Minggu, 10 November 2013

Cerpen - Perahu Kertas



“Sayang...” Putra sengaja datang pagi – pagi, rela bangun sejam lebih awal dari biasanya hanya untuk membangunkan bidadarinya, Erza Noor Assifa dari tidur cantiknya. Dia duduk di sampingnya sambil mengelus dahinya pelan dan mengecupnya. Sungguh, dia sangat mencintai wanita yang sedang tertidur lelap ini.
            Erza mengerang dalam tidurnya. Elusan lembut itu perlahan membangunkan saraf – saraf sekujur tubuhnya dan perlahan, dia membuka mata, terkejut dengan seseorang yang sangat dicintainya setelah tiga tahun dibencinya, Putra, ada di sampingnya, mengelus rambutnya dengan tatapan mata teduhnya.
            “Pagi...”
           
Pagi juga...” Erza menjawab dengan suara serak khas bangun dan tersenyum. “Sudah lama disini?”

            “Gak kok. aku malah buru – buru datangnya.” Penjelasan Putra membuatnya bingung. Buru – buru karna apa?
            Seolah tau, dia tersenyum. “Aku takut ketika aku datang, kamu sudah bangun dan membukakan pintu rumah untukku. Padahal kan, aku pengen ketika kamu membuka mata dari tidur cantikmu itu, akulah yang kamu liat. bukan pintu kamarmu. Aku lebih milih dibukakan Mpok Ijah pintu rumah, tapi akulah yang kamu lihat ketika kamu bangun tidur dan membuka mata.” Penjelasan Putra yang super romantis itu membuat wajah Erza memerah seketika. Dia malu.

            Putra tertawa melihat wajah pacarnya yang semakin memerah dan tersenyum sambil mengacak rambutnya. “Jalan yuk? Aku ingin seharian sama kamu. Gimana?”
            “Kemana? Aku belum siap – siap nih. Kamu dadakan sih.”
            Putra tersenyum misterius. Dia suka bagian ini. Bagian dimana semua ide romantisnya yang dirancang semalam akan segera terwujud dan membuat pacarnya kelabakan untuk mengikuti awalnya, tapi tak bisa berkata apa – apa ketika melihat akhirnya. Dan tatapan pacarnya yang penuh kebahagiaan meluap – luap dan tulus itulah imbalannya.
            “Ada deh. ayoo.. aku tunggu di ruang tamu yah.” Dia mengecup kening Erza dnegan lembut, berdiri dari duduknya, dan berjalan menuju pintu kamar. Sebelum menutup pintu, dia tersenyum ke arah Erza.”Sayang...”

            Seolah sadar, Erza tergeragap dan bangkit dari tidurnya, “Iyaa... udah keluar sana!” Erza mengusir Putra seperti mengusir ayam. Membuat Putra tertawa dan menutup pintunya pelan.
           
            Tingkah Putra membuatnya bingung. Merasa ada yang janggal. “Tumben dia gak cium gue. Biasanya nyos...” sedetik kemudian, dia terdiam. Wajahnya memanas seketika ketika ucapan tak tau malu itu keluar dari mulut tipisnya. “Gue ngomong apaan sih?! Ngaco! Udah ah!” Dengan wajah masih memerah, dia bergegas membereskan tempat tidurnya dan mandi.

♥ ♥


            “Sudah siap?” Tanya Putra ketika 15 menit menunggu, Erza keluar dari kamarnya dengan mengenakan baju kaos tanpa lengan dengan bahan lembut bewarna putih, celana hot pants dengan warna jeans, sepatu kets, tas ransel kecil, rambut digulung asal ke atas. Membuatnya terlihat semakin cantik.
            “Kita gak ke mall kan? soalnya kalau iya, mall gak buka jam 8 pagi, Putra.”
            Putra tertawa mendengarnya. “Gak kok. ini lebih manis daripada di mall. Pokoknya, aku yakin setelah kamu lihat ini, kamu gak akan suka lagi dengan mall.”
            “Lebay deh,” Erza menepuk pundaknya pelan dan Putra mengelus pundak yang dipukul itu dengan cengiran. “Lebay sama pacar sendiri gak dosa, kan? yuk.” Dia mengedipkan matanya dan menarik tangan Erza keluar dari rumah.

            Mpok Ijah tersenyum melihat kemesraan mereka itu dan melambaikan tangan ketika Putra ijin pamit untuk membawa majikannya tercinta untuk jalan – jalan.

♥ ♥

          “Bandara?” Erza kaget karna tau – tau mereka tiba di Bandara. rupanya, 4 jam perjalanan ternyata membawa mereka kesini.
            “Emang ada keluarga kamu yah yang datang?”
            Gelengan Putra membingungkannya. “Terus, siapa dong yang kita temuin kesini?”
            “Kamu bawa apa aja?” Putra mengabaikan pertanyaan Erza dan melirik tas ransel yang dibelakang pacarnya itu.
            “Cuma dompet, ponsel, beberapa buku sama tab. Kenapa?”
            “Gak papa. Yuk... turun.” Putra sukses memarkir mobilnya dan turun dari mobilnya. Diikuti Erza yang masih sangat kebingungan.
            “Ayooo... sayang.” Dia menarik tangan Erza yang masih kebingungan kenapa berada disini. Seingatnya, Reno, kakak sepupunya belum datang dari Lombok untuk liburan bersama tunangannya, Eva, Kathy, seingatnya baru datang seminggu lagi dari Jogja, dan dia yakin kedua orang tuanya bukan alasan Putra untuk membawanya kesini.

            Langkah mereka terhenti ketika Putra melepas rangkulannya, matanya sibuk melihat jadwal penerbangan sambil mengambil sesuatu dalam tas selempangnya dan mengeluarkan dua buah tiket dan mencocokkan kodenya. Senyumnya semakin mengembang dan melirik pacarnya yang bingung dengan tingkahnya..
            “Nih.” Putra memberikan selembar tiket pesawat kepada Erza yang melongo dengan apa yang dilihatnya. Tak percaya.

            “KITA PERGI KE BALI?! BERDUA?! TANPA BILANG SAMA AKU?!” Teriakan Erza yang super shock itu dijawab anggukan semangat oleh Putra.

            “Mission, completed.” Ucapnya puas dalam hati.

♥ ♥

          “Kamu gila!” Sudah berulang kali Erza mengucapkannya itu. Dan ini ribuan kalinya ucapan itu terdengar ketika mereka duduk di dalam pesawat dan Putra, membalas ucapan itu dengan senyum lebar sambil membantunya memasang seatbelt.
            “Aku mengharapkan ucapan terima kasih, sayang. Bukan ucapan kamu bilang aku gak waras.”
            “Kamu!” Erza menatapnya tajam. Dari semua ide romantis gila yang pernah didapatnya selama setahun, ini adalah yang paling gila. “Ke Bali tanpa memberitahuku?! Aku bahkan tak bawa koper untuk membawa semuanya, Putra Eduardo Pradipta!” Erza mengucapkannya dengan suara sangat tajam. Matanya berubah sinis.
            “Pakaian kita bisa beli disana. Lagipula, besok pulang kok. kita Cuma sehari saja disana. Gak akan lama –lama.” Putra meresponnya santai dan melirik geli ke arahnya.
           
            “Aku gak ngerti apa yang ada di kepala tampanmu ini, Putra.”
            “Dan aku juga gak ngerti kenapa di kepala tampanku ini hanya ada sejuta ide untuk membuatmu selalu tersenyum, Erza. Nikmat saja perjalanan kita. Lagipula, bukankah ini yang kamu inginkan? Ke Bali?”

            “Tapi bukan dadakan!”
            “Yang penting kan romantis.” Putra mengedipkan matanya sambil mengcak rambut Erza.
            “Mungkin...” Erza merasa pening sekarang. Pening karna berada di dalam pesawat yang membuatnya entah kenapa anti sendiri, pening karna ide Putra yang diluar nalarnya. “Aku harus tidur.”
            Well,”  Dia tersenyum sambil menyodorkan obat tidur dosis rendah ke arah Erza beserta gelas berisi air yang baru diambilnya dari pramugari. Dan pacarnya itu menyambutnya dengan senang hati. “Selamat tidur sayang.” Dia mengecup keningnya ketika Erza tidur dengan kepala bersandar di pundak kirinya dan tangannya, memeluk pinggangnya seolah dia adalah guling. Putra mengelus tangan itu dengan lembut dan mengecup jarinya dan kelopak matanya yang tertutup.

            “Aku mencintaimu, Erza.”

♥ ♥

          Dua jam perjalanan antara Jakarta – Bali, akhirnya pesawat mendarat mulus di Bandara Ngurah Rai, Bali walau sempat terguncang pelan karna pesawat memasuki awan hitam yang selalu berputar di atas Bandara. membuat Erza sempat terbangun dan langsung mengetatkan pelukannya ketika Putra ikut tertidur karna kelelahan akibat menyiapkan perjalanan kilatnya secara dadakan.
            “Putra...” Erza terbangun dengan wajah cemas ketika pesawat terguncang pelan. Dia benar – benar ketakutan. Kecelakaan pesawat yang hampir menimpanya saat masih berumur 6 tahun itu masih terbayang di kepalanya. Memorinya langsung bermunculan ketika pesawat yang ditumpanginya menjatuhkan semua koper – koper yang tersimpan di bagasi, jerit ketakutan dan tangisan serta awan hitam yang menyelimuti pesawat mereka, dan doa – doa dari berbagai macam agama terdengar syahdu di dalam pesawat, meminta pertolongan pada sang Khalik agar mereka selamat.

            Putra merasa pelukan di pinggangnya semakin erat, dia terbangun dan kaget tau – tau baju kaos yang dikenakannya basah dan cewek yang memeluknya itu menutupi wajahnya di dadanya. Erza menangis.
            “Syut... sayang. Gak akan terjadi apa – apa. Ini Cuma guncangan biasa.” Putra langsung mengelus puncak kepala Erza untuk menenangkan pacarnya dari ketakutannya ini.
            “Takut...”
            “Aku ada disini kok, sayang.” Putra semakin erat memeluk Erza ketika pesawat terguncang keras ketika dia merasakan roda – roda pesawat itu menyentuh tanah. Membuat Erza terlonjak.
            “Pesawatnya kenapa? Gak ada yang jatuh kan? bagasi aman, kan?” Pertanyaan beruntun keluar dari bibir tipis Erza yang gemetar itu. Membuat Putra iba.
            “Gak ada yang jatuh, sayang. Malah pesawatnya sudah mendarat dengan selamat tuh.” Putra melihat pramugari cantik yang sedari tadi meliriknya itu berdiri di depan pintu keluar. Tanda pesawat sudah mendarat dengan sangat tak mulus.
            Terasa helaan napas lega keluar dari pelukannya. “Akhirnya...” Dia melepaskan diri dari pelukan Putra sambil mengusap air mata yang meninggalkan jejak lurus di pipinya seperti jalan tol. Dan Putra menghapusnya dengan gerakan tangan yang lembut. “Gak terjadi apa – apa, kan? Yuk.” Dia berdiri dari duduknya untuk membuka bagasi dan mengambilkan tas ransel Erza serta tasnya. Lalu mengulurkan tangan untuk berjalan beriringan keluar dari pesawat.


♥ ♥

            “Aku ngerasa janggal banget keluar dari bandara tanpa menarik apapun.” Erza melirik beberapa pengunjung asing yang membawa koper dan menariknya keluar. Tak seperti mereka berdua. Hanya tas ransel khusus hang – out yang dibawanya. Dan dia melirik Putra yang hanya mengenakan baju kaos bewarna coklat, celana selutut bewarna senada, sepatu kets dan tas selempang seperti cowok – cowok kebanyakan yang sibuk menelpon seseorang sambil mencari – cari di setiap sudut tempat orang – orang menjemput.
            Putra selesai menelpon dan melirik pacarnya dengan senyum menggoda. “Ini akan jadi pengalaman paling romantis, sayang. Yakin deh, seharian sama aku, bikin kamu sayang banget sama aku.”
            “Pede! Toh, kalaupun nanti suatu saat kita putus, aku akan menemukan seseorang yang lebih, lebih baik lagi.”
            “Oh yah? siapa?” Putra menatapnya tajam. Siap – siap untuk segala hal tak memungkinkan.
            Erza tertawa pelan melihat ekspresi pacarnya yang mulai menegang. Ini adalah hobinya sekarang. “Kamu. Karna, setiap kita putus, kita selalu kembali, kan?”

            Wajahnya langsung rileks seketika. Senang mendengarnya. Sempat dia was – was kalau Erza akan menyebut nama Nanda atau nama cowok lain yang tak dikenalnya, namun diam – diam mencuri hati wanitanya ini. “Iya, sayang. Aku gak akan pernah tahan pisah sama kamu lama – lama. Makanya kita selalu kembali.” Dia menjawab tulus dan wajah Erza memerah seketika.

            Putra menuntun Erza berjalan keluar dan menemukan sebuah papan nama yang bertuliskan Mr. And Mrs. Pradipta dengan huruf besar – besar. Membuatnya nyengir sambil meliriK Erza yang melotot melihatnya.
            Mrs. Pradipta, heh?”
            Putra tersenyum dan  tanpa menjawab nada sindiran Erza, dia menariknya untuk menghampiri si penulis papan nama itu.
            Hello, Brotha.” Putra memeluk Rico yang membalas pelukannya dan melirik Erza. “Apa yang lo bawa, Put? Koper mana?”
            “Gue Cuma bawa apa yang di diri kami doang. Hahahaaahaa...” Putra tertawa lepas ketika sahabatnya itu sibuk melirik mereka dari bawah kaki hingga ujung rambut dan penampilannya. Benar – benar seperti orang tak bepergian.
            “Dan lo, Erza, juga gak bawa apa – apa selain tas ransel kecil itu?” Rico meliriknya yang hanya mengangkat bahu.
            “Gue aja baru dua jam yang lalu tau kalau pacar gue yang kebetulan sahabat lo tersayang ini,” Dia melirik Putra yang tersenyum tanpa dosa. “menculik gue ke Bali dengan alasan ingin mengajak gue jalan – jalan seharian! Siapa yang nyangka kalau jalan – jalannya itu termasuk menyeberang dari pulau Jawa ke Pulau Dewata dengan naik pesawat?! Ckckkck..”
           
            “Memangnya kamu mengharap gimana, Erza? Ke Bali jalan kaki? Naik kuda, atau bersepeda? Aku gak jamin dalam 2 jam kita akan tiba dengan selamat disini.” Putra melirik geli ke arahnya yang hanya manyun dengan wajah merah.
           
            Rico tertawa terbahak – bahak dibuatnya. Sahabatnya yang satu ini memang masterpiece untuk urusan romantis bikin kaget begini. “Well, kayaknya gue paham maksud telpon lo kemaren,” Rico melirik sahabatnya yang tersenyum. “Yuk.”

            Mereka bertiga berjalan beriringan keluar dari Bandara Ngurah Rai yang sesak itu. Menuju tempat selanjutnya.

♥ ♥

          Mini Cooper? WAW!” Erza kaget ketika tiba di parkiran, dia bukannya melihat mobil mewah yang dipunya pacar sahabatnya yang sekarang menjadi pengusaha muda, tapi malah melihat mobil kodok yang seperti di film Mr Bean.
            “Gue suka dan kebetulan jarak antara bandara dengan tempat yang gue ajak ini dekat. Jadi ... apa salahnya untuk membawanya jalan – jalan?”
            “Iyasih. Gue suka dengan mobil lo ini.” Dia mengelus bodi mobil yang bewarna merah itu dan membuka pintu lalu duduk dibelakang. Putra sendiri duduk di depan bersama Rico yang selama mulai dari keluar Bandara, hingga di perjalanan, sibuk membahas perusahaan yang terasa sangat asing di telinganya. Dan sesekali menimpali ketika Rico mengajaknya bicara atau malah mengejeknya.

            “Gimana hubungan lo dengan Arny, kak?”
            Entah kenapa, pertanyaan Erza membuatnya tersedak permen yang baru saja ditelannya. Membuatnya harus menepikan jalan dan menepuk dadanya pelan. “Pacar lo membunuh gue, Putra.” Ucapnya ketika sahabatnya itu membantunya menepuk – nepuk pundaknya. Putra menatapnya bingung. Di pertanyaan yang mana yang membuat sahabatnya menjadi heboh begini?

            “Gue kan Cuma nanya biasa, kak. Gak nanya kapan lo putusan sama dia!” Erza sewot karna tak terima disalahkan.
            Well,” Setelah bisa bernapas lagi, dia berbalik ke arah Erza yang menatapnya tanpa dosa. “Gue besok akan pulang ke Bandung, mau melamar dia untuk jadi istri gue. Doain yah,” Jawaban Rico yang penuh tulus membuatnya tersenyum bahagia dan tanpa ragu langsung memeluknya erat.
            “ASTAGA! Serius?!” Erza merasakan anggukan Rico di pundaknya. “Selamaaat... gue yakin Arny pasti mau nerima lamaran gue. Gue yakin! Kalau kalian sudah nikah, jangan lupa undang gue yah. Aaaa... senang banget gue dengarnya kak! Sumpah deh!” Erza semakin erat memeluk Rico saking bahagianya.
            “Putra... help me. Pacar lo akan membunuh gue beneran sebelum Arny jadi istri gue!” Triaknya ketika pelukan itu membuatnya sesak napas. Erza buru – buru melepasnya dan nyengir. “sorry, kak. Gue terlalu bahagia dengarnya.”
            “Lo bahagia sih bahagia, tapi jangan bikin gue tersiksa dong!” Rico tertawa melihat ekspresi Erza dan tersenyum sambil melirik mereka berdua secara bergantian. “Kalian sendiri kapan nyusul gue?”
           
            DEG!

            Pertanyaan itu membuat Putra berdehem salah tingkah. “Ehm... sampai kapan kita disini?” Dia melirik Rico yang tersenyum usil padanya. Dan dia melirik Erza yang buru – buru mundur dari duduknya dengan wajah malu. tak mau menatap ke arahnya.
            Rico tertawa dalam hati ketika melihat pasangan paling romantis di depannya ini seperti sepasang burung merpati. Malu – malu tapi mau. Dan dia melirik Erza yang memilih menatap ke arah lain untuk membuang wajah  memerahnya dan Putra yang mempelototinya.
           
            Well, Gue akan tunggu kabarnya kalau gitu. Tuan dan Nyonya Pradipta.” Rico tertawa sambil menjalankan mobilnya. Mengabaikan wajah Erza yang semakin memerah malu.

            “Hei! Stop call me like that! I’m not Pradipta’s” Bantahnya dalam hati.

            Putra melirik Erza yang asyik mengobrol dengan Rico tentang suasana bali yang nyaman. Tenang. Tidak seperti Bandung atau Jakarta yang penuh hiruk pikuk kendaraan dan pekerjaan yang membuat stres. Senyum di wajahnya membuat Putra ikut tersenyum dan sesekali menimpal ucapan mereka. Bahkan tak segan – segan membuat pacarnya sendiri dijadikan bahan candaan hingga membuatnya merajuk.

♥ ♥

            “Bagaimana?” Tanya Putra ketika Rico membawanya ke suatu Villa yang berada di tepi danau yang tenang. Airnya sangat berwarna jernih hingga terlihat dasarnya apabila didekati,  beberapa kapal kecil tertambat di masing – masing tiang yang sengaja disewakan pemilik Villa untuk merasakan sensasi alam yang masih asri. Kiri dan kanan mereka diselimuti pohon – pohon besar dan beberapa nyanyian burung – burung menambah tenang suasananya serta terdengar suara pancuran air buatan di sebelah kirinya. Dan lokasinya seperti mereka berada di tengah hutan. Padahal masih dalam pusat kota Bali. Hanya saja lebih susah masuknya karna jalan menuju lokasi ini penuh kelokan.

            Well, Gue tinggal dulu yah, besok lo pulang jam berapa, Put?” Rico memecah kekaguman Erza dengan tempat yang mereka tempati sekarang. Ini seperti mimpinya. Sehari di pulau Dewa – Dewi menapakkan kakinya dengan seseorang yang dicintainya. Hanya berdua.
            “Jam ...” Putra melirik Erza yang masih menatap ke sekeliling dengan wajah penuh kagum. Membuatnya ikut tersenyum. Mendadak tak rela pulang. “Kami pulang hari ini juga. Jam 8 malam. Soalnya kan kami gak bawa apa – apa. Kenapa? Lo mau jemput gue?”

            “Pulang malam ini? Bukannya kamu bilang besok?” Erza kaget dengan perubahan rencana mendadak pacarnya itu.
            “Mendadak aku pengen pulang hari ini aja. Tiket udah aku ganti kok.”
            “Yakin pulang hari ini juga? Rugi amat lo.”
            “Kan Cuma ingin menghabiskan sehari dengan pacar gue, Ric. Hahahaa..”
            “Yaudah. Ntar malam gue jemput deh ntuk antar lo ke bandara.”

            “Gak usah, Ric. Gue kan disini mau liburan. Bukan merangkap jadi repotin lo. mending lo kerja lebih keras lagi biar bisa lamar Arny. Hahahahaa..” Tawanya pecah ketika sahabatnya terlihat salting dan menggaruk kepalanya.

            “Lo sendiri, kapan lamar dia? Kelamaan pacaran, diputusin baru tau rasa!”
            “Gue?” Putra nyengir, “Ada deh. yang jelas lebih so sweet dari ini.” Dia mengedipkan matanya sambil merangkul bahu pacarnya. “Senang?”
            “Banget! That’s my heaven.”
            Rico tersenyum mendengar jawaban dan tatapan mata Erza yang sangat bahagia. Membuatnya ingin meniru ide Putra yang ini untuk melamar Arny  hingga membuatnya menangis bahagia. “Gue tinggal dulu yah. kalau ada apa – apa, lo telpon aja gue, Put. Bye Erza.” Dia melambaikan tangan ke arah mereka dan masuk ke dalam mobil lalu menjalankannya. Meninggalkan mereka yang membalas lambaian tangannya.

            Erza memandang Putra yang masih merangkulnya. “Makasih.” Ucapnya tulus. Membuatnya melepas rangkulan dan menatapnya. “Untuk apa?”
            “Untuk wujudin salah satu khayalan masa kecilku. Yuk, masuk.” Erza menarik tangan Putra untuk masuk dalam Villa. Dan cowok itu, hanya mengikutinya dengan senyum semakin lebar.

♥ ♥

          “Kamu boros amat yah. ke Bali hari ini, malamnya pulang. Gak nginap lagi. Padahal... aku suka dengan tempat ini.” Erza duduk di ranjang berukuran king size dengan seprai bewarna coklat keemasan. Ketika dia masuk kamar ini. Da terpesona dengan kaca yang melingkupi ruangannya. Menggantikan dinding kamar. Hingga pemandangan luar Villa dapat dia lihat jelas dari sini. Bahkan tetesan hujan di luar sana terlihat sangat jelas. Kakinya tak kedinginan karna lantainya dilapisi oleh tikar yang menyerupai warna kayu. Membuatnya seperti menginjak papan.
            Putra berdiri di depan kaca yang sekarang basah karna hujan lebat di luar. Membuat udara terasa dingin. “Nanti kita bisa kesini lagi, sayang.”
            “Kenapa kamu bawa aku kesini, Put? Ada apa?”
            “Sebenernya...” Putra berjalan menghampiri Erza dan duduk disampingnya. “Villa ini salah satu bisnisku dengan Rico dan Restu. Kamu ingat kan kalau aku pernah cerita soal ini? Nah, aku pengen ngenalin bisnis yang aku jalanin sekarang ini ama kamu, sayang. Biar gak kaget lagi kalau nanti aku sibuk.”

            Erza melongo dibuatnya. Tempat seindah ini, seromantis ini adalah milik pacarnya?! WAW!
            “Serius?”
            “Iya...”
            “Kamu gak bohongin aku, kan?” Erza mendelik curiga. Takut kalau Putra hanya bergurau.
            “Ngapain aku bohong, sayang?” Putra tertawa melihat wajah curiga Erza dan mengacak rambutnya. “Kamu lapar gak? aku lapar nih.”
           
            Erza melirik jam tangannya. Pantas saja dia lapar. Jam menunjukkan pukul 3 siang. Lewat jam makan siang. “Iya. Aku lapar kok. tapi kita makan dimana? Kan harinya masih hujan?”

            Mendadak, Putra bangkit dari duduknya, mengambil ponselnya dan menelpon agak menjauh darinya dan berbicara dengan suara pelan hingga dia tak mendengar.
            “Dia nelpon siapa sih? Sok misterius bener.”

            Putra menutup ponselnya dan mendekati Erza sambil mengeluarkan sapu tangan yang selalu di kantong celananya, berdiri di belakangnya dan menutupi matanya dengan saputangan yang dia pegang dan mengikatnya. Membuat pacarnya kaget.
            “Kamu mau ngapain, Putra?!” Erza berusaha melepas ikatan yang menutup matanya itu. Namun Putra menghalangi usahanya dengan memegang kedua tangannya dan mencium jari – jarinya.
            “Jangan dibuka sayang. Aku punya kejutan lain. tapi kamu gak boleh ngintip.” Dia berbisik di telinganya kanannya mncium pipinya.
            “Putra.. kamu jangan jahil deh.”
            “Masa memberi kejutan dibilang jahil, Sih? Udah.. kamu ikut aku aja.” Putra berdiri di depan Erza dan menuntun pacarnya berjalan keluar kamar menuju tempat selanjutnya.

♥ ♥

          “WAW!” Erza terpesona dengan apa yang dilihatnya ketika penutup mata sialan itu dibuka pacarnya. Dia kehabisan kata – kata saking terpesonanya.

            Makan siang di Gazebo yang berada di tengah hutan dan berhadapan langsung dengan danau jernih dan melihat sepasang angsa berenang di tengahnya. Nyanyian – nyanyian burung terdengar semakin merdu di telinganya.
            “Suka, kan?” Putra berdiri di depannya dan mengulurkan tangannya. Erza dengan senang hati menyambutnya dengan senyum semakin lebar saking bahagianya.
            “Banget, sayang. Aku suka..” Jawabnya dengan nada riang. Wanita mana yang tak melayang diperlakukan super romantis begini? Mengalahkan dongeng Putri dongeng yang paling indah sekalipun.

            “Kayaknya enak nih,” Erza melihat makanan yang tersaji rapi di meja makan kecilnya itu. membuat perutnya bernyanyi ketika aroma masakannya menggoda saraf – saraf hidungnya dengan lembut.
            “Iya. Yuk,” Putra duduk bersila di depannya dan Erza mengikutinya. Mereka makan dengan lahap dengan nyanyian burung – burung di sekitarnya, danau yang tenang, dan indahnya alam yang menaunginya.


            Tempat ini, serasa hanya miliknya saja. Dan dia, jangan ditanya bagaimana perasaannya.


            Bahagia.


            “Kita naik kapal kecil itu, yuk.” Erza mengajaknya ketika dia sudah kenyang makan siang. Dan melihat kapal – kapal kecil itu menganggur di tepi danau yang tenang itu.
            “Ayoo...” Putra dengan senang hati menuruti permintaannya dan mereka berjalan beriringan dengan tangan saling tergenggam erat. Tak ingin terpisah dan berharap, tak terpisah.

            “Bisa bikin perahu kertas?” Tanyanya ketika mereka tiba di depan perahu itu dan Putra siap menaikinya.

            Langkahnya terhenti. Dia menatap pacarnya dengan bingung. “Tentu saja. Kenapa?”
            Erza tak menjawab. Dia mengambil beberapa kertas yang dibawanya dari tasnya, dan sebuah pulpen, lalu menyerahkannya kepada Putra. “Kita naik kapal terpisah yah. aku punya sesuatu untukmu. Bagaimana?”

            “Apa yang ada di kepala cantikmu itu, sayang?”
            “Ada deh. ayolaahh... just follow my idea, sweetdarl. Please...”
            Putra tertawa mendengar panggilannya itu. dia tersenyum dan mencium keningnya lalu berjalan ke perahu yang bersebelahan dengannya. “Oke deh, sayang. Aku akan ikutin mau kamu.”

            Erza tersenyum dan dia menaiki kapalnya lalu mengayuh sendirian hingga di tengah danau. Diikuti Putra yang juga mengayuh hingga berada di seberangnya dengan jarak tak berjauhan.


           
            Erza berhenti mengayuh ketika jarak mereka tak begitu jauh. Dia mengambil kertas dan menulis apa dirasakannya dan membuatnya menjadi perahu kertas, lalu mengarahkannya ke Putra. Dan dia mengamati bagaimana perahu buatannya, yang berisi kata hatinya, mengarah kepada cowok yang dia cintai. Dan perasaannya itu, jujur.

            Perahu kertas ku kan melaju
            membawa surat cinta bagimu.

            kata – kata yang sedikit gila
            tapi ini adanya.”

            Putra membuka perahu buatan Erza dengan hati – hati dan terhenyak membacanya. Erza tak pernah jujur dengan bagaimana perasaannya selama ini padanya. Dia selalu menjadi pihak menerima perasaannya yang bertubi – tubi itu. ketika pacarnya menulis bagaimana isi hatinya, tak urung membuat Putra tersenyum dan mengambil kertas pemberian Erza, membalas isinya dengan kata – kata yang tulus, dan membuatnya menjadi perahu lalu melayarkannya kembali ke Erza yang tersenyum ke arahnya.

            “Perahu kertas menngingatkanku
            betapa ajaib hidup ini
            Mencari – cari tambatan hati
            Kau, temanku sendiri.”

            Perahu kertas itu tiba ke arah Erza dengan pelan. Cewek itu mengambilnya, membuka isinya dan tersenyum membacanya.
            “Kau tau apa yang membuatku bahagia selama setahun ini? Adalah ketika melihatmu tertawa karnaku, wajahmu memerah karna aku sukses membuatmu malu. apapun responmu. Aku menyukainya, aku mencintainya, Erza Noor Assifa. Apapun yang ada di dirimu.
           
            Bertemu denganmu, serasa menemukan separuh hatiku yang telah disembunyikan Tuhan.
            Sampai saat ini, aku bahagia, karna di antara miliaran manusia dimuka Bumi ini, aku menemukanmu. Menemukan pasangan hatiku.”
            Saking terharunya, dia tak menyangka kapal Putra bergerak pelan menghampirinya, dan cowok itu, duduk di depannya sekarang. Tersenyum lebar.
            “Tahukah kamu, kalau aku mencintaimu, Erza?”
            “Aku selalu tau, Putra. Dan aku juga bahagia, bersyukur setiap hari, bahwa aku menemukanmu di antara banyaknya manusia di muka bumi ini, Putra. Dan kau tercipta, untukku.”


            “Ku bahagia, kau telah terlahir ke dunia
            Dan kau ada, di antara miliaran manusia
            dan ku bisa, dengan radarku, menemukanmu.”

            Putra tersenyum dan sedikit lebih dekat duduknya hingga mereka saling bersentuhan lutut. Dia tersenyum ketika Erza membalas senyumnya. Dia mendekati wajah cantiknya itu perlahan, mencium keningnya pelan, kecupannya berpindah ke kedua matanya yang tertutup, puncak hidungnya, dan terakhir, bibir tipis kemerahannya. Putra menciumnya pelan, dengan penuh perasaan. Dan Erza, membalas sambutannya itu dengan melingkarkan tangan ke lehernya. Seolah tak mau terlepas. Seolah terhanyut.
           
            Putra melepasnya ketika napas mereka saling terengah – engah, dia mengambil sesuatu dari celana kantongnya, sebuah kotak kecil bewarna biru muda, dan membuka isinya tepat di depan Erza yang terdiam dengan mata membulat seketika. Mulutnya terbuka lebar.

            “Erza Noor Assifa, Maukah kau menikah denganku?”

            Well, kalian sudah tau jawabannya, kan?

            PS : saranku, kalian dengarkan dan hayati lagu Perahu Kertas – Maudy Ayunda deh. pasti nemu feelnya. Aku aja nulis sampai tersenyum sendiri. Inilah yang selalu aku rasain, aku khayalin setiap nyanyi lagu ini.

;)
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar