“Sayang...” Putra sengaja datang pagi
– pagi, rela bangun sejam lebih awal dari biasanya hanya untuk membangunkan
bidadarinya, Erza Noor Assifa dari tidur cantiknya. Dia duduk di sampingnya
sambil mengelus dahinya pelan dan mengecupnya. Sungguh, dia sangat mencintai
wanita yang sedang tertidur lelap ini.
Erza
mengerang dalam tidurnya. Elusan lembut itu perlahan membangunkan saraf – saraf
sekujur tubuhnya dan perlahan, dia membuka mata, terkejut dengan seseorang yang
sangat dicintainya setelah tiga tahun dibencinya, Putra, ada di sampingnya,
mengelus rambutnya dengan tatapan mata teduhnya.
“Pagi...”
“Pagi juga...” Erza menjawab dengan suara serak khas bangun dan tersenyum. “Sudah lama disini?”
“Pagi juga...” Erza menjawab dengan suara serak khas bangun dan tersenyum. “Sudah lama disini?”
“Gak
kok. aku malah buru – buru datangnya.” Penjelasan Putra membuatnya bingung.
Buru – buru karna apa?
Seolah
tau, dia tersenyum. “Aku takut ketika aku datang, kamu sudah bangun dan
membukakan pintu rumah untukku. Padahal kan, aku pengen ketika kamu membuka
mata dari tidur cantikmu itu, akulah yang kamu liat. bukan pintu kamarmu. Aku
lebih milih dibukakan Mpok Ijah pintu rumah, tapi akulah yang kamu lihat ketika
kamu bangun tidur dan membuka mata.” Penjelasan Putra yang super romantis itu
membuat wajah Erza memerah seketika. Dia malu.
Putra
tertawa melihat wajah pacarnya yang semakin memerah dan tersenyum sambil
mengacak rambutnya. “Jalan yuk? Aku ingin seharian sama kamu. Gimana?”
“Kemana?
Aku belum siap – siap nih. Kamu dadakan sih.”
Putra
tersenyum misterius. Dia suka bagian ini. Bagian dimana semua ide romantisnya
yang dirancang semalam akan segera terwujud dan membuat pacarnya kelabakan
untuk mengikuti awalnya, tapi tak bisa berkata apa – apa ketika melihat akhirnya.
Dan tatapan pacarnya yang penuh kebahagiaan meluap – luap dan tulus itulah
imbalannya.
“Ada
deh. ayoo.. aku tunggu di ruang tamu yah.” Dia mengecup kening Erza dnegan
lembut, berdiri dari duduknya, dan berjalan menuju pintu kamar. Sebelum menutup
pintu, dia tersenyum ke arah Erza.”Sayang...”
Seolah
sadar, Erza tergeragap dan bangkit dari tidurnya, “Iyaa... udah keluar sana!”
Erza mengusir Putra seperti mengusir ayam. Membuat Putra tertawa dan menutup
pintunya pelan.
Tingkah
Putra membuatnya bingung. Merasa ada yang janggal. “Tumben dia gak cium gue.
Biasanya nyos...” sedetik kemudian, dia terdiam. Wajahnya memanas seketika
ketika ucapan tak tau malu itu keluar dari mulut tipisnya. “Gue ngomong apaan
sih?! Ngaco! Udah ah!” Dengan wajah masih memerah, dia bergegas membereskan
tempat tidurnya dan mandi.
♥
♥
“Sudah
siap?” Tanya Putra ketika 15 menit menunggu, Erza keluar dari kamarnya dengan
mengenakan baju kaos tanpa lengan dengan bahan lembut bewarna putih, celana hot
pants dengan warna jeans, sepatu kets, tas ransel kecil,
rambut digulung asal ke atas. Membuatnya terlihat semakin cantik.
“Kita
gak ke mall kan? soalnya kalau iya, mall gak buka jam 8 pagi, Putra.”
Putra
tertawa mendengarnya. “Gak kok. ini lebih manis daripada di mall. Pokoknya, aku
yakin setelah kamu lihat ini, kamu gak akan suka lagi dengan mall.”
“Lebay
deh,” Erza menepuk pundaknya pelan dan Putra mengelus pundak yang dipukul itu
dengan cengiran. “Lebay sama pacar sendiri gak dosa, kan? yuk.” Dia mengedipkan
matanya dan menarik tangan Erza keluar dari rumah.
Mpok
Ijah tersenyum melihat kemesraan mereka itu dan melambaikan tangan ketika Putra
ijin pamit untuk membawa majikannya tercinta untuk jalan – jalan.
♥
♥
“Bandara?” Erza kaget karna tau – tau mereka
tiba di Bandara. rupanya, 4 jam perjalanan ternyata membawa mereka kesini.
“Emang
ada keluarga kamu yah yang datang?”
Gelengan
Putra membingungkannya. “Terus, siapa dong yang kita temuin kesini?”
“Kamu
bawa apa aja?” Putra mengabaikan pertanyaan Erza dan melirik tas ransel yang
dibelakang pacarnya itu.
“Cuma
dompet, ponsel, beberapa buku sama tab. Kenapa?”
“Gak
papa. Yuk... turun.” Putra sukses memarkir mobilnya dan turun dari mobilnya.
Diikuti Erza yang masih sangat kebingungan.
“Ayooo...
sayang.” Dia menarik tangan Erza yang masih kebingungan kenapa berada disini.
Seingatnya, Reno, kakak sepupunya belum datang dari Lombok untuk liburan
bersama tunangannya, Eva, Kathy, seingatnya baru datang seminggu lagi dari
Jogja, dan dia yakin kedua orang tuanya bukan alasan Putra untuk membawanya
kesini.
Langkah
mereka terhenti ketika Putra melepas rangkulannya, matanya sibuk melihat jadwal
penerbangan sambil mengambil sesuatu dalam tas selempangnya dan mengeluarkan
dua buah tiket dan mencocokkan kodenya. Senyumnya semakin mengembang dan
melirik pacarnya yang bingung dengan tingkahnya..
“Nih.”
Putra memberikan selembar tiket pesawat kepada Erza yang melongo dengan apa
yang dilihatnya. Tak percaya.
“KITA
PERGI KE BALI?! BERDUA?! TANPA BILANG SAMA AKU?!” Teriakan Erza yang super shock
itu dijawab anggukan semangat oleh Putra.
“Mission,
completed.” Ucapnya puas dalam hati.
♥
♥
“Kamu gila!” Sudah berulang kali Erza
mengucapkannya itu. Dan ini ribuan kalinya ucapan itu terdengar ketika mereka
duduk di dalam pesawat dan Putra, membalas ucapan itu dengan senyum lebar
sambil membantunya memasang seatbelt.
“Aku
mengharapkan ucapan terima kasih, sayang. Bukan ucapan kamu bilang aku gak
waras.”
“Kamu!”
Erza menatapnya tajam. Dari semua ide romantis gila yang pernah didapatnya
selama setahun, ini adalah yang paling gila. “Ke Bali tanpa memberitahuku?! Aku
bahkan tak bawa koper untuk membawa semuanya, Putra Eduardo Pradipta!” Erza
mengucapkannya dengan suara sangat tajam. Matanya berubah sinis.
“Pakaian
kita bisa beli disana. Lagipula, besok pulang kok. kita Cuma sehari saja
disana. Gak akan lama –lama.” Putra meresponnya santai dan melirik geli ke
arahnya.
“Aku
gak ngerti apa yang ada di kepala tampanmu ini, Putra.”
“Dan
aku juga gak ngerti kenapa di kepala tampanku ini hanya ada sejuta ide untuk
membuatmu selalu tersenyum, Erza. Nikmat saja perjalanan kita. Lagipula,
bukankah ini yang kamu inginkan? Ke Bali?”
“Tapi
bukan dadakan!”
“Yang
penting kan romantis.” Putra mengedipkan matanya sambil mengcak rambut Erza.
“Mungkin...”
Erza merasa pening sekarang. Pening karna berada di dalam pesawat yang
membuatnya entah kenapa anti sendiri, pening karna ide Putra yang diluar
nalarnya. “Aku harus tidur.”
“Well,”
Dia tersenyum sambil menyodorkan
obat tidur dosis rendah ke arah Erza beserta gelas berisi air yang baru
diambilnya dari pramugari. Dan pacarnya itu menyambutnya dengan senang hati.
“Selamat tidur sayang.” Dia mengecup keningnya ketika Erza tidur dengan kepala
bersandar di pundak kirinya dan tangannya, memeluk pinggangnya seolah dia
adalah guling. Putra mengelus tangan itu dengan lembut dan mengecup jarinya dan
kelopak matanya yang tertutup.
“Aku
mencintaimu, Erza.”
♥
♥
Dua jam perjalanan antara Jakarta – Bali,
akhirnya pesawat mendarat mulus di Bandara Ngurah Rai, Bali walau sempat
terguncang pelan karna pesawat memasuki awan hitam yang selalu berputar di atas
Bandara. membuat Erza sempat terbangun dan langsung mengetatkan pelukannya
ketika Putra ikut tertidur karna kelelahan akibat menyiapkan perjalanan
kilatnya secara dadakan.
“Putra...”
Erza terbangun dengan wajah cemas ketika pesawat terguncang pelan. Dia benar –
benar ketakutan. Kecelakaan pesawat yang hampir menimpanya saat masih berumur 6
tahun itu masih terbayang di kepalanya. Memorinya langsung bermunculan ketika
pesawat yang ditumpanginya menjatuhkan semua koper – koper yang tersimpan di
bagasi, jerit ketakutan dan tangisan serta awan hitam yang menyelimuti pesawat
mereka, dan doa – doa dari berbagai macam agama terdengar syahdu di dalam
pesawat, meminta pertolongan pada sang Khalik agar mereka selamat.
Putra
merasa pelukan di pinggangnya semakin erat, dia terbangun dan kaget tau – tau
baju kaos yang dikenakannya basah dan cewek yang memeluknya itu menutupi
wajahnya di dadanya. Erza menangis.
“Syut...
sayang. Gak akan terjadi apa – apa. Ini Cuma guncangan biasa.” Putra langsung
mengelus puncak kepala Erza untuk menenangkan pacarnya dari ketakutannya ini.
“Takut...”
“Aku
ada disini kok, sayang.” Putra semakin erat memeluk Erza ketika pesawat
terguncang keras ketika dia merasakan roda – roda pesawat itu menyentuh tanah.
Membuat Erza terlonjak.
“Pesawatnya
kenapa? Gak ada yang jatuh kan? bagasi aman, kan?” Pertanyaan beruntun keluar
dari bibir tipis Erza yang gemetar itu. Membuat Putra iba.
“Gak
ada yang jatuh, sayang. Malah pesawatnya sudah mendarat dengan selamat tuh.”
Putra melihat pramugari cantik yang sedari tadi meliriknya itu berdiri di depan
pintu keluar. Tanda pesawat sudah mendarat dengan sangat tak mulus.
Terasa
helaan napas lega keluar dari pelukannya. “Akhirnya...” Dia melepaskan diri
dari pelukan Putra sambil mengusap air mata yang meninggalkan jejak lurus di
pipinya seperti jalan tol. Dan Putra menghapusnya dengan gerakan tangan yang
lembut. “Gak terjadi apa – apa, kan? Yuk.” Dia berdiri dari duduknya untuk
membuka bagasi dan mengambilkan tas ransel Erza serta tasnya. Lalu mengulurkan
tangan untuk berjalan beriringan keluar dari pesawat.
♥
♥
“Aku
ngerasa janggal banget keluar dari bandara tanpa menarik apapun.” Erza melirik
beberapa pengunjung asing yang membawa koper dan menariknya keluar. Tak seperti
mereka berdua. Hanya tas ransel khusus hang – out yang dibawanya. Dan
dia melirik Putra yang hanya mengenakan baju kaos bewarna coklat, celana
selutut bewarna senada, sepatu kets dan tas selempang seperti cowok –
cowok kebanyakan yang sibuk menelpon seseorang sambil mencari – cari di setiap
sudut tempat orang – orang menjemput.
Putra
selesai menelpon dan melirik pacarnya dengan senyum menggoda. “Ini akan jadi
pengalaman paling romantis, sayang. Yakin deh, seharian sama aku, bikin kamu
sayang banget sama aku.”
“Pede!
Toh, kalaupun nanti suatu saat kita putus, aku akan menemukan seseorang yang
lebih, lebih baik lagi.”
“Oh
yah? siapa?” Putra menatapnya tajam. Siap – siap untuk segala hal tak
memungkinkan.
Erza tertawa pelan melihat ekspresi pacarnya yang mulai menegang. Ini adalah hobinya sekarang. “Kamu. Karna, setiap kita putus, kita selalu kembali, kan?”
Erza tertawa pelan melihat ekspresi pacarnya yang mulai menegang. Ini adalah hobinya sekarang. “Kamu. Karna, setiap kita putus, kita selalu kembali, kan?”
Wajahnya
langsung rileks seketika. Senang mendengarnya. Sempat dia was – was kalau Erza
akan menyebut nama Nanda atau nama cowok lain yang tak dikenalnya, namun diam –
diam mencuri hati wanitanya ini. “Iya, sayang. Aku gak akan pernah tahan pisah
sama kamu lama – lama. Makanya kita selalu kembali.” Dia menjawab tulus dan
wajah Erza memerah seketika.
Putra
menuntun Erza berjalan keluar dan menemukan sebuah papan nama yang bertuliskan Mr.
And Mrs. Pradipta dengan huruf besar – besar. Membuatnya nyengir sambil
meliriK Erza yang melotot melihatnya.
“Mrs.
Pradipta, heh?”
Putra
tersenyum dan tanpa menjawab nada
sindiran Erza, dia menariknya untuk menghampiri si penulis papan nama itu.
“Hello,
Brotha.” Putra memeluk Rico yang membalas pelukannya dan melirik Erza. “Apa
yang lo bawa, Put? Koper mana?”
“Gue
Cuma bawa apa yang di diri kami doang. Hahahaaahaa...” Putra tertawa lepas
ketika sahabatnya itu sibuk melirik mereka dari bawah kaki hingga ujung rambut
dan penampilannya. Benar – benar seperti orang tak bepergian.
“Dan
lo, Erza, juga gak bawa apa – apa selain tas ransel kecil itu?” Rico meliriknya
yang hanya mengangkat bahu.
“Gue
aja baru dua jam yang lalu tau kalau pacar gue yang kebetulan sahabat lo
tersayang ini,” Dia melirik Putra yang tersenyum tanpa dosa. “menculik gue ke
Bali dengan alasan ingin mengajak gue jalan – jalan seharian! Siapa yang
nyangka kalau jalan – jalannya itu termasuk menyeberang dari pulau Jawa ke
Pulau Dewata dengan naik pesawat?! Ckckkck..”
“Memangnya
kamu mengharap gimana, Erza? Ke Bali jalan kaki? Naik kuda, atau bersepeda? Aku
gak jamin dalam 2 jam kita akan tiba dengan selamat disini.” Putra melirik geli
ke arahnya yang hanya manyun dengan wajah merah.
Rico
tertawa terbahak – bahak dibuatnya. Sahabatnya yang satu ini memang masterpiece
untuk urusan romantis bikin kaget begini. “Well, kayaknya gue paham
maksud telpon lo kemaren,” Rico melirik sahabatnya yang tersenyum. “Yuk.”
Mereka
bertiga berjalan beriringan keluar dari Bandara Ngurah Rai yang sesak itu.
Menuju tempat selanjutnya.
♥
♥
“Mini Cooper? WAW!” Erza kaget ketika
tiba di parkiran, dia bukannya melihat mobil mewah yang dipunya pacar
sahabatnya yang sekarang menjadi pengusaha muda, tapi malah melihat mobil kodok
yang seperti di film Mr Bean.
“Gue
suka dan kebetulan jarak antara bandara dengan tempat yang gue ajak ini dekat.
Jadi ... apa salahnya untuk membawanya jalan – jalan?”
“Iyasih.
Gue suka dengan mobil lo ini.” Dia mengelus bodi mobil yang bewarna merah itu
dan membuka pintu lalu duduk dibelakang. Putra sendiri duduk di depan bersama
Rico yang selama mulai dari keluar Bandara, hingga di perjalanan, sibuk
membahas perusahaan yang terasa sangat asing di telinganya. Dan sesekali menimpali
ketika Rico mengajaknya bicara atau malah mengejeknya.
“Gimana
hubungan lo dengan Arny, kak?”
Entah
kenapa, pertanyaan Erza membuatnya tersedak permen yang baru saja ditelannya.
Membuatnya harus menepikan jalan dan menepuk dadanya pelan. “Pacar lo membunuh
gue, Putra.” Ucapnya ketika sahabatnya itu membantunya menepuk – nepuk
pundaknya. Putra menatapnya bingung. Di pertanyaan yang mana yang membuat
sahabatnya menjadi heboh begini?
“Gue
kan Cuma nanya biasa, kak. Gak nanya kapan lo putusan sama dia!” Erza sewot
karna tak terima disalahkan.
“Well,”
Setelah bisa bernapas lagi, dia berbalik ke arah Erza yang menatapnya tanpa
dosa. “Gue besok akan pulang ke Bandung, mau melamar dia untuk jadi istri gue.
Doain yah,” Jawaban Rico yang penuh tulus membuatnya tersenyum bahagia dan
tanpa ragu langsung memeluknya erat.
“ASTAGA!
Serius?!” Erza merasakan anggukan Rico di pundaknya. “Selamaaat... gue yakin
Arny pasti mau nerima lamaran gue. Gue yakin! Kalau kalian sudah nikah, jangan
lupa undang gue yah. Aaaa... senang banget gue dengarnya kak! Sumpah deh!” Erza
semakin erat memeluk Rico saking bahagianya.
“Putra...
help me. Pacar lo akan membunuh gue beneran sebelum Arny jadi istri gue!”
Triaknya ketika pelukan itu membuatnya sesak napas. Erza buru – buru melepasnya
dan nyengir. “sorry, kak. Gue terlalu bahagia dengarnya.”
“Lo
bahagia sih bahagia, tapi jangan bikin gue tersiksa dong!” Rico tertawa melihat
ekspresi Erza dan tersenyum sambil melirik mereka berdua secara bergantian.
“Kalian sendiri kapan nyusul gue?”
DEG!
Pertanyaan
itu membuat Putra berdehem salah tingkah. “Ehm... sampai kapan kita disini?”
Dia melirik Rico yang tersenyum usil padanya. Dan dia melirik Erza yang buru –
buru mundur dari duduknya dengan wajah malu. tak mau menatap ke arahnya.
Rico
tertawa dalam hati ketika melihat pasangan paling romantis di depannya ini
seperti sepasang burung merpati. Malu – malu tapi mau. Dan dia melirik Erza
yang memilih menatap ke arah lain untuk membuang wajah memerahnya dan Putra yang mempelototinya.
“Well,
Gue akan tunggu kabarnya kalau gitu. Tuan dan Nyonya Pradipta.” Rico tertawa
sambil menjalankan mobilnya. Mengabaikan wajah Erza yang semakin memerah malu.
“Hei!
Stop call me like that! I’m not Pradipta’s” Bantahnya dalam hati.
Putra
melirik Erza yang asyik mengobrol dengan Rico tentang suasana bali yang nyaman.
Tenang. Tidak seperti Bandung atau Jakarta yang penuh hiruk pikuk kendaraan dan
pekerjaan yang membuat stres. Senyum di wajahnya membuat Putra ikut tersenyum
dan sesekali menimpal ucapan mereka. Bahkan tak segan – segan membuat pacarnya
sendiri dijadikan bahan candaan hingga membuatnya merajuk.
♥
♥
“Bagaimana?”
Tanya Putra ketika Rico membawanya ke suatu Villa yang berada di tepi danau
yang tenang. Airnya sangat berwarna jernih hingga terlihat dasarnya apabila
didekati, beberapa kapal kecil tertambat
di masing – masing tiang yang sengaja disewakan pemilik Villa untuk merasakan
sensasi alam yang masih asri. Kiri dan kanan mereka diselimuti pohon – pohon
besar dan beberapa nyanyian burung – burung menambah tenang suasananya serta
terdengar suara pancuran air buatan di sebelah kirinya. Dan lokasinya seperti
mereka berada di tengah hutan. Padahal masih dalam pusat kota Bali. Hanya saja
lebih susah masuknya karna jalan menuju lokasi ini penuh kelokan.
“Well,
Gue tinggal dulu yah, besok lo pulang jam berapa, Put?” Rico memecah
kekaguman Erza dengan tempat yang mereka tempati sekarang. Ini seperti
mimpinya. Sehari di pulau Dewa – Dewi menapakkan kakinya dengan seseorang yang
dicintainya. Hanya berdua.
“Jam
...” Putra melirik Erza yang masih menatap ke sekeliling dengan wajah penuh
kagum. Membuatnya ikut tersenyum. Mendadak tak rela pulang. “Kami pulang hari
ini juga. Jam 8 malam. Soalnya kan kami gak bawa apa – apa. Kenapa? Lo mau
jemput gue?”
“Pulang
malam ini? Bukannya kamu bilang besok?” Erza kaget dengan perubahan rencana
mendadak pacarnya itu.
“Mendadak
aku pengen pulang hari ini aja. Tiket udah aku ganti kok.”
“Yakin pulang hari ini juga? Rugi amat lo.”
“Yakin pulang hari ini juga? Rugi amat lo.”
“Kan
Cuma ingin menghabiskan sehari dengan pacar gue, Ric. Hahahaa..”
“Yaudah.
Ntar malam gue jemput deh ntuk antar lo ke bandara.”
“Gak
usah, Ric. Gue kan disini mau liburan. Bukan merangkap jadi repotin lo. mending
lo kerja lebih keras lagi biar bisa lamar Arny. Hahahahaa..” Tawanya pecah
ketika sahabatnya terlihat salting dan menggaruk kepalanya.
“Lo
sendiri, kapan lamar dia? Kelamaan pacaran, diputusin baru tau rasa!”
“Gue?”
Putra nyengir, “Ada deh. yang jelas lebih so sweet dari ini.” Dia
mengedipkan matanya sambil merangkul bahu pacarnya. “Senang?”
“Banget!
That’s my heaven.”
Rico
tersenyum mendengar jawaban dan tatapan mata Erza yang sangat bahagia.
Membuatnya ingin meniru ide Putra yang ini untuk melamar Arny hingga membuatnya menangis bahagia. “Gue tinggal
dulu yah. kalau ada apa – apa, lo telpon aja gue, Put. Bye Erza.” Dia
melambaikan tangan ke arah mereka dan masuk ke dalam mobil lalu menjalankannya.
Meninggalkan mereka yang membalas lambaian tangannya.
Erza
memandang Putra yang masih merangkulnya. “Makasih.” Ucapnya tulus. Membuatnya
melepas rangkulan dan menatapnya. “Untuk apa?”
“Untuk
wujudin salah satu khayalan masa kecilku. Yuk, masuk.” Erza menarik tangan
Putra untuk masuk dalam Villa. Dan cowok itu, hanya mengikutinya dengan senyum
semakin lebar.
♥
♥
“Kamu boros amat yah. ke Bali hari ini,
malamnya pulang. Gak nginap lagi. Padahal... aku suka dengan tempat ini.” Erza
duduk di ranjang berukuran king size dengan seprai bewarna coklat
keemasan. Ketika dia masuk kamar ini. Da terpesona dengan kaca yang melingkupi
ruangannya. Menggantikan dinding kamar. Hingga pemandangan luar Villa dapat dia
lihat jelas dari sini. Bahkan tetesan hujan di luar sana terlihat sangat jelas.
Kakinya tak kedinginan karna lantainya dilapisi oleh tikar yang menyerupai
warna kayu. Membuatnya seperti menginjak papan.
Putra
berdiri di depan kaca yang sekarang basah karna hujan lebat di luar. Membuat
udara terasa dingin. “Nanti kita bisa kesini lagi, sayang.”
“Kenapa
kamu bawa aku kesini, Put? Ada apa?”
“Sebenernya...”
Putra berjalan menghampiri Erza dan duduk disampingnya. “Villa ini salah satu
bisnisku dengan Rico dan Restu. Kamu ingat kan kalau aku pernah cerita soal
ini? Nah, aku pengen ngenalin bisnis yang aku jalanin sekarang ini ama kamu,
sayang. Biar gak kaget lagi kalau nanti aku sibuk.”
Erza
melongo dibuatnya. Tempat seindah ini, seromantis ini adalah milik pacarnya?!
WAW!
“Serius?”
“Iya...”
“Kamu
gak bohongin aku, kan?” Erza mendelik curiga. Takut kalau Putra hanya bergurau.
“Ngapain
aku bohong, sayang?” Putra tertawa melihat wajah curiga Erza dan mengacak
rambutnya. “Kamu lapar gak? aku lapar nih.”
Erza
melirik jam tangannya. Pantas saja dia lapar. Jam menunjukkan pukul 3 siang.
Lewat jam makan siang. “Iya. Aku lapar kok. tapi kita makan dimana? Kan harinya
masih hujan?”
Mendadak,
Putra bangkit dari duduknya, mengambil ponselnya dan menelpon agak menjauh
darinya dan berbicara dengan suara pelan hingga dia tak mendengar.
“Dia
nelpon siapa sih? Sok misterius bener.”
Putra
menutup ponselnya dan mendekati Erza sambil mengeluarkan sapu tangan yang
selalu di kantong celananya, berdiri di belakangnya dan menutupi matanya dengan
saputangan yang dia pegang dan mengikatnya. Membuat pacarnya kaget.
“Kamu
mau ngapain, Putra?!” Erza berusaha melepas ikatan yang menutup matanya itu.
Namun Putra menghalangi usahanya dengan memegang kedua tangannya dan mencium
jari – jarinya.
“Jangan
dibuka sayang. Aku punya kejutan lain. tapi kamu gak boleh ngintip.” Dia
berbisik di telinganya kanannya mncium pipinya.
“Putra..
kamu jangan jahil deh.”
“Masa
memberi kejutan dibilang jahil, Sih? Udah.. kamu ikut aku aja.” Putra berdiri
di depan Erza dan menuntun pacarnya berjalan keluar kamar menuju tempat
selanjutnya.
♥
♥
“WAW!” Erza terpesona dengan apa yang
dilihatnya ketika penutup mata sialan itu dibuka pacarnya. Dia kehabisan kata –
kata saking terpesonanya.
Makan
siang di Gazebo yang berada di tengah hutan dan berhadapan langsung dengan
danau jernih dan melihat sepasang angsa berenang di tengahnya. Nyanyian –
nyanyian burung terdengar semakin merdu di telinganya.
“Suka,
kan?” Putra berdiri di depannya dan mengulurkan tangannya. Erza dengan senang
hati menyambutnya dengan senyum semakin lebar saking bahagianya.
“Banget, sayang. Aku suka..” Jawabnya dengan nada riang. Wanita mana yang tak melayang diperlakukan super romantis begini? Mengalahkan dongeng Putri dongeng yang paling indah sekalipun.
“Banget, sayang. Aku suka..” Jawabnya dengan nada riang. Wanita mana yang tak melayang diperlakukan super romantis begini? Mengalahkan dongeng Putri dongeng yang paling indah sekalipun.
“Kayaknya
enak nih,” Erza melihat makanan yang tersaji rapi di meja makan kecilnya itu.
membuat perutnya bernyanyi ketika aroma masakannya menggoda saraf – saraf
hidungnya dengan lembut.
“Iya.
Yuk,” Putra duduk bersila di depannya dan Erza mengikutinya. Mereka makan
dengan lahap dengan nyanyian burung – burung di sekitarnya, danau yang tenang,
dan indahnya alam yang menaunginya.
Tempat ini, serasa hanya miliknya saja. Dan dia, jangan ditanya bagaimana perasaannya.
Bahagia.
Tempat ini, serasa hanya miliknya saja. Dan dia, jangan ditanya bagaimana perasaannya.
Bahagia.
♥ ♥
“Kita
naik kapal kecil itu, yuk.” Erza mengajaknya ketika dia sudah kenyang makan
siang. Dan melihat kapal – kapal kecil itu menganggur di tepi danau yang tenang
itu.
“Ayoo...” Putra dengan senang hati menuruti permintaannya dan mereka berjalan beriringan dengan tangan saling tergenggam erat. Tak ingin terpisah dan berharap, tak terpisah.
“Ayoo...” Putra dengan senang hati menuruti permintaannya dan mereka berjalan beriringan dengan tangan saling tergenggam erat. Tak ingin terpisah dan berharap, tak terpisah.
“Bisa
bikin perahu kertas?” Tanyanya ketika mereka tiba di depan perahu itu dan Putra
siap menaikinya.
Langkahnya
terhenti. Dia menatap pacarnya dengan bingung. “Tentu saja. Kenapa?”
Erza
tak menjawab. Dia mengambil beberapa kertas yang dibawanya dari tasnya, dan
sebuah pulpen, lalu menyerahkannya kepada Putra. “Kita naik kapal terpisah yah.
aku punya sesuatu untukmu. Bagaimana?”
“Apa
yang ada di kepala cantikmu itu, sayang?”
“Ada
deh. ayolaahh... just follow my idea, sweetdarl. Please...”
Putra
tertawa mendengar panggilannya itu. dia tersenyum dan mencium keningnya lalu
berjalan ke perahu yang bersebelahan dengannya. “Oke deh, sayang. Aku akan
ikutin mau kamu.”
Erza
tersenyum dan dia menaiki kapalnya lalu mengayuh sendirian hingga di tengah
danau. Diikuti Putra yang juga mengayuh hingga berada di seberangnya dengan
jarak tak berjauhan.
Erza
berhenti mengayuh ketika jarak mereka tak begitu jauh. Dia mengambil kertas dan
menulis apa dirasakannya dan membuatnya menjadi perahu kertas, lalu
mengarahkannya ke Putra. Dan dia mengamati bagaimana perahu buatannya, yang
berisi kata hatinya, mengarah kepada cowok yang dia cintai. Dan perasaannya
itu, jujur.
Perahu
kertas ku kan melaju
membawa surat cinta bagimu.
kata – kata yang sedikit gila
tapi ini adanya.”
membawa surat cinta bagimu.
kata – kata yang sedikit gila
tapi ini adanya.”
Putra
membuka perahu buatan Erza dengan hati – hati dan terhenyak membacanya. Erza
tak pernah jujur dengan bagaimana perasaannya selama ini padanya. Dia selalu
menjadi pihak menerima perasaannya yang bertubi – tubi itu. ketika pacarnya
menulis bagaimana isi hatinya, tak urung membuat Putra tersenyum dan mengambil
kertas pemberian Erza, membalas isinya dengan kata – kata yang tulus, dan
membuatnya menjadi perahu lalu melayarkannya kembali ke Erza yang tersenyum ke
arahnya.
“Perahu
kertas menngingatkanku
betapa ajaib hidup ini
betapa ajaib hidup ini
Mencari – cari tambatan hati
Kau, temanku sendiri.”
Perahu
kertas itu tiba ke arah Erza dengan pelan. Cewek itu mengambilnya, membuka
isinya dan tersenyum membacanya.
“Kau
tau apa yang membuatku bahagia selama setahun ini? Adalah ketika melihatmu
tertawa karnaku, wajahmu memerah karna aku sukses membuatmu malu. apapun
responmu. Aku menyukainya, aku mencintainya, Erza Noor Assifa. Apapun yang ada
di dirimu.
Bertemu denganmu, serasa menemukan
separuh hatiku yang telah disembunyikan Tuhan.
Sampai saat ini, aku bahagia, karna
di antara miliaran manusia dimuka Bumi ini, aku menemukanmu. Menemukan pasangan
hatiku.”
Saking
terharunya, dia tak menyangka kapal Putra bergerak pelan menghampirinya, dan
cowok itu, duduk di depannya sekarang. Tersenyum lebar.
“Tahukah
kamu, kalau aku mencintaimu, Erza?”
“Aku
selalu tau, Putra. Dan aku juga bahagia, bersyukur setiap hari, bahwa aku
menemukanmu di antara banyaknya manusia di muka bumi ini, Putra. Dan kau
tercipta, untukku.”
“Ku
bahagia, kau telah terlahir ke dunia
Dan kau ada, di antara miliaran manusia
dan ku bisa, dengan radarku, menemukanmu.”
Dan kau ada, di antara miliaran manusia
dan ku bisa, dengan radarku, menemukanmu.”
Putra
tersenyum dan sedikit lebih dekat duduknya hingga mereka saling bersentuhan
lutut. Dia tersenyum ketika Erza membalas senyumnya. Dia mendekati wajah
cantiknya itu perlahan, mencium keningnya pelan, kecupannya berpindah ke kedua
matanya yang tertutup, puncak hidungnya, dan terakhir, bibir tipis
kemerahannya. Putra menciumnya pelan, dengan penuh perasaan. Dan Erza, membalas
sambutannya itu dengan melingkarkan tangan ke lehernya. Seolah tak mau
terlepas. Seolah terhanyut.
Putra
melepasnya ketika napas mereka saling terengah – engah, dia mengambil sesuatu
dari celana kantongnya, sebuah kotak kecil bewarna biru muda, dan membuka
isinya tepat di depan Erza yang terdiam dengan mata membulat seketika. Mulutnya
terbuka lebar.
“Erza
Noor Assifa, Maukah kau menikah denganku?”
Well,
kalian sudah tau jawabannya, kan?
PS : saranku, kalian dengarkan dan
hayati lagu Perahu Kertas – Maudy Ayunda deh. pasti nemu feelnya. Aku aja nulis
sampai tersenyum sendiri. Inilah yang selalu aku rasain, aku khayalin setiap
nyanyi lagu ini.
;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar