“Really?” Erza menatap Jihan
yang sekarang tersenyum puas. Menikmati ekspresi terkejutnya. “Bukankah kalian
bersepupu? Kok...”
Sebelum Jihan menjawab, pintu kamar
terbuka dan dia menoleh. Putra masuk dengan santainya dan kaget dengan apa yang
dilihatnya.
Dua wanita, masa lalu dan masa
kininya, kini berada dalam satu kamar dan sama – sama melihat dirinya. yang
satu terpaku, satunya lagi, sedang menatapnya penuh menyelidik.
“Disini kalian rupanya,” Putra
berusaha santai walau dalam hati bingung harus berbuat apa dan mendekati Erza
lalu merangkul pundaknya. “Sudah kenalan dengan dia, sayang? Jihan, sepupu
jauhku.”
“Dan mantan pacarmu yang pertama,
Putra.” Jihan menambahkannya dalam hati.
“Kami sudah kenalan, kok.” Erza
menjawab sekenanya dan menatap Putra yang kini menatap Jihan. “Lo utang
penjelasan sama gue, sayang.” Ucapnya dalam hati.
Putra mangut – mangut mendengarnya.
Dia menatap Jihan yang masih berdiri di depannya. “Ada angin apa, Jihan jadi
nongol disini? Bukannya kamu lagi sibuk – sibuknya merintis karier di sana?”
“Loo... emang kamu tau darimana?
Ayooo... ngikutin kabar aku yah?” Jihan menepuk pundak Putra dan tertawa.
berusaha menganggap Erza tak ada di sekitarnya yang sekarang menatapnya seolah
ingin mengusirnya jauh – jauh dari sini.
Putra tertawa mendengarnya.
“Bukannya kamu dulu ada cerita gak akan balik ke Jerman sebelum kamu jadi model
Prada dan Gucci? Dasar pelupa.” Tanpa sadar, Putra melepas rangkulannya dari
pundak Erza dan mengacak rambut Jihan yang tergerai. Membuat mata biru
indahnya, mata yang dulu sangat disukainya itu, membelalak kaget. Kenangan
indah yang disimpannya dalam kotak kaca itu menyeruak keluar dan memeluk
hatinya.
![]() |
Jihan Vexia |
Flashback
“Dasar pelupa. Malu – maluin aja
kamu. Masa ntuk keseribu kalinya, aku harus mengingatkan untuk selalu membawa
ponsel kalau kemana - mana?” Putra mengacak rambut coklat – kepirangan itu dengan gemas. Jihan si pelupa, hanya
tersenyum malu dan merapikan rambut coklatnya ini lalu menatap Putra yang
sekarang fokus menatapnya.
“I really like your eyes. Like an
ocean. Jihan. That’s not a joke, darl.” Putra menambahkannya ketika dia
tersenyum penuh selidik.
“Aku gak pernah meragukan pujianmu,
Putra. Cuma aku meragukan apa yang kamu katakan itu, hanya untuk aku saja atau
pernah kamu ucapkan untuk cewek lain. mengingat, mantan pacarmu seabrek.”
“You my first girl, Jihan. Every
words i saying for you, that’s pure from my heart. And no one can make me saying like that.”
“Termasuk mantan – mantan kamu?”
“Anggap aja aku masih ababil sebelum
jadi pacar kamu.” Putra nyengir mendengar ucapannya sendiri. Membuat Jihan
tertawa dan suaranya terdengar lembut di taman yang sepi yang penuh bunga tulip di sekeliling mereka dan
daun – daun berguguran tanda musim gugur berada di tengah mereka.
“Aku pernah gak bilang kalau ketawa
kamu itu bikin wajahmu semakin cantik?” Putra berdiri dari ayunannya dan
mendekati Jihan yang masih duduk sambil memegang tali dengan kuat. Wajahnya
mendongkak ke atas.
“Kayaknya belum pernah bilang deh.
atau... aku yang lupa yah?” Jihan memutar matanya dan tersenyum.
Putra tersenyum miring. Dia
menundukkan badannnya hingga wajah mereka saling berdekatan. Ujung hidung
saling bersentuhan. “Kayaknya, aku harus mengingatkanmu lagi deh kalau ketawa
kamu itu bikin wajah kamu tambah cantik.
And, your laugh sound like a birds sing a love song for us, darl.”
Sebelum dia sempat menjawa dengan bantahan, Putra membungkamnya dengan ciuman
yang manis di senja yang yang indah, Dan dia, tak segan – segan melingkarkan
tangannya ke leher cowok yang sangat dicintainya itu.
“I Love You, Jihan.” Bisiknya pelan
dan dia hanya tersenyum mendengarnya. Senyum bahagia.
“Jihan...” Suara Putra seolah memutus salah satu
kenangan indahnya dan mengantarkannya ke dunia nyata. Dunia dimana dia tak bisa
mengulang semuanya lagi. Dan itu... membuatnya sakit.
“Iya, kenapa, darl? Eh..., Putra
maksudnya.” Jihan keceplosan dan menutup mulutnya sendiri ketika Putra
membelakakkan matanya. Dan Erza yang berdiri di belakang mantan pacarnya itu,
ikut melotot kaget.
“Gak papa.” Putra terlihat salah
tingkah. Biar bagaimanapun juga, Jihan adalah mantan pacarnya yang pertama,
mantan yang membuatnya tau arti menyukai dan menjaga seorang cewek yang disayanginya.
Dan pacaran selama 2 tahun setengah itu sebelum dia pindah ke Indonesia,
bukanlah hal yang mudah untuk dihapus begitu saja.
“Aku baru sadar kalau rambut kamu
disemir hitam. Bukannya dulu coklat, kan?” Putra mengalihkan pembicaraan ketika
sadar warna rambut Jihan berubah.
“Kan kamu yang bilang suka dengan
rambut hitam, Putra. Aku lihat pasar model lebih menyukai cewek berambut hitam,
khususnya wajah Asia, yasudah, aku semir aja sekalian. Gimana? Cocok, kan?”
“Cocok kok.” Putra tersenyum dan mengakui
dalam hati kalau warna rambut Jihan membuat cewek itu terlihat lebih dewasa dan
anggun di matanya. Cocok untuk warna matanya yang semakin tajam dan membius
itu.
“Ehm...” Deheman Erza membuat Putra
sadar bahwa mereka tidak berdua saja disini. Ada pacarnya, Erza yang ada di
belakangnya sejak tadi. Kenapa dia tak sadar dengan hal itu?
“Aku mau keluar dulu yah. kayaknya
kalian butuh privasi deh untuk ngobrol. Aku mau temanin Oma kamu dulu. Bye, sayang.”
Erza memeluk Putra erat dan berbisik “Kamu hutang satu penjelasan besar buat
aku, sayang.” Dan melepas pelukannya lalu pergi meninggalkan Putra yang
terdiam ketika pintu kamarnya sengaja di tutup Erza. Seolah memberinya privasi
seluas – luasnya.
Putra melirik Jihan yang hanya
menatap lantai kamarnya yang terbuat dari kayu. Mereka mati gaya. Habis kata –
kata. Tak ada yang saling berinisiatif untuk melanjutkan pembicaraan.
“Put,” Panggilnya ketika sadar diam
hanya memperburuk suasana. “Bagaimana kalau kita keluar saja? Aku tak enak
dengan pacarmu.” Jihan memberikan alasan dan hatinya sedikit perih ketika
mengucapkan kalimat “pacarmu” itu.
Putra menyetujui ajakan Jihan.
“Boleh. Yuk.” Putra berjalan melewatinya. Tanpa sadar, tangannya menarik Jihan
yang hanya terdiam menatapnya. Kaget dengan tingkahnya.
“Ayooo... Vexia, Jangan buat
aku menunggu loading di kepala cantikmu itu.”
Jihan hanya tersenyum manis ketika
Putra menoleh ke arahnya. Senyum yang dulu dia munculkan setiap cowok itu
mengajaknya pergi. Dan senyum itulah dia sembunyikan rapat – rapat, dia simpan
di peti dan menguncinya jauh di dalam dasar hati ketika cowok itu pergi
meninggalkannya. Dan, senyum itu kini hadir kembali ketika peti itu terbuka.
Kuncinya telah ditemukan.
Putra lah kunci hatinya. Dialah
kunci dari semua kenangan indah yang ditutupnya rapat – rapat. Dan dia jugalah,
obat hatinya.
“Sesekali
kamu memang harus merasakan menunggu, Putra.” Ucapnya pelan ketika dia pasrah
ditarik keluar.
♥
♥
![]() |
Erza Noor Assifa |
“Apa
yang kamu pikirkan?” Pertanyaan Yuri, sepupu Putra itu mengagetkannya sekali
lagi. Cowok itu berdiri di sampingnya dan menatapnya lekat. Membuat Erza melihat
betapa Jepangnya sepupu pacarnya yang satu ini.
“Kamu.”
Jawaban spontannya membuat Yuri berkerut kening. “Me? Why? There something
wrong in my handsome face? Or... do you in love with my face? WAW!” Jawaban
ngawurnya membuat Erza tertawa.
“Pede!
Aku bingung, kenapa kamu bisa bersepupu dengan Putra, sedangkan dia sendiri
setauku, bukan orang Jepang.”
Yuri
tertawa mendengar pertanyaannya. “You’re not only one asking me like that.
Assifa. Begini...” Yuri menarik napas dan melirik pacar sepupunya yang menatapnya
penuh ingin tau. Sungguh beruntung sepupunya yang satu ini. Lepas dari Jihan
yang luar biasa cantiknya, bahkan lebih cantik dari Anastasia, sepupunya yang
lain dan juga kakaknya Kathy, bisa mendapatkan wanita cantik dengan wajah Turki
yang khas. Yang berdiri di sampingnya sekarang. Bahkan pacarnya sendiri, Raisa
mungkin tak ada apa – apanya. “Oma punya 3 orang anak. Jeremy, Annalise, dan
Jennifer. Mamaku, Annalise, orang Jerman tulen dengan nama Palleazzo di
belakangnya, menikah dengan papahku yang orang Jepang dan membuat nama keluarga
kami berubah seketika menjadi Hino. Dan Jeremy, dia papah James, Anastasia, dan
Kathy. Sayang beliau sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Seandainya kamu
ketemu dia lebih awal, kamu akan tau betapa ramahnya beliau.” Suara Yuri yang
berubah sendu membuat Erza menjadi tak enak. “Sorry.”
“For
what?” Yuri menatapnya bingung. “Kamu tidak membunuh om kesayangan kami,
kan? jadi untuk apa minta maaf? Lagipula, James sudah cukup berhasil sebagai
anak om Jeremy untuk menuruti semua sifatnya. Begitu juga dengan Anastasia dan
Kathy, Karna kalau tidak, aku dan Putra
akan meragukannya sebagai keluarga Palleazzo.” Dia tersenyum jahil dan membuat
wajahnya lucu. “ Dan tante Jenny menikah dengan orang belanda yang kebetulan menuruni
darah Indonesia, Om Mario. Dan lahirlah pacarmu itu. sebenarnya, kata Oma,
Putra itu punya adik perempuan namanya Janetta Pradipta. Tapi ... sudah
meninggal karna tante Jenni yang waktu
itu sedang mengajak Janetta yang baru berumur 5 bulan itu jalan - jalan,
kecelakaan hebat bersama om Mario karna ban mobilnya tergelincir salju dan
terperosok di jurang. Membuat Janeta meninggal saat kejadian. Putra pasti
cerita, kan soal itu padamu?” Tanyanya dan Erza menggeleng. Dia tak tau soal
ini. Tak tau kalau Putra dulu mempunyai adik perempuan. Dan kenyataan ini
menohoknya.
Yuri
mendadak menyesal karna menceritakannya. “Well, Putra pasti lupa cerita
sama kamu soal Janet. Lagipula, tak ada kenangan yang bisa diingat dari seorang
Putra yang kehilangan adiknya saat bayi. Lagipula kecelakaan itu sudah sangat
lama. Saat Putra berumur 2 tahun. Namun, naluri kakaknya rupanya tak hilang.
Dia melampiaskannya pada Kathy. Bahkan protektif melebihi James dan Anastasia.”
“Pantas
saja dia sangat menyayangi Kathy. Dulu aku malah cemburu karna kedekatannya
itu.” Erza trtawa saat teringat betapa cemburunya dia dengan perhatian Putra
yang berlebih ke Kathy saat mereka SMA. Namun, saat Putra mengatakannya bahwa
mereka bersepupu, membuat wajahnya malu dan merutuk diri habis – habisan kenapa
bisa sebodoh ini.
Yuri
tertawa mendengar pengakuannya. Tentu saja dia tau hal itu karna walaupun
mereka saling berpencar, tapi hubungan tetap jalan terus. Kecuali Jihan. Cewek
itu seperti menghilang dari silsilah.
“Terus...
Jihan itu, anaknya siapa?”
“Kamu
penasaran sekali, yah dengannya?” Pertanyaan Yuri membuatnya terdiam. Dan dia
hanya mengangkat bahu. Membuat Yuri tertawa dan bisa merasakan aura perebutan
di sekitarnya.
“Dia
itu keluarga dari pihak Opa yang mempunyai saudari jauh seumuran dengan tante
Jenni, menikah dengan pria berkebangsaan Perancis yang juga blasteran Italia.
Dan Oma sangat menyayanginya. Saking sayangnya, nama panjangnya sendiri pun, Jihan
Palleazzo Vexia. Dengan konyolnya, Oma pernah bilang sama kami bahwa dia ingin
salah satu dari cucunya, aku, James, dan Putra, menikah dengan Jihan. Aku dan
Putra waktu itu masih SMP, sedangkan James waktu itu baru kuliah semester awal,
hanya nyengir kuda mendengar harapan konyol oma kami itu. siapa yang dulu tak
terpincut dengan pesona Jihan walau dia masih bau kencur?”
Erza
membenarkan dalam hati. Siapa yang tak terpesona dengan pesona Jihan, sepupu
jauh Putra yang sangat cantik itu? dia sebagai wanita pun mengakui
kesempurnaannya.
Yuri
tau apa yang di pikiran Erza yang tertunduk lesu di sampingnya itu. dia
mengelus pundaknya pelan dan tersenyum ketika dia mendongkakkan wajahnya. “Aku
tau apa di pikiranmu, Assifa. Tapi, Jihan itu masa lalu Putra. Mereka memang
pernah berpacaran selama 2.5 tahun sebelum Putra pindah ke Indonesia. Dan Jihan
memang cewek pertama yang sanggup membuat Putra bertekuk lutut dan berhenti plyaboy
untuk sementara waktu. tapi, kamu juga sanggup membuatnya tak bisa berbuat apa
– apa, kan? aku tau sepupuku seperti apa, Erza. Jika dia cinta sama seorang
cewek, dia akan menjaganya seperti menjaga dirinya sendiri. dan menurutku,
Putra sudah memilih kamu, berarti dia sudah bisa melupakan Jihan. Iya, kan?”
Tapi,
bagaimana kalau salah satu dari mereka tak bisa melupakan? Bagaimana kalau
kedatangannya hanya ingin merebut apa yang sudah hilang dari genggaman dan
mengambilnya kembali? dimana aku meletakkan hatiku setelah itu?
“Hei.”
Dia melihat wajah Erza terkulai lesu. Seperti tanaman tak disiram. “Bagaimana
kalau kita jalan – jalan? Kau ingin ketemu dengan Adelicia? Anaknya
James?” Tawaran Yuri membuatnya
tersenyum samar. Kenangan akan Putra yang mungkin berduaan dengan Jihan, lalu
mereka mengulang masa lalu yang indah dan mempunyai niat merajut ulang benang
yang putus mengganggunya. Kalau sampai terjadi, dimana dia membawa serpihan
hatinya yang hancur tanpa sisa? Tanpa bisa dilekatkan lagi? Berapa waktu yang
terbuang hanya untuk menyambung hatinya lagi?
Hal ini membuatnya ingin berteriak saking kesal dan sakitnya.
“Ayooo...”
Dia memutuskan untuk mengikuti ajakan Yuri kerumah James yang tak jauh dari
sini. Dia butuh tempat untuk menenangkan diri.
♥
♥
Jihan tertawa lepas ketika Putra melempar bola
salju ke wajahnya. dia merasa seperti dilempar ke masa lalu yang indah. Masa
lalu dimana dia dan Putra selalu melempar bola salju bersama, kemudian
berpelukan di tengah danau yang membeku sambil menikmati butiran salju lembut
yang mengenai wajahnya. kenangan itu membuatnya tersenyum manis tanpa sadar.
Dan Putra menyadari senyumnya itu. senyum yang membuat hatinya bergetar. Senyum
yang membuatnya ikut tersenyum kemudian menggodanya hingga pipi bewarna pucat
itu memerah malu.
Tapi
itu dulu. Sebelum dia bertemu Erza. Pusat dunianya sekarang dan membuatnya tak
bisa menoleh ke arah lain lagi. Termasuk ke arah Jihan yang asyik jongkok
sambil menggulung salju menjadi bola – bola kecil. Rambut hitamnya dan tatapan
biru sangat indah itu membuat ia serasa melihat jelmaan putri salju zaman
modern. Semua begitu pas dan cantik.
Sebuah
bola salju kecil sukses menepuk pipinya. Ia mengerjapkan mata dan melihat Jihan
tersenyum manis. Sangat manis hingga tanpa sadar ia ikut tersenyum. “Kamu usil
banget yah, Jihan.”
“Biarin.”
Jihan mendekati Putra yang masih saja tersenyum. Tatapan mata hijau toska itu
melembut dan terlihat sangat teduh. Membuat ia tanpa sadar semakin mendekat ke
arah cowok itu kemudian memeluknya erat. Menghirup segala aroma yang menempel
di tubuh bidang cowok yang ia cintai ini. memuaskan rasa rindunya yang
terkadang menyiksa hati.
“I
missing you soo badly, Putra.” Dia merasakan pelukan itu menegang dan
lengannya didorong lembut untuk menjauh. Membuat ia terdiam. berbagai penolakan
muncul dari dalam dirinya.
Tidak..
tidak..
“Jangan
dilepas! Biarin aku peluk kamu, Putra.” Dia memeluk cowok itu sekali lagi
dengan lebih erat. Seperti koala memeluk erat pohon dan tak ingin terlepas.
“
Sekali saja, Putra. let me hugging you as long as i want.”
♥ ♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar