Dia mengerang
dalam tidurnya ketika seseorang sedang menggelitiki telapak kakinya. Kakinya
menendang kemana – mana menyuruh berhenti, tapi tak jua berhenti. Malah semakin
menyiksa, dengan malas, Erza membuka mata dan melihat Putra, pelaku utama, sedang
duduk di sampingnya sambil menggelitiki kakinya.
“Gelii..”
Ucapnya serak sambil menggerakkan kakinya. Putra menoleh dan tersenyum.
“Pagii...
ayo bangun.”
Erza
duduk dengan mata setengah terbuka dan menatapnya dengan pikiran kosong.
“Ngapain kamu disini?”
“Bangunin
kamu dong. memangnya mau ngapain lagi? Ayooo bangun...” Dia bangkit dari
duduknya dan menarik tangan Erza, namun cewek itu malah menepiskan tangannya.
Putra
bingung bagaimana membuat Erza yang terlihat seperti mayat dihidupkan kembali
itu kembali ke dunia nyata seutuhnya. Dia duduk dan menatapnya. Tatapan mata
sayu khas orang bangun tidur bertemu dengan tatapan tajam dan kilatan jahil
terpancar di matanya. Tanpa perlawanan, Putra mendekat ke arah Erza yang hanya
menatapnya kosong dan menciumnya.
Usahanya
berhasil. Erza yang kaget dengan serangan mendadak langsung mendorong Putra yang semakin
bernafsu menciumnya. Namun cowok itu memegang kedua tangannya yang berada di
dadanya dan mendorong Erza pelan ke belakang hingga dia terlentang di tempat
tidur dengan dirinya yang berada di atas.
“Morning
kiss, beib.” Ucap Putra dengan nada menggoda sambil mengecup ujung
hidungnya dan tersenyum.
“Kenapa
gue baru sadar kalau pacar gue ganteng banget?”
Ketukan
pelan di pintu menyadarkan mereka berdua akan posisi masing – masing. Erza
mendorongnya agar menjauh dan dia bisa duduk. Putra menurut dan menjauh darinya
sambil mengulurkan tangan. Menyuruh Erza yang sekarang memegang bibirnya
sendiri dan mengusapnya seolah ingin menghapus ciuman pagi tadi. Membuatnya
terkekeh. “Kenapa ketawa?!” Tanyanya ketus melihat pacarnya hanya tertawa
melihat kekonyolannya. Siapa yang tak kaget ketika bangun tidur dengan tubuh
setengah sadar, dicium segitu nafsunya oleh pacar sendiri. Entah kenapa, dia
merasa salah memilih karna berpacaran dengan cowok mesum seperti dia yang
tersenyum di depannya sekarang.
“Lucu
aja.” Putra mengacak rambutnya dan menundukkan badannya ke arah Erza, bermaksud
hendak menciumnya, namun gagal karna mendengar pintu terbuka. “Ehm ..” Reno,
sepupu Erza berdehem di depan pintu sambil menatap Putra yang menoleh dan
tersenyum tanpa dosa.
“Masbro,
mending lo keluar dari kamar sepupu gue aja deh sekarang. Bukannya apa – apa,
ntar kalau dibiarin, gue takutnya dia keluar dari kamar perutnya udah buncit.”
Candaan menjurus itu membuat Putra semakin terbahak – bahak dan melirik Erza
yang sudah merona dari atas sampai bawah saking malunya.
“Lo
ngomong apaan sih kak!” Erza mengomel dan mendorong Putra dan Reno keluar
kamar, “Kalau kalian ada di sini, gue gak bisa ngapa – ngapain selain wajah
merona karna digoda habis – habisan! Jadi... please, respect me. Okay?”
“Okay,”
Jawab Putra dan Reno bersamaan lalu tertawa bersamaan. Kejadian setahun yang
lalu ketika Reno menghajar Putra tak membuat mereka bermusuhan. Malah semakin
dekat.
“Yaudah
keluar! Ngapain masih disini?” Erza berteriak geram karna kedua cowok ganteng
ini tak jua balik badan dan melangkahkan kaki keluar. Yang ada si Putra
berjalan mendekatinya dengan senyum miring andalannya.
“Duh...
galak banget sih sayang.” Putra menggodanya dan mengacak rambut panjangnya dan
tersenyum. Lalu menjauh ketika Erza menatapnya garang. Berusaha tak tersentuh
dengan perlakuan manisnya. “Yuk, kita keluar kak. Erza udah keluar “tanduk”
tuh.” Reno tertawa mendengarnya dan keluar kamar dengan Putra dan menutup
pintu.
Sepeninggal
mereka berdua, Erza hanya mendengus jengkel. “Siapa juga yang keluar tanduk?!
Dasar sinting!” Gerutunya sambil membereskan tempat tidur dan sesekali
tersenyum ketika teringat Putra menciumnya.
“Sudah..
sudah!” Erza menepuk pipinya sendiri sambil menggelengkan kepalanya. Berusaha mengusir
pemikirannya. Setelah selesai, dia pergi mandi.
♥ ♥
![]() |
Putra Eduardo Pradipta |
Putra
pulang kerumahnya setelah diusir Erza. Dia tersenyum karna dialah yang dilihat
gadis itu saat membuka matanya. Dan dia ingin selalu begitu.
“Kenapa
lo, kak?” Tanya Kathy ketika melihat Putra yang baru selesai mandi dan
berpakaian, tersenyum sambil memandang pekarangan belakang dengan tangan kanan
memegang roti.
“Gak
papa. Gue ngayal aja beberapa tahun ke depan akan bersama dia di negara lain.
Hmmm...”
Kathy
mendelik curiga, “Lo gak akan melakukan hal – hal gila kan, kak?”
Putra
tertawa. tau pertanyaan menjurus itu. “Tentu saja gak! tapi kalau Erza tak
menolak sih, gue ayo aja. Hahahaaa..”
Kathy
tertawa mendengarnya. Bisa dibayangkan bukan persetujuan yang didapatnya, tapi
dampratan yang diterima kakakknya ini. “Oh iya,nenek kemaren nelpon gue loh
nanya lo kapan kesana. Gue jawab aja gak tau. Katanya sudah gak sabar.
Hahahaaa..”
“Gue juga
gak sabar kenalinnya.” Putra tersenyum. Membayangkan ceweknya akan heboh ketika
melihat tradisi keluarganya yang aneh. “Mungkin dalam minggu – minggu ini.
Soalnya kami belum sibuk kuliah tuh. Jadi bisa santai...”
“Menginap?”
“Yap.
Udah diwanti – wanti malah untuk nginap.”
Percakapan
mereka terhenti ketika ponsel Putra berbunyi. Dia mengeluarkannya dari kantong
dan tersenyum ketika melihat nama yang tertera di layarnya. “Iya sayang...”
Kathy memperhatikan bagaimana Putra merespon jawaban Erza di telpon dan tatapan
matanya. Penuh cinta dan sayang yang meluap – luap. Erza memang cewek paling
beruntung di dunia karna dicintai setengah mati oleh sepupunya. Dan menerima
semua kekurangan dan kegilaannya, begitu pikirnya.
Lamunan
Kathy berhenti ketika Putra menutup telponnya dengan ucapan sayang dan
memasukkannya kembali ke saku celanannya. Lalu melirik jam di tangan dan
tersenyum. “Udah jam 10 pagi. Saatnya kita cabut nih.”
“Jemput
Erza kan?” Tanyanya ketika Putra mengambil 3 buah koper besar yang sudah
disiapkannya, berisi pakaian – pakaiannya, dan memasukkannya ke mobilnya.
“Gak. dia
sama mama papahnya dan kak Reno. Hmmm..”
“Ciieee..
ketemu calon menantu.” Goda Kathy membuat Putra tertawa.
“Biasa
aja tuh. Yuk...” Putra menarik Kathy untuk keluar rumah setelah pamitan dengan
pembantunya. Dan menjalankan mobilnya menuju bandara.
♥ ♥
Seorang
cewek keluar dengan anggun dari pintu kedatangan, wajahnya seperti mencari –
cari sesuatu, ketika melihat papan nama bertulisan namanya, dia tersenyum dan
menghampirinya, memberinya kecupan ringan di pipi kiri dan kanannya. “Hai,
James.”
“Hai
juga.” Balasnya sambil tersenyum. “Putra akan datang loh hari ini, dengan
pacarnya.” Lanjutnya. Membuat wanita itu
melepas kacamatanya, membuat matanya yang biru laut itu berpendar indah. Siap
mempesona siapa saja yang melihatnya. Wajahnya yang khas Jerman – Perancis -
Italia, dengan rambut hitam ikal terurai, kontras dengan kulitnya yang putih,
lesung di kedua pipinya dan bibir tipis semakin membuatnya seperti barbie.
Membelalak kaget. Lalu wajahnya seperti merenung.
“That’s
a long time no see him. I really missing it until now. Like a big hole in my
heart when i remembering him.”
James
yang membantu Jihan mengangkat kopernya, terdiam mendengar ucapannya. “Dia bawa
pacarnya loh dan sangat sayang dengannya, namanya Erza.”
“Erza,
yah?” Jihan mangut mendengarnya. Dia pernah mendengar nama itu ketika
berkunjung ke rumah Omanya dan menceritakan bagaimana cantiknya pacar Putra
sekarang. Membuatnya harus menekan perasaan cemburu dalam – dalam.
“Dan dia
datang untuk mengenalkannya?”
“Yap.
Seperti kamu mendadak kemari ketika mendengar Putra balik kesini. Ada apa?”
Jihan
menggeleng. Wajah lembutnya semakin cantik ketika tersenyum. “Gak papa, aku
Cuma mau ambil sesuatu kok disini. Ada yang ketinggalan.”
“Penting?”
“Sangat.”
Ucapnya yakin. Matanya menerawang penuh tekad.
“Dan
aku akan mengambilnya kembali meskipun, harus merebutnya sekuat tenaga.”
♥ ♥
Putra
kini berada di salah satu lounge mewah di Bandara Soekarno – Hatta
bersama Erza dan keluarganya. Mereka duduk berhadapan. Membuatnya teringat
ketika dia berada dalam situasi dijodohkan dan dibawa kerumah Erza. Dia
tersenyum ketika mengingat kejadian konyol itu dimana mereka diputuskan sepihak
oleh mamanya untuk tinggal serumah. Dan sampai saat ini dia tak menyesali
keputusan itu.
Mendadak
ponselnya bergetar tanda email masuk. Dia membuka dan membacanya.
By :
James_Palleazzo@yahoo.co.id
To
: Putra_Pradipta@yahoo.co.id
Subject
: At airport.
Jihan balik dari Amerika. Kangen sama lo kayaknya. Waw... entah kenapa, feeling gue berkata akan ada badai Katrina versi Jerman menerjang rumah nanti. Gue saranin lo bikin rumah anti badai deh. karna menurut perkiraan cuaca, akan deras banget dan berpotensi bikin roboh.“ Email tersebut entah kenapa membuat Putra terdiam. Jihan kembali. well, apa yang perlu dikhawatirkan dari sepupu jauhnya itu balik? Bukankah bagus karna keluarga mereka lengkap?
Jihan balik dari Amerika. Kangen sama lo kayaknya. Waw... entah kenapa, feeling gue berkata akan ada badai Katrina versi Jerman menerjang rumah nanti. Gue saranin lo bikin rumah anti badai deh. karna menurut perkiraan cuaca, akan deras banget dan berpotensi bikin roboh.“ Email tersebut entah kenapa membuat Putra terdiam. Jihan kembali. well, apa yang perlu dikhawatirkan dari sepupu jauhnya itu balik? Bukankah bagus karna keluarga mereka lengkap?
Putra
memutuskan membalas email James dengan penuh canda.
For :
Putra_Pradipta@yahoo.co.id.
To
: James_Palleazzo@yahoo.co.id
Subject
: soo what?
Gue
udah buat rumah anti badai Katrina sampai Tsunami, James. Jadi tenang saja. Gak
akan roboh kok. palingan retak doang. Thanks sudah kasih peringatan dini.
Mending lo amanin si Luhde aja deh. Bagaiman kabar Adelicia? Anak lo?”
Putra membaca lagi dan menekan tombol send. Adelicia Lenn Paleazzo, anak
James dan Luhde, wanita asli Bali, yang pertama dan berusia 10 tahun. Mungkin,
kalau dia menikah dengan Erza, Adel, gadis cantik itu akan menjadi tante yang
baik bagi anak –anaknya kelak.
“Kenapa?”
Kathy memperhatikan Putra dan cowok itu nyengir. “Gak papa. James ngirim gue
email kalau sepupu kita ada yang datang setelah 6 tahun berada di Amerika.”
“Siapa?”
“Jihan.”
Ucapan Putra membuat Kathy terdiam dan melirik Erza yang masih berbicara dengan
orang tuanya.
“well,”
Kathy mengangkat bahu. “Bagus deh. gue lama gak ketemu dia. Ntar sampaikan
salam gue sama dia yah.”
“Beres.”
Putra mengambil ponselnya lagi ketika ada email masuk. Dia mengira James
membalasnya. Jadi semangat untuk membukanya. Namun, perkiraannya salah.
By :
Jihan_PalleazzoVexia@rocketmail.co.id
To : Putra_Pradipta@yahoo.co.id
Subject : Hy..
Are you really going back home now? If your answer is yes, welcome to Palleazzo Family, Putra. I’ll be waiting you in home sweet home. Especially, With your beauty girlfriend.J
PS : Gak sabar lihat pacar kamu yang kata Oma, sangat cantik. Bahkan James dan Yuri, membahasnya sekarang. Mengabaikan pacar dan istri mereka. Memang konyol yah? :D
To : Putra_Pradipta@yahoo.co.id
Subject : Hy..
Are you really going back home now? If your answer is yes, welcome to Palleazzo Family, Putra. I’ll be waiting you in home sweet home. Especially, With your beauty girlfriend.J
PS : Gak sabar lihat pacar kamu yang kata Oma, sangat cantik. Bahkan James dan Yuri, membahasnya sekarang. Mengabaikan pacar dan istri mereka. Memang konyol yah? :D
Putra
terdiam membacanya dan tersenyum geli. Dia memutuskan untuk membalas untuk
sekedar basa – basi, namun suara announcer tanda pesawat penerbangan
mereka yang pertama, Malaysia, terdengar nyaring. membuatnya memasukkan ponsel
kembali ke kantong dan melirik Erza yang rupanya daritadi memperhatikannya
dengan tatapan ingin tahu.
“Sudah
siap?” Tanya Putra dan Erza mengangguk
“Well,”
Mario, Papah Erza, berdiri dan menyalaminya. “Jaga anak om baik – baik
yah.”
Meizsa,
mama Erza, wanita Turki yang cantik ini sedang berdiri di depannya, sahabat
mamanya, yang membuatnya bersyukur setiap hari karna melahirkan Erza dan
membuat perjanjian konyol saat SMA dengan mamanya yang berujung dia bisa
bersatu dengannya, “Jaga anak tante dan om yah. sekalian salam dengan tante Jennifer.”
Dan mencium kedua pipi Putra. Membuatnya dengan senang hati menyambutnya.
“Dengan
senang hati, Om, Tante.” Putra tersenyum dan melirik Reno, sepupu Erza, “Well,
jaga sepupu gue baik – baik yah. awas kalau lo buat dia nangis lagi. Gue
samperin lo ke Belanda sana.” Ancam Reno sambil memeluk dan menepuk
punggungnya. Putra nyengir dibuatnya.
“Gak. Gue
gak akan bikin dia nangis kok.” Putra menjawab sambil melirik Erza yang
menatapnya daritadi. Saking dekatnya, mereka bisa merasakan emosi satu sama
lain.
Kathy
memeluk keduanya dengan erat. “Gue bulan depan akan nyusul lo, kak Erza, kak
Putra. Tunggu aja. Sama Tasya juga pastinya. Dia kan udah wisuda dari UGM, jadi
mau lanjutin disana aja.” Jelasnya. Dan Erza terdiam. Entah kenapa, nama kampus
itu mengingatkannya pada Nanda. Setelah dia memutuskan dengan Putra, cowok itu
perlahan namun pasti, menghilang. dan dia ingin mencari sekedar untuk berteman,
tapi hatinya mengatakan tak usah. Takut kalau perbuatannya dianggap memberi
harapan.
Putra
sadar akan keterdiaman Erza. Dia sebenarnya ingin mengatakan soal Nanda
mengirim e-mail malam tadi. Namun, entah kenapa dia memilih lebih baik
nanti saja dia menceritakannya. “Yuk...” Putra merangkul Erza, menyadarkannya
dari lamunan. Membuatnya tersenyum dan menggenggam tangan yang mengantung di
pundaknya dan berjalan menuju pintu keberangkatan dengan tas ransel masing –
masing menempel di pundak seperti cangkang kura – kura. Sedangkan koper mereka
sudah masuk bagasi pesawat.
“Dadah...”
Mereka saling melambaikan tangan sebelum masuk dan keluarga Erza dan Kathy
membalasnya. Tersenyum melihat kemesraan mereka yang sangat menyejukkan.
Apalagi bagi mereka yang tau bagaimana susahnya pasangan ini bersatu.
♥ ♥
Nanda
terduduk di sudut taman kampusnya. Balasan e-mail Erza masih terbayang
di wajahnya. Dia merasa tolol kenapa mengirim pesan seperti itu padanya
sedangkan hubungan mereka sendiri renggang karna dia menjauh darinya perlahan –
lahan hingga hilang sama sekali.
“Bodoh...
bodoh!” Nanda merutuk dirinya sendiri sambil memukul pelan kepalanya dan
mendongkakkanya ke atas. Melihat langit biru cerah dengan gumpalan awan putih
yang menutup matahari agar tak bersinar garang.
“Erza...”
Dia mengucapkannya pelan sambil menutup mata. Merasakan bagaimana perasaannya
berdesir halus saat mengucap nama itu. Indah sesaat, namun menyakitkannya.
“Sampai
kapan gue bisa nerima kalau lo gak milih gue?”
♥ ♥
Putra
mengelus kepala Erza yang tertidur di sampingnya. Erza memang punya kebiasaan
meminum obat tidur setiap pergi dengan naik pesawat karna ketakutannya. Dia
pernah berkata lebih baik tidur dengan mimpi indah daripada memicingkan mata
namun membiarkan kepala cantiknya memutar adegan demi adegan kecelakaan tragis
tentang pesawat jatuh. Dia hanya tertawa mendengar alasan pacarnya itu. Sukses
membuat Erza manyun dan dia buru – buru merayunya agar senyum lagi.
Helaan
napasnya yang tenang, membuyarkan lamunannya. Dia melirik jam tangan yang
sekarang menunjukkan pukul 12.00 tepat. Sebentar lagi mereka akan sampai di
Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, setelah itu menunggu sekitar
lima jam untuk transit ke Belanda, dan pukul 17.00 mereka akan melakukan
perjalanan jauh selama 13 jam. Kalau semuanya tepat pada waktunya, mereka akan
tiba esok hari pukul 05.00 WIB, dan jam 09.00 malam di waktu Belanda. Mengingat
selisih waktu antara Indonesia – Belanda selama 5 jam lebih lambat. Sukses
membuat pacarnya memasang ekspresi bingung seketika karna pola tidurnya yang
terjadwal selama bertahun – tahun, akan berubah dalam hitungan jam dari
sekarang.
Putra
melirik Erza sekali lagi. Dia tersenyum membayangkan pacarnya mau, tak mau akan
kerepotan dan membutuhkannya. Mengingat itu, senyumnya mengembang.
“Gak
sabar liat kamu kerepotan besok.” Bisiknya lembut sambil mengecup kening Erza
yang pulas tertidur dan memegang tangan kanannya sambil mengambil koran dari
dalam tasnya beserta kacamata dan membacanya.
♥ ♥
“Sayang...
bangun,” Putra mengguncang tubuh Erza pelan ketika pesawat mendarat di Bandar
Udara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Erza yang rupanya tidur – tidur
ayam, membuka matanya dan melirik sekelilingnya. Dia melihat semua penumpang
mulai turun satu – persatu. Lalu melirik beberapa Pramugari berdiri di depan
pintu pesawat sambil mengucapkan terima kasih dan seorang Pramugara yang
daritadi meliriknya saat dia masuk ke dalam pesawat, tersenyum manis padanya.
Membuat Erza spontan membalasnya dengan tak kalah manis jua. Wajahnya yang enak
dipandang, aroma parfumnya yang lembut saat dia lewat di depannya tadi dan
langkahnya yang tegap membuatnya betah memandang lama – lama.
“Ehm...”
Deheman Putra cukup keras di telinga kanannya membuat Erza tersadar dari
lamunan. Dia baru ingat kalau sekarang Putra disampingnya, dan akan selalu
disampingnya entah sampai kapan. Ketika dia menoleh, tatapan pacarnya terlihat
menajam ke arah Pramugara yang diliriknya itu. Membuatnya nyengir.
“Ayooo..”
Erza berdiri dan memanggul ranselnya tanpa wajah dosa. Kadang, membuat Putra
cemburu adalah hobi yang asyik untuknya melihat cowok itu posesif. Namun
untungnya tak mengekang.
Putra
ikut berdiri dan tau – tau merangkul pinggangnya dengan erat dan posesif ketika
melewati Pramugara yang meliriknya tadi. Wajah cowok itu terlihat kecewa dengan
ulah Putra yang terang – terangan mengatakan “Dia pacar gue, Boy.” Begitu
juga dengan salah satu Pramugari yang menatapnya tanpa ekspresi dan tersenyum
sangat manis ketika Putra lewat di depannya dan membalas senyumnya. Erza sangat
yakin, pramugari itu akan menatap mereka sampai menginjak tanah dan masuk dalam
ruangan Bandar Udara.
“Kasian
loh mereka yang mendadak lesu liat kamu udah punya pacar.” Erza menggodanya
ketika mereka tiba di eskalator super panjang. Kiri kanan banyak boutiqe
baju – baju ternama.
Putra
memindahkan tangannya dari di pinggang menjadi merangkul pundaknya, dia menoleh
dan kaget tau – tau wajah Putra dekat dengannya dan mengecup pipinya. “Hmmm...
aku lebih kasian lagi lihat Pramugara itu memandang lesu kalau cewek cantik
yang dia lirik selama dua jam di pesawat, ternyata sudah punya pacar yang duduk
disampingnya. Kayaknya aku memang harus bikin “tanda” deh biar cowok – cowok
tau kalau kamu itu pacar aku,”
“Tanda?”
Erza melirik ganas ke arah Putra yang mulai senyum – senyum tak wajar di
depannya. “Maksudnya?”
“Adaa
deh..” Putra mengedipkan matanya dan tertawa melihatnya manyun. “Jalan yuk?
Kita disini selama 5 jam sebelum berangkat ke Belanda.”
“Serius?!”
Erza melongo dibuatnya. 5 jam di Bandara? rekor terlama yang pernah dibuatnya.
“Kan aku
dah bilang sama kamu kalau kita akan terlantar di Malaysia selama 5 jam sebelum
terbang ke Belanda yang memakan waktu 13 jam.”
“Terus
kalau kita jalan, koper – koper gimana nasibnya?” Erza berkata begitu sambil
berdiri di mesin tempat masing – masing koper berjejer menunggu diambil, namun
tak ada tanda – tanda kopernya ada. Membuat Erza panik.
“Koper kita mana, Put?”
“Koper kita mana, Put?”
“Udah
terbang ke Belanda, Za.”
“HAH?!”
Erza berteriak kaget dan tak peduli beberapa pasang mata melirik ke arah
mereka. Terutama beberapa wanita yang mencuri pandang terpesona ke arah Putra
yang kayaknya menikmati ekspresi keterkejutannya sekarang. “Serius kamu?!”
“Iyaa,
Erza. Aku sudah mengurusnya lama dan koper itu akan langsung diantar ke
apartemen kita masing – masing. Jadi kita Cuma bawa yang ada di belakang
punggung ini.” Putra menunjuk ransel Erza yang dia tau berisi baju – baju
hangat yang akan dikenakannya saat tiba di Belanda nanti, Paspor, Visa, dan
beberapa hal yang penting lainnya.
“Kenapa
kamu gak bilang sama aku?!!!” Erza berbisik dengan suara tajam. Terkadang,
Putra menjadi sangat bossy dan menyebalkan di matanya. Namun entah
kenapa juga, dia tak bisa berpaling.
“Kejutan
aja, sayang. Ayolah... jangan ngambek. Memangnya di koper kamu ada apa aja?”
“Gak ada
apa – apa sih. Cumaaa.. kamu memutuskan seenaknya itu yang aku gak suka. Jadi
merasa terima beres doang sedangkan kamu sibuk dengan semuanya.”
“Aku Cuma
gak mau ganggu kesibukan kamu tentang mengurus mundurnya keberangkatan kamu
karna aku. Jadi aku ikut mengurus semuanya biar kamu gak stres sendiri.”
Erza
menghela napas. Ucapan Putra memang ada benarnya juga dengan cara yang
mengejutkan. “Iya... aku mengerti kok. tapi lain kali, kamu bilang sama aku yah
apa yang kamu rencanain, jadi aku gak panik lagi kayak gini.”
“Iyaaa..
sayang.” Putra mendekatkan diri padanya, menarik Erza ke samping dan mencium
keningnya. “Jalan yuk?”
“Kemana? Aku gak pernah kesini sebelumnya.”
“Kemana? Aku gak pernah kesini sebelumnya.”
Putra
memikirkan kemana mereka akan menghabiskan waktu selama 5 jam disini sambil
berjalan mengelilingi Bandara yang lebih mirip Mall. Ketika kakinya terhenti di
lounge. Dia menoleh Erza yang rupanya sepikiran dengannya. “Bagaimana
kalau kita nunggu disini aja?”
“Boleh.
Tapi sebelum itu,” Erza menunjuk toko buku yang daritadi menarik hatinya. Dia
lebih suka menghabiskan waktu berjam – jam untuk membaca buku daripada
memainkan smartphone. Bikin baterai ponsel cepat habis. Begitu alasannya.
“Kita beli buku yuk? Takutnya buku yang di dalam tas ku ini gak cukup untuk 13
jam nanti di dalam pesawat. Aku gak mungkin menghabiskan waktu selama itu untuk
tidur kan?”
Putra
tersenyum mendengarnya. Mengingat bacaan dia juga hampir habis. “Ayo sayang.”
Dia merangkul Erza untuk masuk ke toko buku. Mengabaikan beberapa pasang mata
wanita meliriknya daritadi.
♥ ♥
![]() |
Erza Noor Assifa |
Sudah
hampir 3 jam dia berada di bandara.
setelah asyik memasuki toko buku dan membeli buku sebanyak yang diinginkan,
mereka berpisah karna Erza ingin berkeliling bandara. sedangkan Putra, lebih
memilih diam di toko buku, membaca buku – buku yang disukanya dan membelinya.
Kalau urusan buku, Putra lebih gila darinya. Hampir semua bacaan pasti
dilahapnya. Tanpa kecuali hingga kadang dia bertanya, dimakan apa pacarnya
waktu kecil ini hingga segitu cinta dengan buku setebal kamus. Mengingat cowok
– cowok sekarang lebih suka main game online daripada berlama – lama di
toko buku.
Lelah
keliling Bandara yang lebih mirip Mall, Erza masuk di cafe berbentuk
minimalis namun nyaman itu dan duduk di ujung setelah memesan minumannya. Dia
mengambil ponsel dan mengirim sms untuk Putra yang sekarang entah berada dimana
kalau dia ada di salah satu cafee dan menyebutkan lokasi duduknya.
Selesai, dia memasukkan ponsel dalam tas, mengambil buku yang dibelinya dan
merobek plastik yang membungkusnya, dan terhanyut dalam ceritanya
“Hai
sayang.” Putra duduk di depannya dan memanggil waiters yang sigap
menghampiri dan memberi senyuman termanis yang dia punya. Putra asyik membaca
buku menu yang diberikan padanya. “Gak pesan makan, Za?”
Erza
menutup buku setebal kamus, melepas kacamata hitamnya karna tempat dia duduk
sekarang sangat menyilaukan mata, dan menatap Putra, “Sekarang jam berapa?”
Erza melirik jam di tangannya dan menghitung. “Kalau disini jam 15.30 sore,
berarti di Belanda jam...” Dia mulai menghitung.
“Jam
11.30 siang.” Jawab Putra dengan cepat. Dan Erza mengangguk. “Udah jam makan
siang, yaudah aku pesan deh.” Erza mengambil buku menu dari tangan Putra dan
memesan makanannya.
“Kamu?”
Tanyanya dan Putra menggeleng. “Nanti aja.”
“Yaudah.”
Erza mengembalikan buku menu kepada waiters yang kecolongan melirik
pacarnya. Namun Erza tak peduli. Udah biasa.
“Sejak
kapan kamu cocokin jam Belanda dengan jam di Indonesia?” Tanya Putra ketika
mereka selesai memesan menu.
“Sekitar
dua minggu yang lalu aku mengubah semuanya. Dari jam tidur, sampai jam makan
dan sekarang, aku mengatur porsi makan untuk tidak mengkonsumsi yang berat –
berat agar tiba disana tidak kena jetlag. Sengaja sih kayak gitu supaya nanti tiba disana, tubuhku gak kaget
lagi menerima perubahan drastis itu. Palingan, aku belum bisa terima perubahan
musim aja.” Erza menjelaskan panjang lebar dan dia tersenyum mendengarnya.
“Iya
sih.” Putra menyahut dan mereka mulai membahas apa yang akan dilakukannya
disana nanti dan Putra menjelaskan semuanya. Sampai makan yang mereka pesan
tiba dan mereka berhenti untuk memakannya. Walau sesekali diselingi obrolan.
♥ ♥
![]() | |
Jihan Vexia. |
Jihan
tiba dirumah sekarang. Rumah neneknya yang asri, mempunyai lahan yang sangat
luas dan takkan pernah dia temukan di Manhattan, tempat dia tinggal sekarang
sebelum memutuskan kembali ke Jerman. Kembali ke rumah neneknya dan
bernostalgia tentang masa kecilnya. Seperti yang dilakukannya sekarang
Jihan
memandang foto – foto mereka semasa kecil dan menyusuri mereka satu - persatu
sambil tersenyum. Neneknya mempunyai hobi mengkoleksi semua foto cucunya,
James, sebagai cucu tertua yang sudah menikah dengan Luhde, wanita asli Bali
dan memberikannya buyut dan keponakan pertama baginya, Adelicia Lenn
Palleazzo, Yuri Hino, Cucu kedua neneknya
yang blasteran Jepang – Jerman karna kakak ibunya, Annalise menikah dengan
orang Jepang tulen. Dan Jihan bisa melihat bahwa sepupunya itu memang seperti
orang Jepang tulen namun tak melupakan khas Jerman yang cenderung mempunyai
rahang tegas dan tatapan mata yang tajam.
Gerakan
kakinya terhenti ketika melihat seorang bocah cilik, dengan mata hijaunya yang
terang, senyum jahil, sedang diapit tiga cewek yang tak kalah cantik. Dia
mengambil pigura itu dan tersenyum. Cewek sebelah kiri yang dirangkul cowok itu
adalah dirinya, dan yang merangkulnya sekarang itu adalah Putra, cowok yang
membuatnya rela meninggalkan semuanya di Manhattan dan memutuskan kembali
kesini, untuk mengambil apa yang dimilikinya dulu, dan sebelah kanannya adalah
Anastasia yang selisih umur dengannya hanya dua tahun dan yang terakhir adalah
Katherine. Cucu neneknya yang paling bungsu.
Lama
Jihan memandangi foto Putra yang masih kecil dan gigi ompong di depan itu.
Wajahnya terlihat merenung dan tersenyum. Semua memori indah yang dulu pernah
dia lakukan bersamanya, seolah keluar dan menyerangnya tanpa ampun. Membuat
hatinya sakit karna tak tahan menanggung semuanya.
Saking
asyiknya, tak sadar kalau neneknya yang masih sehat dan kuat berjalan tanpa
bantuan tongkat walau umurnya 78 tahun, menepuk pundaknya pelan hingga dia
terkesiap kaget dan tersenyum.
“Hello,
Grandma.” Sapanya dan neneknya tersenyum melihat foto yang dipegangnya
sekarang.
“Hai
juga, sayang. Oma sudah mencari kamu daritadi. Bagaimana kalau kamu bantu Oma
untuk menyalakan api unggun di perapian?” Omanya bertanya dalam bahasa Jerman
dan melirik foto Putra yang lain dan nyengir. “He is very handsome now,
isn’t it? I can’t wait to see a his girlfriend. She’s beautiful with a half
turkish – Indonesian in her face. I always dreamed, someday he will marry with
you, Jihan. Karna kamu masih berhubungan dengan kami walau jaraknya sangat
jauh. Aku pikir jika kalian menikah, akhirnya jarak keluarga kamu dengan Oma
itu bisa hilang.”
Jihan
tersenyum tanpa menjawab dan meletakkan foto itu dengan sangat hati – hati.
Seolah takut retak dan berjalan bersama Omanya sambil merangkul pundaknya.
seperti yang sering dia lakukan waktu masih kecil.
♥ ♥
Perjalanan
memakan waktu 13 jam membuat Erza memilih untuk tidur pulas dalam pesawat
setelah menegak obat tidur dosis kecil. Meninggalkan Putra yang sedari tadi
asyik membaca buku.
Putra
menutup bukunya dan membuka laptopnya sudah dipasang wifi dan membuka pesan emailnya. Entahlah, email
Jihan, sepupu yang sangat jauh jaraknya itu entah kenapa menghubunginya
kembali. padahal mereka sudah lost contact beberapa tahun yang lalu.
Sebelum dia memutuskan pergi ke Indonesia dan menemukan Erza.
Jihan_Vexia
: “ Hy, Pradipta’s boy. What are you doing now?” Sebuah pesan chat membuatnya
kaget. Dan memutuskan untuk membalasnya.
Putra_Pradipta
: “Hy too, Vexia’s girl. How about thinking of you? :D” Putra
memberi icon tertawa terbahak – bahak dan mengirim tombol send.
Entah kenapa, memanggil Jihan dengan nama belakang keluarganya itu seperti
mengingatkannya pada masa lalu waktu masih kecil. Mengingat keluarga Putra
adalah keluarga multibangsa.
Dan
balasan Jihan membuatnya tertawa lagi dan akhirnya mereka saling balas –
membalas. Saling bertanya kabar dan cerita tentang kesibukan mereka. Tanpa
mengungkit masa lalu yang pernah terjalin hampir separuh umurnya sebelum dia
bersama Erza. Dan chatting dengan Jihan membuatnya tak suntuk lagi
berada di dalam pesawat selama beberapa jam lagi sebelum mendarat ke Bandar
Udara Shippol, Belanda. Dan Putra sempat melihat jam di tangannya yang
menunjukkan pukul 06.00 pagi di Jakarta.
♥ ♥
Di
seberang sana, Jihan tersenyum manis di depan laptopnya. Dia membalas pesan
Putra dengan icon wajah tersipu. Seolah malu. padahal dalam hati dia
merasa sangat bahagia dan hangat
melingkupinya.
Balasan chat
Putra membuyarkan lamunannnya. Dengan wajah sumringah dia membalasnya.
Putra_Pradipta
: “How our Grandma, Jihan?”
Jihan
_Vexia : Yap. She’s alright and still walking and bicyling. Waw. Our grandma is
superwoman. Hahaha.. Where’s your girl?” Kalimat terakhir itu
membuat Jihan terdiam. Ragu antara ingin menghapusnya dan mengganti “How are
you now? Happy with her?” namun, merasa mustahil untuk diucapkan, dengan
berat hati dia membuang harapan itu jauh – jauh.
Putra_Pradipta
: She’s still sleeping beauty in my left – side. You know? I Really happy and thanks
for God everyday cause i meet her and fallin in love. Be the one for her is the
best gifted for me. Jihan. Hi, How about you? Do you have a boyfriend?” Balasan itu muncul. Dan jawabannya membuatnya
seperti tertusuk duri tak terlihat. Namun berdarah.
“No, I
haven’t. I just have a sweet memories when i was your first girlfriend before
you went in Indonesian and meet her. Unfortune, i still imagine that. Be your
girl when i was lonely in the night.” Ingin rasanya dia membalas seperti
itu. Namun tak ingin menghancurkan suasana yang sudah nyaman untuknya. Dengan
sangat terpaksa dia membuang jauh – jauh pemikiran itu.
Jihan_Vexia
: No. Be a single is the best things for me. Why you asking me like that? Do
you want to join be my boy again?”
Icon balasan
Putra yang tersipu – sipu membuatnya merasa seperti diberi harapan tinggi.
Namun harapan itu yang sempat melambung itu seolah jatuh keras ke Bumi dan
hancur berkeping – keping.
Putra_
Pradipta : sorry to say, Beauty, but i happy for what i have now. I love Erza
as i love myself. She’s like my half – heart which i find it. She’s my
soulmate.” Balasan Putra penuh pemujaan membuat Jihan menutup matanya. Dia
merasakan sakit luar biasa di dalam hatinya. Mencintai Putra sampai saat ini, dan
terpaksa putus karna jarak antara Jerman – Indonesia sangat jauh, namun
tetap saja dia selalu merasa, Putra adalah pasangan hatinya sampai saat ini.
Walau mereka tak pernah berhubungan lagi setelah perpisahan itu. Hatinya tak
pernah berpaling. Tapi, kabar Putra bahwa dia akan pulang ke Jerman dengan
membawa pacarnya, membuatnya mengambil keputusan paling nekat seumur hidup
untuk menyusul ke Jerman, meninggalkan kuliahnya nya di Harvard dan kariernya sebagai
model Internasional yang tengah menanjak untuk bertemu pasangan hatinya lagi,
dan merebutnya.
Putra_Pradipta:
Hy, Jihan, Where are you?” Balasan chat Putra membuyarkan
lamunannya. Tak terasa air matanya menetes ketika teringat masa – masa dia
masih berpacaran dengannya. Walau hanya sebentar saja. Tapi... he is my
first love.
Dia
memutuskan untuk membalasnya. Pesan terakhir sebelum melarikan diri ke tempat
tidur. Mengobati hatinya yang terluka.
Jihan_Vexia
: “sorry. But, i’d got a jetlag and must to sleep earlier before our dearest
grandma will scream me. :D see you, Putra.” Dia langsung menekan tombol send dan log-out
dari akunnya.
Jihan
berjalan lesu ke tempat tidurnya yang luas. Dia duduk di tepi dan membiarkan
air matanya membasahi pipinya. Hatinya terluka tanpa sadar.
Flashback
“Kamu
ingin bagaimana, Putra?” Tanyanya dengan suara berusaha tegar, tatapan mata
datar agar cowok di depannya, yang dicintainya sejak kecil, tak tau bahwa
hatinya hancur berkeping – keping. Dan serpihannya melukai dirinya.
Putra,
terdiam di depan rumah. Dia pamit pada Jihan, pacar pertama, cinta pertamanya,
sepupu jauhnya sendiri yang dipacarinya sejak kelas 2 SMP. Hari ini, dia ingin
memutuskan hubungan istimewa itu karna dia akan pergi mengikuti tugas papahnya
di Bandung, Indonesia dan bersekolah SMA di sana.
“Long
distance relationship?” Usulan cewek cantik di depannya ini entah kenapa
membuat Putra menggeleng. “Aku, gak yakin.”
“Jadi
kita ... Putus?” Jihan berani mendongkakkan wajahnya dan menatap dalam Putra.
Mencari setitik pembenaran bahwa cowok di depannya ini, tak menyukai keputusan
untuk berpisah dengannya.
“Iya,
Jihan. Aku gak sanggup kita berjauhan. Aku tak tau kamu bagaimana, dan begitu
pula aku. Maaf.” Putra menghela napas dan memasukkan tangan kirinya di saku
celana, seolah mengambil sesuatu, kemudian menarik lembut tangan Jihan dan
melingkarkan benda itu di pergelangan tangannya.
“Faith,
destiny.” Itulah tulisan di gelang yang melingkar pergelangan tangan Jihan
sekarang. Cewek itu menatapnya nanar. Dan memeluk Putra erat dengan air mata
yang membasahi pipinya deras.
“I’ll
promise, Putra. Waiting you come back and.. we’ll be together again. I swear
for the God, for the blue skies, i’ll never let you go.” Bisiknya dan cowok itu
tak menjawab. Namun dia yakin, walau tak terucap, namun dia sangat percaya
kalau Putra mengucapkan janjinya itu di dalam hatinya yang paling dalam.”
*Flashback
Off*
“Tell me her name i want to hear
who broke my faith in all these years
who’s there with you all night
when i’m here all alone
Remembering when i was your own.”
who broke my faith in all these years
who’s there with you all night
when i’m here all alone
Remembering when i was your own.”
*Lara Fabian
: Broken Vow.
♥ ♥
“Dingin...”
Erza mengerang dalam tidurnya dan membuka mata. Entah kenapa, suhu terasa
sangat dingin sekali. Menusuk tulang. Erza pun menoleh ke samping dan melihat
Putra tertidur sambil menggenggam tangannya erat. Entah kenapa membuatnya
tersenyum.
Erza
melepas genggaman tangannya dan berdiri lalu berjalan pelan untuk mengambil tas
ransel yang berisi pakaian musim dinginnya. Dia merasa cuaca dingin yang
dirasakannya sekarang karna mereka hampir tiba di Belanda.
Asyik –
asyiknya Erza memasang perlengkapannya, dia mendengar bunyi announcer
bahwa jam sekang adalah 10 malam dan sebentar lagi akan mendarat di Bandar
Udara Schipol, Belanda, yang berarti di Bandung sekitar jam 5 pagi. Dia
mendadak sulit menelan ludah. Jauh dari semuanya membuatnya ingin minta
dipulangkan saja.
Erza
bergegas kembali ke kursinya, memasang seat – belt, dan mengguncang
Putra pelan. “Sayang, bangun. Udah mau tiba tuh.” Ucapnya lembut sambil
berusaha membangunkannya. Usahanya sukses, Putra terbangun dan mengucek – ucek
matanya.
“Sudah
tiba?” Tanya Putra dalam kondisi sadar sepenuhnya. Dan Erza mengangguk.
“Finally.”
Putra tersenyum dan menatap Erza lalu mengecup bibirnya. “Let me say, Welcome
to Netherlands and Pradipta’s also Palleazzo family, my dear.” Ucapnya
pelan ketika dirasakan pesawat mulai menginjak tanah di landasan Pacu Bandar
Udara Internasional, Schipol, Belanda.
♥ ♥
Putra dan
Erza akhirnya keluar dari Bandara sambil membawa ransel karna koper – koper
mereka sudah berada di Apartemen masing – masing. Entah dengan cara apa Putra
mengurusnya hingga jadi seperti ini.
“Bagaimana?”
Tanya Putra ketika melihat Erza bejalan di belakangnya sambil melipat kedua
tangan di dadanya.
“Dingin...”
Dia tak bohong. Suhu minus 10 derajat di musim dingin membuatnya seperti
dimasukkan secara paksa dalam freezer berukuran jumbo. Seumur hidup
berurusan dengan dua musim, membuat tubuhnya kaget ketika disuruh berhadapan
dengan musim dingin yang menggigit tulang. Bahkan sweater 3 lapis super
tebal masih bisa menembus kulitnya.
Putra
langsung menarik Erza ke pelukannya sambil menuntunnya berjalan ke arah depan
tempat beberapa taksi sering ada untuk mengantar pendatang ke tempat tujuan.
Dan ketika melihat taksi menganggur, Putra langsung memanggilnya dan berbicara
dengan bahasa Belanda yang sangat fasih, membuat supir taksi itu segan untuk
menipu dan mempersilahkannya masuk.
“Are
you oke, Mam?” Tanya supir itu dengan bahasa inggris terbata. Dia berbicara
begitu karna mendengar Erza berdiskusi dengan cowok disampingnya, menggunakan
bahasa Inggris.
Erza
menoleh ke arah supir itu dan tersenyum. “I’m Okay, sir. Thanks.”
Supir
taksi itu mengangguk dan membukakan Erza pintu untuk masuk, disusul Putra masuk
ke dalam lalu menutup pintu taksi dan
memeluk Erza seerat mungkin agar dia tak kedinginan sepanjang perjalanan menuju
apartemen yang jaraknya lumayan jauh. Sambil berbicara pada supir taksi tentang
perkembangan kota kelahiran papahnya ini.
♥ ♥
Erza
terbangun di sebuah kamar yang sangat asing baginya. Dia membuka mata dan
melihat di sekelilingnya. Kamar nuansa putih dengan bunga indah di meja
belajarnya yang diletakkan dalam vas kaca, koper bersusun di depan lemarinya,
ransel yang tergeletak di atas kursi. Merasa masih asing, dia duduk tegak di
atas tempat tidur. Berusaha menyusun memori malam tadi.
Seingatnya,
setelah mereka naik taksi menuju apartemen dimana mereka tinggal, dia tertidur
di pelukan Putra yang hangat dan dia merasa juga, cowok itu menggendongnya
seperti dulu ke kamarnya dan menidurkannya lembur di atas kasur, mencium
keningnya lama, lalu pergi entah kemana.
Suara bel
di depan pintu membuyarkan lamunan. Dengan malas dan kedinginan, dia bangkit
dari tempat tidur dan membuka pintu.
“Hai
sayang. Gimana tidurnya?” Putra masuk kedalam sambil melihat Erza yang baru
bangun dan berjalan sempoyongan ke dapur.
Dia tersenyum geli mengingat sepanjang jalan menggendong cewek itu masuk
kamar, dia mendengar Erza mengigau dan memanggil namanya berkali – kali.
hatinya hangat seketika.
“Aku
seperti beruang yang kerjanya tidur mulu sepanjang musim dingin.” Keluh Erza
yang sekarang membawa dua gelas cangkir berisi coklat panas dan menyodorkan ke
Putra untuk diminumnya.
“wajar
kali sayang. Hari pertama akan begitu. Nanti akan terbiasa kok. bagaimana,
kalau kita jalan sekarang?”
Erza yang
asyik menyesap coklat panasnya, menatap Putra yang asyik memperhatikannya dan
dia meletakkan gelas di depannya. “Kemana?”
“Ke
tempat nenek aku di jerman. Tenang... dekat aja kok. sekitar 45 menit kalau
kita naik kereta api atau mobil. Bagaimana?”
Erza
mendadak susah menelan ludah. “Tapi aku belum mandi, sayang.”
“Gak papa
kok.” Jawab Putra enteng. Membuat Erza kaget. “Musim dingin memang wajar kalau
mandi 2 hari sekali mengingat udara dinginnya
menggigit. Tapi, kalau kamu merasa gak enak, mandi aja. Aku tunggu di
lobby.”
“Apa aja
yang aku bawa saat kita berangkat nanti? Gak nginap kan?”
Putra
tersenyum jahil dan menatap Erza dengan tatapan goda. “Apa aja yang menurut
kamu penting, sayang. Nenek ingin kita menginap disana. Gak tau juga kenapa.”
“Nginap?!”
Erza melotot sekarang. Berita pertama di hari pertama dia berada di Belanda
membuatnya shock berat.
“Iya.
Beliau ingin kita menginap. Itu aja kok.”
“Ampun
deh...” Erza menepuk keningnya sendiri dan menatap Putra. “Iyaa... iya... aku
akan menyiapkan semuanya untuk kita di Jerman nanti, dan kamu, aku mohon
silahkan keluar. Karna aku ingin siap – siap.” Dia berdiri dan Putra mengikuti
langkahnya yang menuju pintu. Senyum tak hilang dari wajahnya.
“Kenapa
senyum – senyum?! Ada yang kamu sembunyiin dari aku yah dibalik kita menginap
di Jerman?” Tuntut Erza ketika senyum pacarnya semakin lebar.
“Gak ada
kok. udah... kamu dandan yang cantik yah, sayang. Aku akan siap – siap dan
menunggumu di lobby.” Putra mengecup keningnya sayang dan berjalan keluar kamar
Erza.
Setelah
mengusir pacarnya keluar. Erza langsung berlari masuk kamar, menyiapkan
semuanya sedetail – detailnya dan bergegas mandi dengan air hangat.
♥ ♥
“Jihan...”
Panggil James sambil membawa ponselnya ketika melihat Jihan, asyik melukis di
danau belakang rumah neneknya. Tempat favorit sepupu jauhnya yang satu itu.
Jihan
menoleh ke arah James, sepupunya yang selisih 8 tahun darinya dan Putra, sudah
menikah dan punya anak. Dia menghentikan kegiatan menulisnya. “Kenapa?”
“Gak
papa. Nenek manggil kamu aja untuk membantu dia masak. Kan Putra sudah datang
malam tadi dan sekarang menuju kesini.”
Jihan
hanya mengangguk dan tersenyum padanya, “I’ll be coming. James.”
James
tersenyum dan tau – tau memeluk sepupunya erat, “Aku tunggu, Vexia’s girl.”
James memanggil nama kecilnya dan Jihan tersenyum mendengarnya.
“just
waiting me, Palleazo’s oldest boy.”
James
tersenyum dan melepas pelukannya. “Aku masuk dulu yah. jangan lama – lama
disini. Nanti kamu mati beku.”
“Iyaa...”
Balasnya dan tersenyum ketika James mengacak rambutnya sebelum pergi
meninggalkannya sendiri.
Lamunannya
buyar ketika ponsel tanda email masuk. Dia membuka dan tersenyum ketika
tau siapa yang mengirimya.
By : Putra_Pradipta@yahoo.co.id
To : Jihan_PalleazzoVexia@rocketmail.com
To : Jihan_PalleazzoVexia@rocketmail.com
Subject
: ...
“
I’m coming.”
♥ ♥
Erza
terdiam di depan rumah nenek Putra yang berada di daerah pedesaan yang sangat
luas. Dengan lahan yang sangat luas mengelilingi rumahnya yang kecil berbentuk
rumah tempo dulu, kandang hewan yang letaknya cukup jauh, lapangan pacuan kuda
yang tertutup salju, membuatnya terpesona dan bersyukur tak sia – sia
menghabiskan wkatu 45 menit ke Jerman dengan naik mobil yang dibeli orang
tuanya.
“Yuk,
masuk. Nanti kamu lama – lama kedinginan.” Putra merangkulnya dan membawanya ke
rumah neneknya, mengetuk pintu dan membiarkan pintu dibukakan oleh seorang
wanita tua yang langsung memeluk pacarnya erat.
“Astaga!
Putra! Oma kira kamu gak akan datang.” bisiknya di pelukan Putra lalu
melepasnya dan tatapan mata tajamnya beralih ke Erza tanpa kedip. Seolah
menginterogasi.
“Dia
pacar kamu? Cantik...” Puji omanya dan memeluk Erza sekedar basa – basi. “Ayoo
masuk ke dalam.”
Putra
langsung merangkul Erza untuk masuk ke dalam rumah. Dan kedatangan mereka langsung
disambut meriah.
“She
is your girl?” Yuri bertanya pada Putra dan cowok itu tersenyum lebar.
Membuatnya tertawa geli dan mengulurkan tangan ke Erza. Mengajak kenalan. “Hy,
my name is Yuri Hino. Half japanese – germany if you wanna know. You know what?
My girl is from indonesian too.”
Erza
tersenyum dan membalas uluran Yuri, sepupu Putra yang lain dan mereka mengobrol
panjang lebar. Menghilangkan kekakuan.
Asyik
mengobrol, Erza tak sadar dengan kedatangan seorang gadis luar biasa cantiknya.
Perpaduan wajah Perancis – Italia – Jerman membuatnya terlihat menarik untuk
dipandang lama. Tatapan tajam matanya yang berwarna biru laut, terlihat seperti
berlian bernilai mahal, rambutnya yang hitam lurus, tubuh tinggi semampai,
bahkan lebih tinggi darinya dan senyumnya yang cantik dan suaranya yang lembut
ketika menyapanya. Sanggup membuat Erza terdiam dan iri dalam hati akan
kesempurnaan di tubuh gadis itu.
Yuri yang
sadar akan kedatangannya. tersenyum. “Erza. Dia sepupu jauh kami, Jihan Vexia.
Dia kuliah di Harvard jurusan Hubungan Internasional dan entah kenapa mendadak
muncul tanpa diundang.” Candanya membuat Jihan tertawa. bahkan tawanya pun
terlihat anggun di matanya.
Jihan
menatap Erza. Lalu tersenyum. “Jihan Vexia. Nice to meet you.”
“Erza
Assifa. Nice to meet you too, Jihan.”
Merasa
tak pantas untuk berada disini, Yuri merasa tau diri untuk meninggalkan kedua
gadis itu. “Aku pergi dulu yah. mau menyusul Putra dan James yang berada di
perapian. Sedang main catur. Erza, Jihan, susul saja kalau ingin.”
Erza
tersenyum dan Jihan hanya menatap kepergian Yuri. Tatapan matanya lalu beralih
ke Erza. Entah kenapa, hatinya diselimuti cemburu.
“Oma tadi
menyuruh aku untuk mengantar kamu ke kamar. Bisakah kita pergi sekarang sebelum
dia meneriaki kita berdua?” Jihan tertawa geli mendengar candaannya sendiri dan
ekspresi Erza yang agak kaget.
“Tentu
saja. Ayooo...”
♥ ♥
Erza
berada di kamarnya sekarang bersama Jihan di lantai dua. Banyak yang ingin dia
tanyakan pada gadis cantik seperti barbie itu yang sekarang asyik
berdiri di tepi jendela sambil menatap salju yang turun berguguran.
“Sejak
kapan kamu berada di Amerika? Tadi Yuri sempat cerita sebelum kamu datang.”
“6 tahun
aku berada di Amerika, SMA dan kuliah di sana. Dan kamu, sejak kapan berpacaran
dengan Putra? Kalian kenal dimana?”
“Aku?”
Erza terdiam mengingatnya. Senyum terukir di wajahnya. Membuat Jihan entah
kenapa merasa sakit. “Dia kakak kelas aku waktu SMA. Saling jatuh cinta ketika
kami dijodohkan mama kami masing – masing karna perjanjian konyol. Dan baru
setahun pacaran.”
“Dia
kakak kelas kamu waktu SMA? Berarti.. waktu kamu masuk, dia sudah naksir?”
Erza
mengangkat bahunya. “Mungkin. Kata dia begitu. Kenapa?”
Jihan
merasa sakit semakin menderanya. “Apakah Putra pernah menceritakan tentangku
padamu?”
Erza
bingung. Kenapa suasana mendadak serius begini? “Gak pernah. Kenapa?”
“Bagaimana
rasanya berpacaran dengannya?”
“Maksudnya?”
“Aku ...”
Dia menikmati ketegangan yang sangat tampak di wajah Erza. “Mantan pacar
pertamanya. Dan kami putus karna dia pindah ke Indonesia. Gelang ini...” Dia
menujukkan gelang putih yang melingkar di tangannya. “Pemberiannya sebelum dia
pergi dan bertemu denganmu. Erza.”
Erza shock
dibuatnya. Entah kenapa, dia merasa gelang itu berhubungan dengan kedatangan
Jihan kesini. Ke Jerman mengingat kata Yuri bahwa dia tau – tau datang ketika
mendengar Putra pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar