue nyatain cinta sama cewek, tapi dia malah melambaikan tangan perpisahan pada gue. Dan sekarang ketika cewek itu berubah menjadi wanita luar biasa cantik dan sekarang duduk di samping gue dengan tatapan mata eksotisnya, haruskah gue ikutin kemauan dia? Jawabannya, tidak.  Please, Elista. ijinin gue antar lo pulang.”
            Kalau saja tatapan Ando tak berubah melembut saat mengucapkan kalimat terakhir itu, dia sudah meninggalkannya sendiri disini. Tujuh tahun ditinggalkan rupanya membuat setan tukang paksanya semakin menggila. “Gue gak dikasih pilihan, Ndo?”
            “Sayangnya gak ada pilihan untuk lo, Lista.”
            Untuk saat ini, dia lelah bertengkar walau hatinya panas ingin mengajak keributan.

Dengan lemah dia mengangguk. “Oke deh. tapi pulang kerumah, kan?”

            Entah setan mesum jenis apa yang merasuknya, tau – tau Ando mencium bibirnya hati – hati. Memberi kesempatan untuk mendorongnya menjauh. Tapi ia tak bisa melakukannya. Yang ada dia malah merangkul leher Ando dengan kedua tangannya agar semakin dekat. Tak bisa terlepas lagi kalau bisa. Dan Ando meresponnya dengan mengelus punggung terbuka yang berbalut jas itu dengan lembut dan memainkan lidahnya di dalam mulut Lista. mencecap rasa di sudut – sudut mulutnya yang semanis madu serta sedikit jahil memainkan lidahnya. Membuatnya ketagihan.

            “Just...” Ando melepas ciumannya dan menatap Lista yang mulai lemas karna perlakuannya dengan mata setengah tertutup. Dia tersenyum dan mengecup bibir tipis itu lagi dengan penuh rindu lalu mengecup kedua mata yang tertutup sempurna itu karna sentuhannya. “Follow me, Darl. You’ll be know.”

            ... So kiss me.”

*Sixpence Non Richer – Kiss me.

♥ ♥

            Pesta pernikahan sudah usai. Kini mereka berada di Bali. Entah bagaimana Bian mengatur semuanya, tau – tau setelah mereka merayakan resepsi besar – besaran di sebuah gedung mewah di Bandung, Bian mengajaknya ke Bandara dan entah apalagi setelah itu, awalnya dia mengira untuk menjemput saudara atau siapa, tau – tau suami sintingnya itu memberikan tiket pesawat yang bertulisan penerbangan tengah malam dengan Helikopter – entah punya siapa - ke BALI!! Astagaa.. seperti semuanya sudah diatur dengan rapi dan dia bawa diri saja.
             Dan sekarang, dia berada disini. Di  Hotel Karma Kandara setelah menempuh perjalanan selama 15 menit dan mendarat tepat di lapangan khusus di atas hotel itu, menggunakan kupon bulan madu – begitu istilahnya -  dari Ando yang kebetulan manajer utama Hotel namun seperti Villa mewah dengan satu tempat memiliki 4 kamar, dengan berlatar pantai yang luar biasa indah dan eksklusif itu  untuk menginap – atau lebih tepatnya membuat Pradipta kecil – begitu kata ayah mertua, Putra Pradipta dengan senyum khas menggoda walau umur sudah 54 tahun sambil menggandeng istri tercinta yang membuatnya iri karna semakin cantik saja, Erza Assifa.  Dan dia sangat, sangat yakin, semua gen kemesuman suaminya itu, 100 % sukses diturunkan dari dokter Anak super tampan itu.

            Dan dia sekarang bagian dari keluarga Pradipta.
           
            Batinnya mengatakan hal itu berulang kali. membuatnya tersenyum dan berjalan membuka pintu balkon lalu berdiri sambil menikmati udara pantai yang dingin namun sejuk itu, dan menikmati pemandangan pantai super indah itu di depannya. Ombak bergulung tenang dan temaram lampu di sepanjang pantai hingga dia bisa melihat samar – samar air pantai yang berwarna kehijauan dan putihnya pasir pantai itu. begitu halus, begitu lembut, hingga dia ingin merasakannya sendiri.

            Saking menikmati suasana tenang itu, tau – tau ada tangan hangat melingkari pinggangnya dan hela napas mengenai tengkuknya. Membuatnya seketika merinding dan geli menjalar ke seluruh tubuh ketika tangan pria itu semakin memeluk erat dan mencium tengkuknya penuh lembut dan napas hangat menerpa telinga. Membuatnya mengeluarkan suara asing yang tak pernah didengarnya sendiri selama ia hidup dan bernapas – Mendesah.

            Dia memutuskan berbalik badan. “Bian... Kyaa!!! Apa yang kam—“ Ucapannya terhenti ketika tubuhnya digendong meninggalkan balkon dan bibirnya dicium penuh kelembutan. Spontan dia melingkarkan tangan ke leher pria itu yang tersenyum di balik tatapan mata hijau toskanya itu hingga dia merasakan tubuhnya bersentuhan dengan ranjang ukuran king size yang berseprai putih. Dia merasa oksigen mendadak hilang ketika ciuman itu terlepas. Baru sadar bahwa selama itu dia tak bernapas sama sekali saking menikmatinya.

            “Hai Mrs. Pradipta.” Dia melihat Bian tepat berada di atas dirinya sekarang dengan kedua tangan menopang kiri kanannya. Kaos singlet yang memamerkan dada bidang yang selalu dia peluk itu, kini terpampang jelas, otot – otot lengan yang terlihat kuat dan liat itu hasil bermain basket dari SMP dan olahraga pagi bersama ayah mertuanya itu setiap hari. Tanpa sadar tangannya  menyentuh wajah tampan yang sekarang tersenyum itu. menyentuh alis mata suaminya yang ternyata lebih tebal dan panjang dari yang dia kira, bulu mata yang sangat lentik yang membuat iris mata hijau toska itu semakin indah, menyentuh pipi lembut yang selalu memunculkan lesung di keduanya, hidung yang mancung, bibir tipis yang melebar karna memperhatikan ulahnya sekarang, bibir yang sudah berapa kali menyentuhnya tanpa pamit. Dan dia dalam hati mengakui, sangat menyukai semua itu.

            Tangannya beralih memegang kedua lengan itu dan menyusuri perlahan sambil memperhatikan dan terkesiap ketika melihat sesuatu yang aneh di lengan kanan suaminya. Dia menatap Bian yang hanya tersenyum lebar. Tanpa ragu dia mendorong Bian menjauh dan duduk di depannya sambil menarik lengan itu. ada tato besar melingkar membentuk motif aneh bergaris hitam.  Persis seperti tato Taylor Lautner yang berperan sebagai Jacob Black – manusia serigala super seksi itu di Twilight Saga. Membuat suaminya sekarang semakin terlihat ...

            HOT!

            Entah kenapa, pikiran itu membuatnya susah menelan ludah. Dia menikah dengan pria yang akan membuat tubuhnya panas dingin sampai tua.

            “Tato? Sejak kapan?” Dia menatap Bian yang sekarang memasang wajah seperti anak kecil super polos yang baru saja dimarahi mamanya.
            “Sudah lama sih. Waktu kuliah iseng – iseng bikin tato segede ini. Permanen loh.”
            “Papah sama mama kamu tau?”
            Tanpa ragu Bian mengiyakan. “Tau kok. dan mereka biasa aja. Mama aja punya tato bertulisan nama papah di pergelangan tangan kiri dalam bahasa arab.”

            Lyesha hanya geleng – geleng sambil menatap tato yang menghiasi lengan suaminya itu. dengan polosnya dia menyentuh tato itu dan menyusuri alur bentuknya. “Seksi.” Ucapnya pelan tanpa sadar.

            Ucapan Lyesha membuatnya mendorong wanita yang ia nikahi 18 jam yang lalu itu ke ranjang dan menindihnya. Tatapan mereka beradu. “Ngomong apa tadi, sayang? Kencengin dikit dong suaranya. Aku gak denger nih.”
            Dia melihat Lyesha kelabakan di bawahnya. Tatapannya melirik kemana – mana tanda mencari pelarian. Membuatnya terkekeh. “Hei, aku disini nyonya Pradipta.” Dia menarik wajah istrinya itu agar menatapnya. Semburat merah malu di pipi membuatnya gemas dan dia mencium bibir istrinya lembut sambil menarikan jari – jari tangan menyentuh  titik – titik sensitif  tubuh Lyesha hingga terdengar desahan demi desahan yang sangat ia sukai dan melepas semua pakaian yang ada di tubuhnya tanpa sisa sambil mencium setiap jengkalnya seperti memuja bahwa tubuh mulus ini adalah milik ia seutuhnya.
            “Bian...” Desahnya ketika pria yang di atas tubuh ia sekarang menyentuh titik sansitif – di dada – dan mengecupnya. Membuatnya serasa ada ombak pasang bergulung – gulung dalam perutnya. Dia hanya bisa meremas rambut Bian yang tebal dan hitam itu dengan kuat saking tak tahan.
            “Iya, Lyesha... My wife.” Jawabnya dan mengecup bibir istrinya yang setengah terbuka itu dan  memperlakukannya dengan lembut ketika Lyesha mengerang meminta lebih dan mencium penuh cinta ketika mereka saling menyatukan diri. Di temani deburan ombak pantai yang tenang di kejauhan dan dinginnya udara malam yang beradu dengan angin pantai.

            Dan selanjutnya, hubungan itu membentuk sebuah ikatan rumit namun indah dilihat. Yang bersifat selamanya, yang melahirkan beberapa ikatan kecil lainnya yang semakin memperindah hubungan pernikahan itu sendiri dan memperkuat mereka.

♥ ♥

            Lista terbangun di sebuah kamar yang berdinding kayu, berjendela super besar di setiap sudut dan kamar mandi tak kalah besar. Dia langsung terbelalak ketika semua terasa aneh dan melirik dari balik selimut putih yang menyelimutinya. Gaun kesayangannya sekarang tergantung di lemari dan ia mengenakan baju kaos super besar di tubuhnya yang ramping. Dia berusaha mengingat – ingat apa yang terjadi padanya sambil menggeliat bangun. Tapi tertahan ketika lengan kokoh yang melingkar di pinggangnya penuh posesif – bahkan setengah menarik hingga punggungnya membentur dada bidang itu. hela napas hangat sangat terasa di tengkuknya. Membuat ia merinding dan berusaha menggerakkan tubuh sambil menarik tangan sialan itu dari tubuhnya.
           
            Seingatnya, Setelah lagu ciuman massal itu berhenti dinyanyikan, dia dan Ando masuk ke dalam gedung dan pamit pada semua orang untuk pulang. Mereka hanya tersenyum penuh arti melihat mereka pergi. hanya tatapan super jahil yang dilayangkan si mempelai pria, Kak Bian pada mereka berdua. Entah kenapa, bukannya Ando mengantar dia ke hotel atau ke rumah, dia malah mengajak pergi ke pantai pribadi itu dan menikmati sebotol anggur yang lezat dan makanan ringan lainnya sambil duduk santai di depan Villa dan menikmati hembusan angin pantai yang beradu dengan angin malam. Mereka membicarakan apa saja sampai akhirnya dia merasa mabuk dan Ando, dengan gentle memberikan baju kaosnya untuk melepas gaun sialan itu, dan menidurkannya di ranjang. Tapi dia tak tau kalau ternyata mereka tidur satu ranjang dengan pria yang memeluk pinggangnya hingga terasa berat.

            “Ando.. lepasin dong!”
            “Hmm...” Gumamnya sambil semakin menarik tubuhnya seolah ia adalah guling paling empuk yang pernah dipegang – dan dengan dodolnya – Ando malah melingkarkan kakinya ke kaki Lista seolah ular membelit mangsa. Membuatnya tak bisa bergerak.

            Please, Ando. lepasin gue...”Dia berusaha berbalik dan akhirnya menatap Ando yang masih terpejam. Membuat wajahnya semakin tampan saja bahkan di saat tertidur. Tanpa sadar tangannya sudah menari di wajah pria itu. menyentuh alisnya yang tebal – walau tak setebal kakaknya, bulu mata yang panjang, rahang yang tegas dan terakhir, bibir tipisnya yang kadang semakin tipis kalau sedang marah, dan semakin membuatnya terdiam kalau sedang tersenyum – bibir yang entah sudah berapa kali meninggalkan jejak di wajahnya – bahkan bibirnya sendiri. Seolah terhipnotis, dia menyentuhnya. Serasa lembut dan ...

            Apa yang kau lakukan, Lista?!

            Teriakan alam sadarnya refleks mendorong Ando sekuat tenaga agar menjauh dan dia langsung bangkit dari tempat tidur. Rambut panjangnya yang acak – acakan ia sisir dengan tangan. Tingkahnya itu ternyata membuat Ando terbangun dan menatapnya dengan sayu sambil mengucek mata. “Kenapa?”
            “Gue mau pulang. Mau siap – siap packing ke Jerman.” Entah alasan darimana tau – tau sudah terucap tanpa sadar. Dan dia menatap Ando yang hanya menatapnya tajam. Seolah kantuknya sirna entah kemana. “Pulang? Dan tinggalin gue lagi, gitu?”

            “Gue punya kehidupan, Ando! hidup gue disana, pekerjaan gue, semuanya dan gak mungkin gue tinggalin!”
            “Terus?” Ando berdiri dari ranjang dan mendekatinya. Baju kaos putih mencetak jelas dada bidangnya, tubuhnya yang menjulang tinggi hingga dia hanya sepundak ketika berhadapan, dan tatapannya yang semakin tajam dan bersorot menyalahkan telak – telak. “Ya... gue mau pulang untuk ninggalin –“
            “Ninggalin semuanya setelah apa yang terjadi kemaren? Elista, gue nunggu lo selama 7 tahun untuk hari ini dan lo pergi seolah ini biasa aja?! Hebat bener!”
            “Gue gak minta ntuk lo nunggu selama itu! itu pilhan lo! bukan gue yang beri pilihan!”
            Bukan lo yang beri pilihan?” Ando mengulang ucapan Lista dengan intonasi siap memecat karyawan yang bikin bangkrut perusahaan dalam waktu 5 menit. Tatapannya fokus ke Lista yang menatapnya menantang. Siap membantah semua argumennya. “Lo beri pilihan secara gak langsung dengan tak menjawab ucapan gue saat di Bandara 7 tahun yang lalu itu, Elista! gue nunggu lo hanya ingin jawaban itu, bukannya lo pergi dengan melambaikan tangan seolah tak terjadi apa – apa!”
            “Lo tau kenapa gue pilih pergi meski lo nahan gue?” Lista selangkah mendekati Ando dan menatap tajam. “Karna lo duluan yang ninggalin gue! Di saat gue mengaku semuanya, kenapa lo pergi, Ndo? Pertanyaan itu menari di otak gue selama sebulan, dan lo malah ngilang entah kemana. Gue gak tau harus kemana ntuk cari lo. yang gue inginkan Cuma jawaban “apa perkataan lo di Bali masih berlaku kalau udah tau rahasia gue?” bukan lo pergi begitu saja, Ando! gue lelah menyakiti diri sendiri, satu napas dengan lo yang entah berada dimana bikin gue gila. Puncaknya saat lo nelpon gue dan kemudian terputus begitu saja, gue mutusin pergi dan bersumpah takkan pernah pulang apapun yang terjadi!”

            Melihat Ando hanya menatapnya tajam tanpa membalas, Dia mendesah. “Lo gak tau rasanya jadi gue yang menunggu lo waktu itu, Ndo. Lo gak tau setiap detik gue lirik ponsel hanya untuk tau dimana lo berada sekarang. Tapi ponsel gue gak pernah berdering sampai lo nelpon gue. Harapan gue terbang tinggi waktu itu, mendadak jatuh terhempas dan pecah tanpa sisa ketika lo putusin tanpa berkata apa – apa. Bagi gue itu penolakan terang – terangan dari lo tanpa harus ngomong di depan gue dan bilang “Sorry. Gue gak bisa terima lo dengan masa lalu mengerikan seperti itu. mending kita putus aja dan bertingkah seolah tak kenal.” itu sebabnya gue pergi. gue patah hati karna lo. dan itu ..” Ucapannya terhenti ketika tau – tau tubuhnya dipeluk erat hingga tak bisa bernapas. Dan pelukan itu entah kenapa membuat air mata yang selama ini ditahannya setiap teringat kejadian itu, menyeruak keluar. “Lo jahat sama gue, Ando. lo jahat..” Bisiknya lemah sambil memukul dada bidang itu dengan lemah. Tenaganya habis untuk mengeluarkan emosi yang dipendamnya selama 7 tahun itu.
            Sorry. Gue pergi waktu itu karna gak bisa menerimanya, Lista. gue shock dan tanpa pikir panjang pergi kerumah Dylan dan menghajarnya babak belur lalu ‘menepi’  kesini untuk mikirin semuanya. Di saat gue yakin bahwa semuanya gak papa, lo malah mutusin untuk pergi tanpa ngasih kepastian kapan pulang. Kalau lo nanya kenapa gue putusin telpon waktu itu, gue terlalu takut untuk bicara sama lo walau kangennya setengah mati. Gue pengecut permanen rupanya.” Desahnya berat sambil mencium rambut Lista dan mengelus pelan. “Tapi satu yang harus lo tau, Lista. Gue gak pernah punya pikiran keji kayak lo omongin gitu. Gue terima lo apa adanya, Lista. itu masa lalu dan lo gak minta hal itu terjadi.”
            “Tapi kenapa? Gue udah gak perawan lagi, Ndo. di tubuh yang lo peluk erat sekarang ini udah pernah disentuh beberapa cowok. Dan gue...”
            “Karna gue cinta sama lo apa adanya, Elista. gue gak peduli lo gak perawan, lo punya anak diluar nikah, atau sebagainya. Gue cinta dengan apa yang lo punya sekarang. Baik dan buruknya itu. Bukan karna kecantikan, kepintaran lo yang jadi alasan utamanya, tapi karna lo mengerti gue dan bisa imbangin apa mau gue. Itu yang gak bisa ditemuin ama wanita lain, Lis. Dan itu jugalah yang buat gue nunggu lo selama ini. Kalau lo nanya apakah ucapan di Bali dan di Bandara tentang gue mencintai lo itu masih berlaku atau gak,” Dia menatap Lista lekat dan menangkupkan kedua tangannya di wajah yang sekarang memerah itu karna menangis dan basah oleh air mata yang sekarang meninggalkan jejak di baju kaosnya seperti gambar danau kecil. “Gue tetap mencintai lo dengan semua masa lalu lo yang paling buruk sekalipun. Dan sekarang... bagaimana dengan lo?”
            “Gue...” Dia meiepas pelukan seutuhnya dan  melirik ke arah pantai yang berombak tenang di pagi hari. Sungguh sangat kontras dengan perasaannya sekarang. “Mau pulang, Ndo. Please.

            Dan Lista meninggalkan Ando yang hanya terdiam menatapnya. Tak memanggil untuk kembali.

♥ ♥

            Oh Tuhan... Desahnya dalam hati sambil menelungkupkan wajah di kedua tangan. Pengakuan Ando membuatnya tak tau harus menjawab apa dan memutuskan lari kesini. Ke pantai yang tenang ini dengan pasir putih yang lembut menyelimuti kedua kakinya. Cocok untuk yang sedang dilanda gundah gulana.

            Gue sayang sama dia. Gue juga cinta sama dia, tapi... apa pantas?”  Gumamnya sambil memainkan jari tangannya menyusuri pasir dan menulis apa yang ada di pikiran. Bohong kalau selama  7 tahun ini semua baik – baik saja. Karna terkadang dia juga merindukan sosok yang ia tunggu sekarang untuk mengantarnya pulang. Merindukan semua yang pernah dilakukan pria itu dan membuatnya tersenyum kecil kalau mengingat semua itu. tapi...

            Dia masih trauma dengan kejadian itu. kejadian yang merenggut apa yang seharusnya diberikan oleh wanita kepada pria yang paling dicintainya. kepada pria yang akan bersamanya selama waktu berjalan.

            “Gue udah siap, Elista.” Suara sedingin air pantai yang menyentuh kakinya itu, mengejutkannya. Dia berbalik dan menatap Ando yang menatapnya dingin dan terlihat lebih terluka dari yang diperkirakan. dia berdiri dan berjalan melewatinya. Namun lengannya ditahan erat hingga terasa sakit. “Bisa lo kasih penjelasan kenapa menghindar setiap gue bilang itu, Lista? Gue gak mau digantung dua kali kemudian ditinggal pergi sekali lagi, Lista. Gue lelah menahan rindu dan  menyingkirkan bayangan lo yang menari – nari di otak gue sepanjang waktu. gue hanya butuh penjelasan. Kalau semuanya terdengar masuk akal untuk diterima. Gue...” Dia terdiam dan dalam sekali tarik, Lista ada di depannya sekarang dengan wajah menunduk. “Biarin lo pergi dan takkan ada lagi saling menunggu.”

            Lista menatapnya terbelalak. Tak menyangka pria yang berwajah muram dan terluka itu akan mengatakan seperti itu. entah kenapa, dia merasa ketakutan sekarang.
             “Lo gak tau apa yang gue rasain, Ndo. lo...”
            “Bagaimana gue bisa rasain kalau lo gak pernah sekalipun jujur sama gue? Oh Tuhan... Please, Elista... “ Ando mengacak rambutnya frustasi dan menatap Lista sambil memegang kedua bahu yang tertunduk lesu itu. “sekali aja lo jujur sama gue, kenapa lo lari setiap gue bilang kalimat itu? apa yang lo takutin sebenarnya?”

            “Ini rumit, Ndo. gue udah gak perawan lagi dan gue merasa...”
            “Gue gak peduli, Lista!”
            “Lo gak peduli, tapi gue iya!” Lista balas berteriak dan merasa hatinya serasa ditusuk. “Gue merasa gak utuh, merasa ada yang kurang, merasa gak pantas bersama lo. masa lalu itu selalu menari – nari di otak gue. Membuat gue mundur untuk membalas perasaan lo. walaupun sebenarnya...” Dia terdiam dan merasakan cekalan di bahunya melonngar. “Gue juga cinta sama lo. Entah sejak kapan. Entah sejak...” Ucapannya terhenti ketika bibirnya dibungkam oleh jemari Ando yang menempel. Dia menatap lurus pria itu yang sekarang tersenyum miris padanya. “Lo butuh lebih dari sekedar diyakinkan oleh kata – kata kayaknya.”

            “Ando gue seri...” Ucapannya terhenti ketika bibir itu membungkam semua  ucapan yang terketik didalam kepala. Tangan kokoh itu melingkar pinggangnya lembut dan memaksa untuk mendekat. Seolah deja vu, dia melingkarkan lengannya di leher Ando dan berjinjit karna cowok itu lebih tinggi dari yang diperkirakan.
            “Lista,” Dia mendesah dan menangkup wajah cantik yang tertunduk itu dengan kedua tangannya. “Gue mencintai lo apa adanya. Gue memang bodoh dulu pergi ketika lo cerita semuanya, tapi bukan berarti gue tak sudi ketemu lo lagi. Gue hanya kaget dan ketika kembali lo malah pergi. tujuh tahun gue menunggu lo dan selama itu tak ada wanita yang bisa gantiin posisi lo, Elista. dan sekarang, ketika lo putusin untuk pergi sekali lagi hanya karna alasan itu, gue gak bisa nerima. Kenapa?” Ando menatap  Lista yang kini menangis di pelukannya. “Karna gue akan gila dan berujung ke rumah sakit jiwa kalau lo berani lakuin hal itu sekali lagi. Kalau gue mempermasalahkan masa lalu itu, gue akan mencari wanita lain dan menikahinya. Tapi nyatanya apa? Gue gak sama siapa – siapa, Lista. Hanya lo yang gue tunggu selama ini.”

            “Lo gak mempermainkan gue kan, Ndo?”
            Tawa Ando meledak dan dia memeluknya semakin erat. “Elista Maharani Pradipta, gue gak tau lo makan apa selama di Jerman dan bagaimana bisa jadi Psikiater kalau pikiran lo negatif mulu sama gue. Coba lo liat mata gue sekarang. Apa ada sorot mata gue ngajak bercanda saat ini?”
            Lista mengangkat wajahnya dan menatap Ando lekat. Sorot mata tajam itu menyiratkan kejujuran tulus. Tak ada sorot bercanda atau mempermainkannya. Entah kenapa, semua bebannya serasa terangkat seluruhnya. “Lo benar – benar cinta sama gue apa adanya, Ndo? masa lalu gue?”
            “Gue gak akan pernah bosan bilang iya, Lista. Gue mencintai lo apa adanya. Masa lalu itu gue gak pernah mempedulikannya. Bahkan kalau lo ingin minta dinikahi sebagai bukti keseriusan perasaan gue, dengan senang hati gue menghadap ortu lo untuk melamar dan kawin hari ini juga di KUA. Resepsi belakangan. Bagaimana? Saran bagus, bukan?” Ando tersenyum jahil dan melingkarkan tangannya menarik ia lebih dekat.
            Lista menggetok kepala Ando dengan keras. “Bisa gak pikiran lo gak sampai kesitu? Kakak gue gak sampai 24 jam menikah dan lo mau lamar gue? Jantungan orang tua gue yang ada, Ndo!”
            “Gue akan lakuin apapun asal lo gak pergi lagi, Lista. gue gak sanggup menunggu beberapa taun lagi untuk bertemu lo seperti sekarang ini. I’m Truly, madly, deeply in love with you.”
            “Gue juga, Ando. I love You.”
            Ando mengecup bibir tipis yang tersenyum itu dengan sayang. “I love you too, honey. Nah sekarang, kapan gue bisa lamar lo? besok? enam bulan lagi? Atau...”
            “Ando!” Lista mencubit pinggang liat itu dengan keras. Membuat wajah pria yang dicintainya itu meringis kesakitan. “Please deh. beri gue waktu dua tahun untuk mengurus pekerjaan gue disana. Gimana?”
            “Yakin Cuma urus pekerjaan doang? Gue gak terima kalau lo melarikan diri sekali lagi, Elista.”
            Lista tersenyum dan menggeleng lembut. Tangannya merangkul pinggang Ando dan menyandarkan kepalanya di dada bidang itu. yang memberinya kehangatan. Dia menghirup aroma mint yang ia rindukan selama ini dan takkan pernah melepasnya.  “Gue gak akan pernah pergi lagi, Ando. I’m always in your side. Forever.”

2 tahun kemudian.

“From this moment...
Life has begun.
From this moment...
You are the one.

            I do swear that i’ll always be there. I’d give anything and everything and i will always care. Through weakness and stregth, happiness and sorrow. for better, for worse, I wll love you. Elista Maharani Pradipta. With every beat in my heart.” Ando membisiki janji manis yang sekilas muncul di kepalanya saat berdansa oleh wanita yang menjadi istrinya sekarang, Elista yang berbalut gaun putih tanpa lengan dengan tirai di atas kepala. wajah cantiknya yang kini bersemu merah merona karna ucapannya. Ijab kabul mereka lakukan pagi tadi di rumah Lista dengan sedikit keributan kecil karna istrinya mendadak terkena sindrom tak percaya diri hingga nyaris ingin membatalkan yang membuat kak Erika turun tangan dan menenangkannya.

            Dan sekarang, mereka berdansa ditemani alunan lagu yang dinyanyikan oleh pacar sahabatnya, Rere yang entah kenapa ditarik paksa naik ke atas panggung. Semua tamu yang hadir di pernikahan mereka tak ada satupun mengenakan alas kaki. Karna mereka berdansa bukan di dalam gedung mewah, melainkan di pantai pribadinya.

            Yah... dia mewujudkan impian masa kecil Lista. Menikah di pantai dan berdansa dengan seseorang yang dicintainya tanpa alas kaki. Membiarkan kaki mereka menyentuh pasir putih yang halus.

            “Manis sekali deh.” Lista tersenyum dan berputar mengikuti alunan lagu. Rambutnya yang terurai ikal dihembuskan oleh angin pantai yang bersahabat. Seolah – olah mereka juga merayakannya.

From this moment, I have been blessed.
I live only for your happines.
And for your love i’d give my last breath

From this moment.”

            Lagu indah itu mengalun merdu. Dia melirik kakaknya, Bian sedang berdansa dengan istrinya, Lyesha yang baru saja hamil 3 bulan. Dan kedua orang tuanya, tetap saja mesra dan saling menatap penuh cinta seolah tak pernah habis. Membuatnya ingin seperti itu di pernikahannya sekarang.
            Ando mengikuti tatapan Lista dan tersenyum. Papahnya Lista, Putra Pradipta hanya bisa tersenyum dan menepuk pundaknya waktu dia melamar Lista dan mempersilahkan menyusun pernikahan sesuai keinginan mereka. “Aku mencintaimu, Fernando Hayman. Suamiku.” Ucapan penuh cinta dari Lista membuyarkan lamunannya. Dia tersenyum dan menatap wajah istrinya yang bersemu kemerahan. “Aku juga. Istriku.” Ucapnya tulus sambil menangkupkan wajah mulus itu dengan kedua tangannya, dan menunduk karna Lista terlihat pendek, dan...
“You’re the reason i believe in love,
And you’re the answer to my prayers from up above.
All we need is just the two both of us.
My dreams came true because of you.”

*From This Moment – Shania Twain.

            “Eitss... bro. Bisa gantian dansanya? Gue pengen berdansa dengan adik tercinta dulu nih.” Suara jahil dari belakang mereka membuat ia mendengus dan melirik Erika dan Bian, kedua kakak Lista saling memasang senyum jahil. Dengan berat hati dia melepas tangannya. “Jangan lama – lama yah, kak Bian.”
            “Dih... lo begitu amat ama kakak ipar. Dia kan adek gue.” Ucap Bian posesif sambil merangkul Lista yang tertawa mendengarnya. Di kanannya, Erika ikut tersenyum dan merangkulnya. “Bagaimana kita jalan – jalan sebentar menikmati udara sore sebelum mereka...” Dia melirik Bian dan tersenyum penuh arti. Menikah dengan pasangan hati masing – masing membuat pikiran mereka semakin nyambung saja.
            “Apaan sih kak Rika ama kak Bian ini!  Udah deh..” Lista seolah paham dan wajahnya semakin merona saja.

            “Gue ajak Lista dulu yah, Ndo. tenang aja. Pasti gue balikin kok.”
            “Iya. Jagain Lyesha, istri gue yah. Awas aja kalau lo goda. Dia gak bisa liat pria ganteng ngegoda dia dikit kayaknya. Ngidam yang paling aneh selama gue pernah dengar.”
            “Hahaha.. ati – ati aja ntar kalau Lyesha lari ke pelukan Ando, Bian. dia kan lebih cetar daripada lo.”
            “Gak akan bisa kakak cantik...” Dia menatap Erika dengan tatapan jahil. Seperti yang sring mereka lakukan. “Berani dia lakuin itu. gue dengan senang hati mengurung dia seharian di kamar ampe ga bisa jalan lagi kalau bisa.”

            Ando tertawa mendengar candaan menjurus itu dan melirik Lista yang menyingkap sedikit gaunnya ke atas untuk menggerakkan kaki – entah menulis apa-  untuk menutupi wajahnya yan dia sangat yakini, merona malu. mendadak ide jahilnya kumat. “Sayang... daripada kita mendengar pertengkaran kakakmu ini, bagaimana kalau kita cari tempat sepi untuk melakukan amanat papahmu ini yang ingin dihadiahi Hayman kecil? Mau?”

            “Huaaa.. frontal sekali dikau!” Lista mendadak menjerit dan membekap mulut Ando dengan tangannya. “Kamu jangan ikutan sinting deh. ayoo kita pergi.” Dia menarik Ando untuk menjauh. Namun mendadak kedua tangannya di tarik oleh Kak Bian dan Erika. “Iya.. iya.. lo cepat ngambekan deh, Lis sekarang. Mari kita keliling dulu.” Erika langsung merangkul pinggang Lista supaya tak kabur dan Bian, merangkul pundaknya sambil membantu menyingkap gaun putih panjang yang menyapu pasir pantai.

            Ando hanya tersenyum melihat Lista ditarik paksa oleh kedua kakaknya. Dan dia melirik istri kak Bian, Lyesha yang asyik berbincang dengan Mikail sambil bercanda dengan kedua anak kak Erika yang berdiri di depan wanita hamil itu. Fransisco dan Eleanor Boulanger dengan ide jahil menari di kepalanya. Siap menggoda wanita hamil.

♥ ♥

            “Bagaimana perasaan lo, Lista? bahagia, kan?” Mereka bertiga duduk di tepi pantai sambil menekuk kedua kaki masing – masing dan memeluknya. Erika membiarkan gaun panjang berwarna merah marun basah terkena ombak pantai, senasib dengan gaun pernikahan adiknya. Rambutnya terkibar karna dihembus angin. Sedangkan Bian, dasinya sudah longgar dan satu kancing paling atas sudah lolos, kedua lengan kemeja putihnya dilipat sampai siku dan rambutnya acak – acakan. Takkan ada yang menyangka kalau mereka sudah menikah.
            Lista memandang wajah kak Erika. wajah yang menenangkannya di saat dia terkena sindrom takut menikah beberapa jam yang lalu hingga nyaris ingin membatalkan. Ucapan penuh keyakinan dan doa tulus yang terucap membuatnya yakin. “Bahagia kak. Makasih yah udah ngasih advice ama gue.” Dia memeluk kak Erika yang tetap langsing walau sudah punya dua anak yang lucu.
            “Gue gak dipeluk nih?” Suara kak Bian yang cemburu membuatnya tertawa dan memeluk kakak lelakinya. Kakak yang melindungi ia sampai hari ini, yang memberi keyakinan bahwa Ando terbaik untuknya. Dan memberinya nasihat serta uluran tangan setiap dia kesusahan. Dia merasa beruntung karna dikelilingi oleh mereka. “Makasih kak Bian udah jaga gue selama ini. Udah...” Dia mendadak tak bisa berkata apa – apa saking bahagia dengan semua yang didapat. Membuat ia mendadak dua pelukan penuh sayang dan kecupan di pipi kiri dan kanannya.
            “Kamu adik kakak, Lista. sudah sepantasnya kakak jaga kamu sampai hari ini, sampai seterusnya. Karna kakak sayang kamu.” Bisikan lembut kak Erika membuat hatinya menghangat.
            “Pengantin seharusnya menangis sama pasangannya. Bukan ama kedua kakaknya, Lista. tapi gue senang lo menikah hari ini dengan Ando. nice wedding dress. You look so beautiful like angel. How lucky him cause be your soulmate. Gue kasih satu pesan aja untuk lo, Lista. jaga pernikahan yang kalian bangun seperti kedua orang tua kita menjaga pernikahan mereka selama ini. Saling mencintai walau umur udah tua dan ketiga anaknya menikah. Gue malah merasa ortu kita seperti nostalgia aja setiap kita menikah. Hahaha...” Bian tertawa mendengar leluconnya sendiri dan memeluk Lista dengan sayang sambil merangkul tangan kak Erika yang melingkar di pinggang adiknya.

            Mereka masih terus tertawa sambil melukis janji dalam hati ketika matahari terbenam sempurna bahwa pernikahan mereka akan bahagia seperti kedua orang tuanya.

♥ ♥

“Takkan pernah ku menyalahi cinta,
yang ku jaga hanya untuk satu kasih.
Yang terakhir dan pasti ntuk selamanya.
kesetiaan kan teruji.”

            Pernikahan mereka selesai sudah. Semua wedding organizer yang  dia sewa sudah membereskan semua tetek bengek peralatan di depan Villa dan sekitar pantai dan baru saja pulang. Sekarang, mereka tinggal berdua saja di Villa yang luas dan sepi ini. Hanya berteman ombak pantai yang berdesir pelan.
           
            Dia membuka hadiah demi hadiah yang diberkan para tamu untuk mereka. Hadiah kak Erika membuat wajahnya seperti kepiting rebus. Untung saja Ando saat ini berada di kamar mandi dan tak melihat. Kalau saja mereka membuka berdua, entah tatapan apalagi yang akan diterimanya.

            Dengan wajah malu – malu, dia berganti pakaian di kamar sebelah dan mengenakan ligerie berbentuk gaun tidur super seksi berwarna merah muda yang sangat cantik dengan bunga  bunga kecil mengelilingi. Kainnya sangat tipis hingga lekuk tubuhnya terlihat sangat jelas. Saking malunya, dia memutuskan bersembunyi di balik selimut.

“Suatu kesan akhirnya kau mencintaiku,
Ku inginkan malam pertama.”

            Oh Tuhan... Lista melirik dari balik selimut untuk melihat pakaiannya. Wajahnya merona seperti kepiting terlalu lama direbus. Dia memutuskan berganti pakaian dan berdiri dari persembunyian, namun terlambat --

            Ando baru saja masuk kamar dengan wajah luar biasa lelah. Namun senyum yang membuatnya jatuh cinta itu tersungging lebar. Jas pengantin berwarna putih itu belum dilepasnya sampai sekarang. Namun bukan itu masalahnya.

            Mereka sudah menikah! Aaaa...

            Mendadak, Lista menyembunyikan wajahnya dibalik selimut. Membuat Ando bingung dan memutuskan mendekat. “Kamu kenapa sayang sembunyi gitu? Sakit?”
            Lista mengeluarkan wajahnya dari persembuyian dan menggeleng lemah. mendadak susah berkata – kata ketika Ando duduk di tepi ranjang berukuran king ini. “Gak papa kok. kenapa belum ganti pakaian?”
            Senyum jahil itu membuatnya serasa menelan batu. “Lepasin dong kancingnya. Agak susah nih.” Pintanya dan berdiri. Membuat Lista menatap bingung.
            “Kenapa gak duduk aja sih? Kamu itu tinggi banget tau!”
            “Aku pengen menikmati udara pantai sambil berdiri, sayang. Ayolah...”

            ALESAN! Lista menyingkap selimut tebal yang menyelimutinya, berdiri dan berhadapan dengan Ando yang mendadak susah menelan ludah ketika tubuh istrinya yang ramping itu terlihat samar – samar di gaun tidur yang super pendek dan tipis itu. tangannya mendadak gatal ingin memasukkan tangannya di balik itu dan menyingkap ke atas sambil...

            “Udah nih.” Suara Lista membuat khayalan mesumnya buyar. Dia melepas jas beserta kemeja itu di depan Lista dan meletakkan di keranjang pakaian lalu berjalan membelakangi istrinya karna mendadak sangat haus.
           
            Lista merasa menelan batu sekarang. Tato sayap burung berukuran cukup besar merentang lebar seperti sayap malaikat di tulang bahu terpampang sangat jelas di matanya. Dia tau Ando mempunyai tato di pergelangan tangan yang bertulisan namanya, tapi dia sama sekali tak tau kalau Ando mempunyai tato di punggung!

            “Sejak kapan CEO yang memegang 4 perusahaan besar yang bergerak di bidang pariwisata dan ekspor – impor barang antik, mempunyai dua tato?” Sindir Lista membuat Ando tertawa dan balik badan ntuk menatapnya.

            How damn sexy! I can’t believe he is my husband!” Lista menjerit shock dalam hati ketika dada bidang hasil Gym entah sejak kapan itu terpampang jelas dmatanya tanpa sensor. Bahunya yang cukup berotot dan liat itu membuat pikiran mendadak lari kemana – mana. Tangannya gatal untuk menyentuh otot bahu itu dan menyelusuri garis urat yang menonjol. Dia tak menyangka dada yang selalu menjadi tempat favorit untuk menyandarkan kepalanya setiap mereka berpelukan, akan seseksi ini, se – HOT ini dan...
            Dia tak sadar Ando sudah berada di depannya dengan senyum entah apa artinya. Tau – tau tubuhnya digendong dan diletakkan tepat di tengah ranjang lalu pria itu berada di atasnya, kedua tangan menopang tubuhnya agar tak jatuh dan mendekatkan wajah hingga bersentuhan hidung. “Sudah cukup mengagumi ketampanan suamimu ini, sayang?” Godanya membuat Lista merona malu.
            “Apa –“ Ucapannya terhenti ketika bibirnya terkatup oleh ciuman Ando yang lembut. Dia mengerang ketika lidahnya bergerilya mencari kenikmatan dalam mulutnya dan menyecap semua sudut dengan rakus dan menuntut minta dibalas. Lista membalas sentuhan itu dan membuat mereka menggila.
            Sambil mencium Lista dan menjalar ke leher jenjang istrinya lalu meninggalkan jejak – jejak merah hingga suara erangan – yang sangat seksi di telinganya terdengar bagai alunan musik merdu, dia menggerakkan tangannya untuk menyentuh sambil lalu titik sensitif Lista hingga sampai ujung gaun tidur. Tanpa ragu dia menyingkapnya ke atas dan menemukan titik sensitif yang lain – dadanya – dan meremas pelan hingga erangan pelan namun sanggup membuatnya pening karna gairah . Dia merasakan suara Lista bergetar ketika dia mengecup tepat di pangkal tenggorokan dan meninggalkan jejak panas disana.

            Tangannya sibuk meraba – menyentuh – hingga sampai ke pinggang ramping itu. dia serasa menyentuh sesuatu dan mengalihkan perhatian dari mata Lista yang tertutup karna sentuhannya – menjadi ke pinggang dan membuatnya shock!

            Tato bertulisan bahasa arab memanjang sampai tulang dada. entah apa artinya hingga dia berbisik tepat di bibir Lista yang setengah terbuka ketika sentuhannya semakin menggila di pinggang. “Sayang... sejak kapan psikiater mempunyai tato di pinggang? Sejak kapan kamu punya tato?”
            “Rahasia...” Lista membuka mata dan mengerjap jahil. Dia tertawa melihat mulut tipis merengut. Tawanya langsung hilang ketika Ando memundurkan badan dan kini, wajah tampan yang penuh seringai licik tepat di pinggangnya. “Kamu mau ngapain, Ndo?”

            “Kalau kamu gak mau ngaku apa arti tulisan tato ini. Aku akan buat kamu berteriak mengatakannya, sayang.” Dan Lista memekik geli ketika bibir tipis itu ternyata mencium tatonya, mengecup pelan kemudian menggigit hingga meninggalkan bekas. Seolah tak cukup, tangan jahil itu menggelitiki pinggangnya sambil bibir tipis itu menciumi sekitar perutnya. Membuatnya merasa di awang – awang ketika sentuhan demi sentuhan itu menyerangnya. Serasa ada ribuan kepak kupu – kupu terdengar di telinganya. Membuatnya gila. Gelenyar aneh yang ia rasakan seperti gelombang pasang yang panas dan bergulung – gulung di dalam perutnya. Menuntut lebih setiap sentuhan yang diberikan.

            “Iyaa... Iyaa... Aku ngaku! Itu tato bertulisan namamu, Ando! sudah.. sudah...” Teriakan bercampur desahan berhasil dikeluarkan Lista susah payah ketika Ando terus saja menciumi tato itu sambil satu tangan bergerilya di dadanya. Meremas lembut dan memainkan puncak sambil lalu.
            Pengakuan itu membuat Ando terpaku. “Namaku?”
            “Iya..” Lista berhasil mengeluarkan suaranya ketika serangan licik itu berhenti. “Waktu kuliah aku pergi ke tempat pembikinan tato terkenal ama Stacy, sahabatku. Kami bikin tato dan aku menulis namamu disini. Fernando Hayman. Itu artinya.”
            “Dan siapa yang menatonya? Cowok atau cewek?”
            Lista tersenyum malu dan menutup wajah dengan tangan. “Bule cowok yang sangat ganteng sekali! Dia menato pinggangku, dan bertanya kenapa aku menulis namamu di sini. Aku jawab nama itu adalah pacarku dan aku ingin hanya dia saja yang melihat tulisan ini.”

            Penjelasan Lista membuat ia tersenyum dan mengecup bibir tipis itu. “Senang mendengarnya. Tapi aku tetap menghukummu malam ini. Membuatmu besok pagi tak bisa berjalan dan sepenuhnya membutuhkanku.”
            “Loh, kok gitu? Kan aku udah ngaku!”
            “Karna...” Dia mengecup leher Lista dan menggigit pelan hingga terdengar erangan tepat di telinganya. “Kamu udah biarin cowok lain, siapapun itu melihat tubuhmu walau sedikit. Sekalian aku mau cari di bagian tubuh mana lagi kamu menyembunyikan tato  -- yang hanya aku saja boleh melihatnya.” Sebelum Lista sempat mencerna kata – kata panas yang bikin ombak di tubuhnya semakin menjadi – jadi, tau – tau Ando melanjutkan permainannya lagi. Menyentuh seluruh titik sensitif di dalam dirinya, membuatnya mengerang dan membiarkan lidah dan mulut tipis itu meninggalkan jejak panas di sekujur tubuhnya. dan ketika entah sejak kapan, tubuh mereka sama – sama terlihat polos dan Ando tersenyum ketika dia siap untuk menyatukan diri dengannya. Entah kenapa membuat ia ketakutan.
            “Aku gak akan menyakitimu, sayang.”  Suara penuh janji dan senyum yang membuat ia tenang, membuatnya yakin dan mengangguk sambil merangkul leher suaminya agar mendekat dan berteriak kencang sambil meremas rambut tebal itu ketika mereka saling menyatukan diri.
            “Sakitkah?” Ando menatap cemas ketika Lista mengernyit kesakitan dan menutup matanya. ketika dia memasuki dirinya – menyentuh kerang yang terbuka itu dan menggerakkan mutiara yang tersembunyi di dalamnya. Namun gelengan itu membuatnya tersenyum lega. “Gak, Ando. i’m fine.”

            Jawaban itu membuat ia tersenyum dan mengecup bibir istrinya dengan sayang. “I love You, Elista Maharani Hayman.”
            Enak banget kamu mengganti nama belakang papahku menjadi namamu.”
            “Memang seharusnya begitu, kan Nyonya Hayman?”
            Lista membuka mata dan menatap mata beriris hitam kelam itu dengan lembut. Hatinya sangat bahagia bahwa pemilik mata ini adalah suaminya. “I love you too, Mr Hayman. My beloved husband.”

            Dan selanjutnya, mereka menghiasi malam ini dengan penuh cinta. Dengan membuat simpul indah yang akan menghiasi gerbang pernikahan mereka. Dan melahirkan beberapa simpul kecil lainnya.

They were meant to meet each other.
they were meant to discover who they really are and who they strive to be,
thet were meant to love each other,

They are fated to be together.*

*Terinspirasi dari novel “Baby Proposal” Karya Dahlian dan Gielda Latifa.

1,5 tahun kemudian.

            Lista tergolek lemah di rumah sakit. Persalinan yang sangat melelahkan membuat tubuhnya serasa lemas. tulang – tulang di tubuhnya serasa ingin saling meloloskan diri ketika dia berjuang mengeluarkan manusia kecil yang hidup nyaman dalam perutnya.
            Yah. beberapa bulan dia menikah dengan Ando, dia positif hamil dan membuatnya hampir seperti boneka porselen oleh suami sendiri karna dilarang pergi kemana – mana. Membuat mereka bertengkar dan bermesraan kembali pada malam hari ketika Ando memberinya syarat – syarat untuknya. Dan ia tak punya cara lain selain mengiyakan dan dimanja dengan penuh cinta.

            Pintu kamar terbuka dan ia melihat suaminya, Fernando Hayman, mengenakan dasi yang sudah longgar seutuhnya karna cemas akan kehamilan yang menurut ibu mertuanya sungsang dan bergegas berlari kesini tanpa peduli dengan rapat penting diperusahaannya. ia menghampiri Lista sambil menggendong bayi diikuti Lily, keponakannya yang luar biasa cantik – dengan wajah mirip Ando, beralis tebal dengan iris hitam yang tajam dan wajahnya yang innocent – terlihat bahagia menggendong bayi perempuannya.

            Yah, dia melahirkan sepasang anak kembar. Laki – laki dan perempuan hidup dalam rahimnya selama 9 bulan dan sekarang berada di gendongan suami dan keponakannya.
           
            “Mama dan papah mana?” Tanyanya karna tak melihat mamanya yang membantu melahirkan anak sekaligus cucunya hari ini. Entah sudah berapa kali mamanya, Erza membantu anak dan menantunya melahirkan cucu – cucu lahir selamat ke dunia. Dan papahnya, Putra Pradipta yang berprofesi sebagai dokter anak, mengobati cucu – cucunya bila sakit. “Masih sibuk mengurus tetek bengek kelahiran cucu kembarnya, sayang.” Ando menyerahkan bayi yang digendongnya pada Lista dan dia menyambutnya penuh sayang. Bayi laki – laki dengan seluruh fisik Ando ada di wajah anaknya. Bahkan iris matanya pun sama. Hitam kelam.
            Copycat kamu banget nih.” Lista tertawa dan mencium anaknya dengan sayang. “Halo,Edric. my hero.” Dia mengecup ujung hidung anaknya dengan sayang lalu menyerahkan ke Ando dan menatap Lily. “Kamu kapan pulang kuliah, Li?”
            “Bolos, kak. sesekali gak papa, kan?” Dia mengedipkan mata dan tertawa sambil menyerahkan bayi yang digendongnya. “Dia cantik banget, kak. Warna matanya unik. Kayaknya kalau sudah gede bakalan cantik banget deh.”
            “Bisa aja kamu.” Lista menyambut bayi yang diulurkan Lily dan tersenyum. Keponakannya benar. Bayi perempuan yang digendongnya sangat cantik. Pipi bersemu merah dan tembam membuatnya gemas mencubit, warna mata kirinya berwarna hitam kelam seperti Ando, dan sebelah kanannya berwarna hijau toska ditengah dengan warna hitam yang mengelilinginya. Hasil kelainan genetik Heterochromina Iridium – kelainan yang membuat kedua warna mata terlihat berbeda – hasil warisan darinya. Membuatnya yakin, entah beberapa tahun lagi warna mata unik itu akan semakin indah.
            “Halo, Fiorenca. Damai – damai dengan kakakmu, yah.” Yah, Fiorenca selisih 2 menit lebih lama keluar dari  Edric-  yang sekarang digendong suaminya itu. “Kak, aku tinggal dulu yah, lapar nih. Belum makan soalnya.” Ucapnya dan mencium kedua pipi Lista dan kakaknya, lalu kepada keponakannya. “Hai, Edric dan Fio, tante tinggal dulu yah.” pamitnya lalu ngacir keluar kamar.

            Sepeninggal Lily, mereka saling bertatapan dan tersenyum. “Halo istriku. Siap membuat keluarga besar?” Godanya jahil membuat Lista mencubit pinggang Ando yang sekarang duduk di sampingnya. “Tunggu enam tahun lagi baru kita bikin keluarga besar.”

            Ando berpikir seolah menimbang – nimbang dan tersenyum lalu mencium bibir istrinya dengan lembut. “Aku tunggu sayang.”
            Lista tersenyum dan menatap suaminya dengan penuh cinta. “Selamat menunggu kalau begitu.”

            Mereka tertawa bersama – sama sambil bercanda dengan anak yang digendongan. Berusaha memperkenalkan dunia dengan bahasa mereka sendiri.
            i love you, Elista. my stronger wife and beauty mom to our baby.”
            Lista mengecup pipi Ando dengan penuh sayang. “I love you too, Fernando Hayman. My husband and handsome dad to our baby.” Balasnya dan tersenyum ketika anak mereka tertidur di gendongannya.

Cause I'm keeping you, Forever and for always.

FIN.
           






           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar