Minggu, 10 November 2013

Be Yours?! DAMN! Part 9 - At the Beach.




Kelly Clarkson – dark side, nada dering ponsel yang baru diganti sedang bernyanyi nyaring, membangunkannya dari mimpi indah yang pertama kali dia alami setelah baru saja mendapatkan mimpi buruk. Sambil menggeram pelan, dia melihat layar ponselnya dan mengangkat dengan suara sangat mengantuk.            “Haloo..”
            “Baca sms gue gak?” Dan dia menggeleng lemah karna matanya masih mengantuk. Sesekali menguap. Membuat si penelpon menghela napas.
            “Gue udah di depan rumah lo nih. Ayoooo...”
            Lista semakin mengerang. “Gue ngantuukkk... Andoooo...”
            “Ayolah... gue udah rela – rela tidur Cuma dua jam setengah buat nunjukkin sesuatu sama lo. jangan buat usaha gue sia – sia deh.” Balasnya dengan suara memaksa tak terbantahkan.
            “Nyesal gue maafin lo kalo jadinya kayak gini.” Lista menggerutu sambil mengacak – acak rambutnya dan duduk bersila di ranjang. Mulut dimanyunkan.
            “Lo ngomong apa barusan? Coba ulangi lagi.” Suaranya berubah dingin. “Gak turun dalam hitungan 10 detik dari sekarang, jangan salahi gue gedor pintu rumah lo. 1..., 2...,” Ando mulai menghitung.
            “Iyaa....iyaaa...! tunggu bentar! Dasar cowok gila!” Rutuknya dan segera turun dari tempat tidur, berganti pakaian tidur  menjadi tanktop dilapis dengan Hem dan jaket tebal, rambut pendeknya semakin acak – acakan dan tak ada niat ntuk disisir, topi, dan memakai sepatu ketsnya yang sudah pudar.
            Tanpa melihat cermin bagaimana ancur penampilannya sekarang, dia keluar kamar dengan terhuyung – huyung karna masih sangat mengantuk.

♥ ♥

            “Kak Rika...” Dia menggedor pelan kamar kakaknya. Minta ijin ntuk kabur.
            Rika keluar dengan dasternya yang manis. Bahkan wajahnya tetap cantik meskipun baru saja dibangunkan paksa oleh adiknya yang sedang berdiri di depan pintu. “Mau kemana?” Tanyanya melihat penampilan Lista yang jauh dari kesan cewek dan tak ada niat ntuk berkomentar karna otaknya mengirimkan sinyal ntuk segera kembali ke kasur setelah baru tidur jam 4 subuh karna mengerjakan tugas yang menggila.
            “Diajak Ando jalan kak. Boleh kan?”
            “Udah ijin sama Bian?” Tanyanya sambil menguap pelan. Bahkan tak ada niat untuk menginterogasi mau kemana sesubuh ini.
            Lista menggeleng. “Ijinin yah kak.”
            Erika mengangguk, “iya... udah sono pergi. Kakak ngantuk.” Jawabnya sambil mendorong pelan.
            Sebelum menjawab, tiba – tiba ponsel di kantongnya bergetar. Membuatnya mendengus jengkel. “Ngajakin kok mendadak?! Subuh buta lagi! Dasar kalong!” Gerutunya.
            “Yaudah kak. Gue pergi dulu yah. Bye.” Ucapnya dan bergegas turun ke bawah sebelum ponselnya semakin merongrong.

♥ ♥

          “Kenapa lama?” Sambutan yang sangat dingin, sedingin udara subuh ketika Lista naik ke mobil Jeep yang dia tau sering untuk offroad. Dia merengut.
            “Begitu sambutan lo ntuk seseorang yang lo bangunin paksa di subuh buta begini?! Jam segini enaknya tidur, Ndo! Bukannya bangun terus dibawa ke tempat yang gue gak tau kemana! Lo kenapa gak ngasih tau gue?!”
            “Coba check ponsel lo.” Perintahnya dan menjalankan mobil dengan pelan.
            Lista menuruti perintahnya dengan batin penuh tanya. “beberapa jam yang lalu dia baik ma gue, kenapa subuh jadi begini? Dasar kepribadian ganda!”
            “Jam 2.15 lo sms gue ngajak jalan?! Pantes gue gak baca! Gue udah tidur!” Dia berteriak nyaring dengan mata melotot. Membuat Ando mengerem mendadak dan menutup mulutnya dengan tangan dan matanya tak kalah melotot.
            “Lo kalo teriak sekali lagi, bakal ada yang bangun!” Desisnya ketika jarak mereka semakin dekat. Canggung, Ando melepasnya dan melirik ke belakang, diikuti Lista.
            “Siapa dia?” Tanyanya shock bahwa dia tidak sendiri. Ada seorang anak kecil yang tubuhnya dililit seatbelt dengan separo wajah tertutup rambutnya. Wajahnya terlihat cantik dan damai. Membuatnya tersenyum.
            “Anak gue.” Jawabnya dengan wajah serius dan menjalankan mobilnya kembali tanpa melirik ke arahnya yang shock dengan pengakuan barusan.
            “Serius?” Tanyanya berusaha diyakinkan. Entah kenapa, hatinya merasa diiris – iris. Sakit.
            Ando mengangguk. Dan Lista diam saja sambil bertopang dagu menatap jendela, memperhatikan jalan. Sesekali matanya melirik ke belakang. Gadis itu tak jua bangun. Tapi ntah kenapa, dia merasa sakit dengan pengakuannya barusan.
            “Kenapa gue begini? Ando punya anak? Bohong total! Tapi.. kalau iya... gimana dong? Pengakuan tragis macam apalagi yang harus gue tau?”
            Dia menggelengkan kepalanya. Dan menyandarkan kepalanya di jok mobil. Angin subuh yang menyentuh halus wajahnya, dinginnya pagi, musik yang lembut, membuatnya tertidur sepanjang perjalanan. Dan kepalanya terkulai ke pundak Ando yang asyik membawa mobil.
            Ando tersenyum melihat wajah Lista seperti bayi baru lahir ketika gadis itu tidur. Tanpa dosa.  Dia berhenti dan menatap wajahnya lama, dengan penuh hati – hati, dia mengecup keningnya. “Tidur yang nyenyak yah. Sorry.” Ucapnya tulus lalu menjalankan mobilnya kembali karna perjalanan masih jauh.

♥ ♥

          Seseorang mengguncang pelan tubuhnya. tangan yang lembut menyentuh tangannya. Dengan enggan dia membuka mata dan kaget disampingnya yang seharusnya ada Ando, kini gadis kecil itu menatapnya polos. Tatapannya hangat dan tersenyum. Senyum yang sangat mirip dengannya. Entah kenapa, hatinya seperti tersayat.
            Tatapan mata dan senyum yang mirip. Wajahnya juga. Oh...

            “Hai kak... Kita sudah sampai.” Ucapnya ketika Lista menatapnya dalam lalu melirik ke sekitarnya. Udara pantai, bau pasir putih mengundangnya ntuk turun.
            “Nama kamu siapa?” Tanyanya dan dia turun dari mobil. Gadis kecil itu mengikutinya dan berjalan memutar mobil ntuk berada di sampingnya. Tanpa ragu menggandeng tangannya.
            “Lily kak. Kalau kakak?”
            Yeah... another Hayman in my side.
            Lista menyodorkan tangannya dan berlutut. Tersenyum manis. “Aku Elista. Panggil aja Lista.” Jawabnya sambil berpencar mencari sosok Ando yang tak dilihatnya.
            Seolah tau, Lily tersenyum. “Kak Ando lagi disitu kak.” Jawabnya sambil menunjuk di arah kejauhan, Ando berdiri dengan kedua tangan dimasukkan di saku celana, tatapan ke arah pantai yang siap – siap menyambut Penguasa pagi, Matahari , sesekali berjalan santai menyusuri pasir putih. Entah kenapa, Lista tersenyum melihatnya. Dan dia tak bohong kalau sedikit terpesona dengan penampilannya yang agak cuek pagi ini. Dengan baju kaos bewarna putih berkerah V yang menampilkan dada bidangnya, dan celana pendek serta sendal jepit dan rambut acak – acakan. Tatapan tajam ketika meliriknya entah kenapa meolah jantungnya serasa berhenti berdetak sepersekian detik sebelum memutuskan untuk berdetak lagi. Entah kenapa, wajahnya memerah seketika.
            “Ayooo...” Lily langsung menariknya ntuk menghampiri Ando. tak memberinya waktu untuk berpikir.

♥ ♥

            “Mataharinya bagus yah kalau dilihat dari sini.” Entah sejak kapan, Lista sudah ada disampingnya. Membuat Ando menoleh sebentar dan tersenyum. Lalu fokus menyaksikan detik – detik penguasa Bumi di siang hari, Matahari, memberi sinarnya yang cerah untuk menerangi Bumi yang semakin hari semakin tua.
            Dia melihat di kejauhan, Lily asyik membangun istana pasir entah buat siapa sambil tersenyum riang. Membuat Ando ikut tersenyum lalu menatap Lista yang menutup matanya. Menikmati suasana pantai yang sepi.
            Ando menggenggam tangannya pelan lalu menarik untuk duduk di tepian pantai. Tak jauh dari lokasi Lily sedang membuat istana pasir yang ketiga. Membuat Lista kaget namun mengikuti.

            “Lily beneran anak lo?” Pertanyaan itu yang pertama kali keluar ketika mereka duduk bersampingan dengan kaki sama – sama ditekuk.
            “Menurut lo?”
            “Ndo... Gue serius! Lo mau kenalin gue dengan anak lo? astaga!”
            Ando tertawa terbahak – bahak. Dia mengacak rambut Lista yang sudah acak dari sananya. “Lo percaya Lily anak gue, Lis?” Tanyanya, “Jujur.” Tambahnya ketika Lista menunduk malu dan memilih menggerakkan jarinya menulis di atas pasir. Lalu mengangguk.
            Ando semakin tertawa melihatnya. “Lo memang polos banget yah. Gak mungkin lah gue punya anak di umur 18 tahun ini! Kalau iya, Lily pasti gak segede itu! Lagipula, siapa cewek yang mau melahirin di umur segini? Mengingat banyak yang milih aborsi daripada pertahanin.”
            “Kok lo ketawa sih?!”
            Kenapa gue bego banget sih?
            Ando semakin tertawa nyaring melihat wajah Lista merengut namun merona malu karna tertipu. “Gimana gue gak ketawa lo dengan polosnya percaya dia anak gue! Anak SD juga bakal bilang gue bohong kalau Lily anak gue!” Jelasnya disela tawa. Membuat Lista tersinggung dan berdiri sambil menyentakkan kaki.
            “Oh... bagus! Ketawa aja sepuasnya, Tuan Ando! ketawain aja gue yang BODOH dari anak SD karna percaya dengan omongan lo yang gak guna itu!” Lista berjalan meninggalkannya. Membuat Ando buru – buru berdiri dan mengejarnya.
            “Ngapain lo ikutin gue? Ntar ketularan begonya!” Jawabnya ketus sambil menyentakkan lengannya kasar ketika disentuh.
            “Lo mau kemana?”
            “Pulang! Gue gak mau dijadikan lelucon sama lo!” Jawabnya sambil terus berjalan tanpa ujung.
            Gue kemana nih? Ujung pantai dimana? Kenapa gak ada orang lalu lalang? Ini dimana sih?

            Dia melihat langkah Lista mulai ragu namun tak ingin ditunjukkannya. Membuatnya terkekeh. “Memangnya lo tau jalan pulang?”
            “Gue bisa tanya sama penduduk setempat atau orang lewat.  Gue gak bego – bego banget tau! Atau... gue bisa jalan sejauh mungkin sampai gue temuin angkutan umum.”
            Ando tersenyum dan perlahan mendekati Lista yang masih tersinggung dengan ucapannya. “Oh yah? Memangnya lo sanggup? Biar gue kasih tau, kita sekarang berada di Pantai yang paling ujung dari Peta Jawa Barat yang gak bisa lo liat di Peta Nasional, penduduk jarang ada disini. Yang ada disini sekarang Cuma lo, gue, dan Lily. Pulang sendiri pun gak ada gunanya sayang. Mengingat lo sepanjang perjalanan tertidur di pundak gue tanpa melihat jalan. Dan satu – satunya yang tau jalan pulang ke Kota cuma gue.” Ando memandang puas Lista yang menganga. Kalah total.
            “Lo nyulik gue?” Dan Ando mengangguk puas. “Kenapa?” Tanyanya lagi.
            “Anggap aja ini permintaan maaf gue yang lain. Kita maafan, kan?” Ando mengulurkan tangannya dan Lista menatapnya ragu.
            “Gak mau. Lo anggap gue bodoh dan itu bikin gue terluka.” Tolaknya sambil melipat kedua tangannya di dadanya dan menatap ke arah lain.
            “Gue minta maaf, Oke? Gue gak tau lo segitu percayanya dan itu bikin geli. Seorang Lista percaya lelucon seperti itu, astagaa...”
            “Yaaa... Astaga... betapa bodohnya gue dan betapa pintarnya lo.” Lista menjawab sinis. Membuat Ando buru – buru meralat. “Gue minta maaf, Lis. Ayolahh... jangan buat pagi yang indah ini rusak karna kita berantem lagi. Oke?”
            Lista menatapnya. Tatapan tulus bercampur geli ada di matanya. Entah kenapa, membuat Lista merutuk dirinya sendiri yang terlalu percaya hingga sakit sendiri. “Iya... Kita impas sekarang.”
            “Impas apaan?” Tanya Ando bingung.
            “Lo rusakin pagi indah dengan bangunin di subuh buta dan menculik gue ke pantai yang tak ada namanya di Peta Jawa Barat apalagi Nasional, dan gue merusak pagi lo dengan berantem. Impas kan?”
            Ando hanya tertawa lepas dan tanpa ragu merangkul bahu Lista dengan lengannya yang besar. Menciptakan perasaaan hangat di bahunya sekarang. Namun diabaikannya ketika melihat Lily berlari ke arah mereka sambil menunjuk suatu Villa kecil yang paling indah dilihatnya.
            “Yuk... ada yang mau gue ceritain.” Ajaknya sambil menarik Lista untuk mengikuti langkahnya.

♥ ♥

          “Lapar...” Rengek Lily ketika Ando membuka pintu Villa dengan kunci ditangannya dan bergegas masuk dalam rumah. Dan Lista terkesima dengan apa yang ada didalamnya.
            Villa kecil yang mempunyai banyak jendela di setiap sisi, dan apabila dia membuka jendela dan melongok keluar, bau laut langsung terasa dan angin sepoi – sepoi serta lambaian pohon kelapa serasa memanggilnya keluar, dan ada kursi malas serta ayunan ntuk menikmati keindahan pantai ini. Dia melangkah masuk ke dalam dan melihat  dapur yang kecil namun peralatan masak lengkap, tidak ada televisi. Hanya radio dan alat pemutar musik serta koleksi VCD yang lengkap dan semuanya lagu romantis. Dan Villa ini bertingkat dua dengan di atasnya banyak koleksi buku – buku terjemahan yang dijamin apabila kakaknya, Erika  melihat semua ini, takkan pernah mau disuruh pulang dan menerima ajakan Ando untuk menjaga Villa.
            “Suka?” Tanya Ando tau – tau di belakangnya. Dan Lista mengangguk setuju.
            “Seperti surga kecil yang nyaman. Cocok buat tenangin diri.”
            “Gue kalau frustasi lari kesini. Ini dulu Villa keluarga. Waktu gue masih kecil,” Ando merenung. Mengabaikan Lily yang sekarang mulai duduk manis membaca majalah yang dibawanya dan melupakan sejenak rengekan lapar.          “sama Kak Rafa sering main disini. Dan kedua orang tua gue waktu akur selalu ngajak kesini. Menghilang dari kesibukan. Dan itu takkan lama karna papah selalu ngeluh dengan sinyal ponsel yang sangat buruk.” Dia tersenyum ketika waktu masa kecil ada disini. Bermain dengan kedua orangtuanya. Membuat istana pasir atau apa saja dan menyiram air bersama bersama papah dan Kak Rafa. Lalu dari dalam mamanya akan memanggil mereka untuk menikmati cemilan yang dibuatnya. Dan itu takkan pernah lama. Karna setelah itu papahnya akan mengajak pulang karna kehilangan sinyal ponsel yang berpotensi kehilangan klien penting.
            Lista terdiam. Membiarkan Ando menjelajah ke masa lalunya dan menceritakan sedikit padanya. “Tapi gue senang. 45 menit disini sangat berarti bagi kami yang kehausan kasih sayang dan kelimpahan harta. Dan gue sering mampir kesini kalau lagi frustasi. Apalagi waktu kematian kak Rafa. Seminggu gue disini tanpa berbuat apa – apa. Hanya merenung dan merenung. Tak ada niat balik ke dunia nyata. Tenggelam di keindahan pantai berpasir putih, keheningan Villa yang menjanjikan. Membuat gue merasa cukup untuk hidup 1000 tahun disini.”
            “Kak Lista...” Panggilan Lily membuyarkan konsentrasinya akan ucapan Ando. dia menoleh dan melihat gadis itu sedang menunjukkan makanan yang diinginkannya. “Kakak bisa bikin ini gak?” Tanyanya polos sambil menunjuk gambar pancake yang di majalah yang dia pegang sekarang. Tanpa ragu, Lista mengangguk. “Kamu mau?”
            “Iyaaa... bikinin yah kak.”
            “Tapi bantuin yah campurin adonannya. Gimana?” Tawar Lista dan Lily langsung merosot turun dari duduknya dan tersenyum ceria.
            “Oke kak.”
           
            Ando melihat keakraban itu, tersenyum. “Gue bantuin deh. kita ambil bahan – bahannya di bagasi belakang. Udah gue siapin pagi tadi mengingat disini gak ada pasar.” Jawabnya sambil berjalan keluar diikuti Lily yang menggandeng tangan Lista.

♥ ♥


            “Hati – hati loh kalo sama Lily. Luarnya aja polos, tapi sebenarnya usil!” Ando memperingatkannya ketika mereka mengambil barang – barang di mobilnya. Dan Lista nyengir.
            Well, Gue udah biasa nanganin orang usil. Apalagi sejenis Lily yang 11 : 12 sama lo.” Lista nyengir dan bergegas masuk ke dalam.
            Ando hanya tersenyum dan menutup bagasi mobilnya lalu masuk ke dalam dengan membawa seplastik peralatan masak yang dibawanya sendiri.

            Lily dan Lista asyik membuat adonan di dapur. Ando ingin membantu, tapi buru – buru diusir Lista dengan alasan ini urusan wanita. Membuatnya tertawa dan memutuskan duduk di luar sambil membaca buku.
            Lily melirik Lista yang asyik mengocok telur sambil bersinandung. Dia takjub dengan penampilannya. Hem yang menutupi tanktopnya kini diikat di pinggang, topi di balik ke belakang, dan jaket tebal yang kini tergantung rapi di kamar tamu. Membuat Lily kagum melihatnya. Cantik tapi tomboy habis!
            Mendadak, usilnya kumat. “Kak...” Panggilnya sambil menarik bajunya perlahan. Membuat Lista menoleh. “Kenapa dek?”
            “Kakak pacaran sama kak Ando, kan?” Entah kenapa, pertanyaan dengan wajah polos Lily membuatnya memerah.
            “Kata siapa? Bohongin tuh kamu.” Elaknya sambil meneruskan pekerjaannya mengocok telur kemudian dicampurkannya dengan tepung dan gula lalu diberinya sedikit air dan diaduknya perlahan.
            “Kata Kak Ando. dia bilang kalo nama pacarnya adalah kak Lista. Iya kan? ayoooo... kak, ngaku aja. Kata Kak Ando, Bohong itu dosa. Nanti masuk neraka.” Ucapan polos plus petuah membuat Lista antara hendak mencibir atau tertawa.
            Enak bener ngajarin anak kecil bohong itu dosa! Kayak dia gak ngelakuin aja! Dasar cowok Bunglon!

            Melihat tatapan hitam yang besar itu menuntutnya. Dia menghela napas. “Iyaaa... kakak pacarnya kak Ando. kenapa dek?”
            “Kakak mau tau gak rahasia kak Ando? Lily punya rahasia loohhh... dijamin kalo kak Ando tau, dia pasti malu.” Lily menjawab dengan suara berbisik. Membuatnya mau tak mau menundukkan badannya agar suaranya terdengar jelas.
            Awalnya dia ingin mengabaikan. Namun, hatinya penasaran untuk tau. “Kapan lagi gue tau rahasia seorang Ando yang bikin malu itu secara Cuma – Cuma oleh anak kecil ini? Itung – itung sebagai senjata kalau dia berbuat gak keruan ma gue.” Batinnya.
            “Oh yah? Apaan?” Lista tak tahan untuk tak bertanya dan semakin mendekatkan diri ke Lily yang mulai tersenyum kemenangan.
            Dan... Sebelah wajah kiri Lista langsung diolesi tepung sebanyak mungkin oleh tangan mungilLily dan gadis kecil itu tertawa terbahak – bahak ketika melihat hasil kreasinya mengenai rambut Lista. Seolah tak puas, tanpa dosa Lily mengambil tepung disampingnya dan meletakkannya tepat di rambutnya. Senyumnya penuh kemenangan ketika Lista melotot ke arahnya. Kaget.
            “Lilyyyyyy.... sini kamuuu!!!!” Teriaknya dan Lily langsung lari keluar dapur sambil tertawa.

            “Kak Anddooooooo... Tolong...” Lily semakin kencang berteriak ketika tiba di depan pintu. Ando yang mendengar teriakannya, langsung berdiri dan menangkap Lily dan kaget melihat wajah Lista.
            Gadis itu manyun dengan muka dan rambut kena tepung. Bajunya tak luput dari “Serangan” Lily yang tersenyum jahil di pelukannya.
            “Lily...” Ando menatap Lily yang tersenyum jahil. “Sorry, kak.” Ucapnya sambil menoleh ke Lista yang melipat tangan ke belakang. Wajahnya masih manyun ketika melirik Ando yang hendak tertawa melihatnya.
            Melihat Lista tak mau menjawab, Lily berinisiatif melepas  pelukan Ando dan berjalan ke arahnya. Tatapan mereka beradu. Yang satu datar, satunya lagi jahil bercampur maaf.
            “Kak...” Lily mengulurkan tangannya untuk minta maaf. Lista hanya menatap sekilas tanpa hendak membalasnya. Senyumnya mengembang.
            “Oke deh.” Tanpa aba – aba, kedua tangan Lista yang penuh tepung langsung melumuri wajah Lily tanpa ampun. Bahkan poni rambutnya tak luput dari sasaran. Ando terbahak – bahak melihatnya.
            “Impas kan dek?” Lista mengulurkan tangan dan mengedipkan matanya. Lily hanya tersenyum kalah tapi membalas uluran tangannya.
            “Impas kak.”
            Ando mendekat ke arah mereka dengan tertawa terbahak – bahak. Lalu merangkul Lista dan membersihkan tepung di atas kepalanya. “Lo kayak nenek – nenek. Sini gue bantu bersihin.” Ucapnya sambil terus membersihi rambut di kepala Lista.
            “Kak...” Lily merengek. Tak terima diabaikan.
            Ando menoleh ke arahnya dan tertawa lalu mengulurkan tangan ke wajah Lily. Sebelum kena, tau – tau, Lista langsung mengoles tepung yang tersisa di tangannya ke pipi kiri Ando dan rambutnya. Lily pun melakukan hal yang sama. Bahkan lebih parah. Merasa atmosfer berubah, Lista buru – buru melepas rangkulannya dan menjauh.
            Ando terdiam dan menatap mereka bergantian yang entah sejak kapan sudah menuruni Villa dan berlari. Ando pun mengejarnya sambil berteriak memanggil mereka yang tertawa terbahak – bahak karna wajahnya tak jauh beda dengan mereka sekarang.

            Ando berhasil menangkap Lista dari belakang dan memeluk pinggangnya erat. Membuat Lista terdiam sambil berusaha melepas. Namun pelukannya terlalu erat. “Ndo... gue Cuma bercanda. Jangan marah dong! Lily yang duluan, dia...” Ucapannya terhenti ketika tubuhnya dibalik ke depan dan Ando langsung memeluknya. Membuatnya tak bisa berbuat apa – apa selain membalas pelukannya ragu.
            Thanks.
            For what?” Tanyanya bingung.
            “Bikin gue tertawa lagi di tempat ini.” Ucapnya tulus.

♥ ♥

          “Enak?” Tanya Lista kepada Lily yang duduk manis di meja makan  sambil mengacungkan jempol ke arahnya dan mengambil pancakenya lagi. Insiden pelemparan tepung berujung pelukan di pantai, membuat mereka sarapan pagi sekitar 10 pagi. Dan Lily tak pernah berhenti menggodanya.
            “Lily lo kasih makan apa sih jadi godain gue mulu?! Heran deh!” Lista teringat gerutuannya ketika membiarkan Ando membantunya masak dan Lily tak diijinkannya lagi. Takut mereka akan melewati pagi dengan saling melempar tepung. Dan cowok itu hanya tersenyum. “Gue kasih makan cinta.” Jawabnya. Membuat Lista diam.
            “Kenapa melamun?” Ando berhenti makan dan melihat Lista yang asyik menatap Lily yang asyik makan sambil membaca majalah anak – anak yang dibawanya.
            “Gak... wajah dia mengingatkan gue dengan kakak lo. Kak Rafa.” Ucapnya. Namun segera terdiam ketika sadar tak seharusnya dia mengucapkan itu.
            Aduh... bodoh lo, Lis.

            “Yaiyalah mirip. Wong dia anak kak Rafa.” Ando menjawab enteng sambil memakan pancakenya lagi lalu mengirisnya pelan lalu mengarahkan ke Lista. “Makan.” Perintahnya ketika Lista melotot ke arahnya. Shock.
            “Serius? Bukannya lo bilang kak Rafa...” Bisiknya karna tak ingin kedengaran Lily karna membahas ortunya.
            “Gue akan jawab kalo lo mau makan. Gue suapin.” Ucap Ando ketika sendok di depan mulutnya tanpa dibuka.
            Lista menggeleng. “Gue bisa sendiri.” Tolaknya sambil mengiris dan memasukkannya ke mulut.
            “Gue memaksa.” Ando menatapnya dengan tatapan bantah, atau nurut. Membuat Lista melotot dan memutuskan untuk membuka mulutnya lagi. Membiarkan Ando menyuapinya.
            “Gitu dong.” Ando menatapnya puas ketika Lista mengunyah makanan yang disuapinya.
            “Apa lo liat – liat?!” Lista memergoki Ando sedang menatap tubuhnya tanpa berkedip. Siapa yang tak tergoda untuk meliriknya yang memakai tanktop bewarna hitam yang menegaskan jelas lekuk tubuhnya, kulit yang putih, dan celana jins yang ketat serta kemeja kotak – kotaknya yang di lilit di pinggang. Bahkan dirinya sampai harus menelan ludah melihat Lista yang begitu menarik di sebelahnya sekarang.
            Ando salah tingkah di buatnya. Dan dia berdehem. “Siapa juga yang liatin lo?! Pede!” Elaknya sambil memakan makanannya sendiri. Bayangan tubuh Lista disingkirkan jauh – jauh dari otaknya.

           
♥ ♥

          “Hujan...” Serunya ketika mereka sudah selesai sarapan pagi dan membereskannya. Lily sudah lari keluar Villa untuk main hujan. Meninggalkan Lista dan Ando yang entah kenapa, kikuk sendiri.
            “Iya... bikin dingin.” Timpal Lista yang asyik mencuci piring sesekali bersinandung. Hujan membuat udara semakin dingin. Membuatnya ingin lari ke selimut dan melingkupi dirinya disana.
            Ando yang asyik menatap hujan lewat jendela sambil mengawasi Lily, entah karna pikirannya lagi konslet atau udara dingin yang semakin menggigit, dia menghampirinya dan memeluk dari belakang. Memberi kehangatan. Membuat Lista terhenti.
            “Ndo...” Panggilnya ketika pelukan itu semakin mengerat. Menghangatkan tubuhnya. tubuhnya langsung merespon penolakan keras. Tapi hatinya, entah kenapa tak menolak. Justru menginginkannya.

            “Syuuttt...” Dia menempelkan jarinya di bibir Lista. Menyuruh diam. Dan dia menenggelamkan wajahnya di rambut Lista yang harum. Walau masih tercium bau tepung.
            “Gue gigit nih jari gak nanggung loh,” Ancamnya ketika jari itu semakin menekan bibirnya.
            Ando tertawa di belakangnya. Hangat dan ceria. Seolah tak ada aura kesedihan dan kesepian yang selalu memeluknya setiap dia ada disampingnya.
            “Emangnya lo berani?” Perlahan, dia membalikkan tubuh Lista menjadi di hadapannya dan tersenyum. Tatapan matanya penuh hangat. Sanggup membuatnya tertegun.
            “Berani kok. Nantang ceritanya?” Dia berusaha menenangkan hatinya yang semakin deg –degan dengan bercanda. Bingung dengan dirinya sekarang.
            Kenapa gue jadi gugup begini?
            “Gue lupa lo gak suka di tantang.” Dia menampilkan senyum miringnya. Membuat lesung pipi kirinya semakin dalam.
            “Bagus deh. jadi gue hemat tenaga ntuk gak membuktikannya.” Dia melepas tangan Ando yang memegang kedua pundaknya. Mereka bertatapan sekali lagi.  “Eh... Kita mandi hujan yuk.” Lista memberi usul dan tanpa persetujuan, dia langsung menarik Ando keluar untuk bergabung dengan Lily.

♥ ♥

            Ando menceritakan masa lalu Lily di tepi pantai sambil menikmati tetesan air hujan yang membasahi tubuh mereka. Di kejauhan, Lily asyik bermain sendiri. Tak mempedulikan tubuhnya yang basah. Bahkan sampai menari – nari sambil sesekali melambaikan tangan ke arah mereka.
            Lista mendengarkan dengan serius. Miris hatinya ketika gadis ceria itu tak merasakan hangat cinta keluarga besarnya. Menghabiskan waktu dengan adik papahnya yang berjuang memulihkan dirinya sendiri dari trauma. Sungguh, Ando lebih rapuh dari perkiraannya. Tegar seperti batu karang di depan, tak tersentuh, dingin. Tapi, rapuh seperti kapas. Kepercayaannya mudah pecah seperti kaca bening.
            “Tapi... Lily beruntung karna sama lo. kalau dia dengan keluarganya yang lain, mungkin dia takkan seceria ini, Ndo.”
            “Iya ... gue juga beruntung karna waktu itu mau untuk merawatnya. padahal gue nol soal beginian. Belum lagi gue masih hancur – hancurnya karna kematian kakak gue dan penolakan orang tua gue yang semakin kentara. Bahkan, di saat pemakaman, gue dianggap gak ada. Mama gue menangis hebat di kuburan kak Rafa. Mengabaikan gue yang berdiri tak jauh darinya. Yang lebih hancur darinya.” Dia menunjukkan wajah dan menatap muram ke arahnya.
            “Gue tau bagaimana sakitnya. Walaupun gak ngerasain. Tapi, Ndo, yang harus lo sekarang, lo punya Lily yang butuh kasih sayang lo sebagai kakak, sebagai orang yang dituakannya, yang tau papah – mamanya. Gue tau itu berat, banget malah ntuk lo tanggung mengingat lo sendiri gak pernah merasakan kasih sayang secara utuh, tapi, entah kenapa gue percaya, sangat percaya lo bisa melakukannya. Gue akan nolongin kok. menjadi kakak yang baik buat Lily mengingat gue dari dulu pengen punya adik.”
            “Lo percaya? Sama gue?”
            Lista mengangguk. “Sangat percaya. Meskipun lo playboy, cowok sengak yang pernah gue temui, tapi jauh dari hati lo paling dalam, lo seorang kakak cowok ideal.”
            Ando tersenyum mendengar pujiannya. Dia jarang dipuji secara tulus. Membuat hatinya menghangat. “Gue memang kakak ideal ntuk adik siapapun, Lis. Termasuk ntuk lo.” Godanya. Membuat Lista mengerut kening
            “Maksudnya?”
            “Ada deh,” Dia menarik hidung Lista agak keras dan berlari menembus hujan ketika gadis itu mengejarnya penuh emosi sambil mengusap hidungnya yang memerah.

♥ ♥

          Mereka masuk dalam Villa dengan keadaan basah kuyup kehujanan. Lily menggigil kedinginan, bahkan giginya sampai bergemelutuk. Membuat Ando khawatir dan menunduk.
            “Makanya kakak bilang juga apa, kamu jangan mandi hujan. Dingin kan?” Tanyanya sambil memberikan segelas susu coklat hangat yang baru dibuatkan Lista ke Lily.
            “Tapi ... enak kak.” Bantahnya sambil menghirup aroma hangatnya dan meminum perlahan. Wajahnya memerah.
            “Handuk mandi dimana, Ndo?” Tanya Lista di dapur yang tak kalah basahnya dan ingin mengeringkan rambut. Namun tak menemukan handuk tersampir atau lemari kecil yang khusus menyimpan handuk seperti rumahnya.
            Ando berdiri dan berjalan ke arahnya. Rambutnya yang basah karna air hujan, menetes dan turun ke wajahnya, entah kenapa membuat Lista lagi – lagi terhipnotis. Bahkan tangannya mendadak gatal ingin menghapus air hujan yang membasahi wajahnya itu. Dengan geram dia mengusir pemikiran gilanya itu dari otaknya jauh – jauh.
            Gue kenapa sih?! Kok jadi nepsong begini?! Hush... hush! Pergi!
            “Nih.” Ando menyerahkan 3 buah handuk besar dan kecil dan berkerut kening melihatnya menggelengkan kepalanya sendiri. “Kenapa lo?”
            Lista memerah seketika. Kepergok. “Gak papa. Ada sesuatu berdengung di telinga gue. Tau apaan.”
            “Telinga mana?” Tiba – tiba, Ando langsung menariknya pelan dan menyentuh telinga kanann pelan dan berbisik. Bahkan memain – mainkan daun telinganya. Membuat jantungnya kebat – kebit.
            “Ud...dah... Hil..lang kok.” Jawabnya terbata – bata dan melepas tangan Ando dari telinganya yang malang dan menjauh.
            “Yaudah. Lo mandi aja deh setelah ini. Ntar sakit.” Ando menjawab sambil lalu seolah tak peduli perlakuannya barusan membuat Lista harus ekstra menarik napas senormal mungkin.
            “Mandi dimana? Kamar mandi kan Cuma satu.” Jawab Lista polos. Membuatnya menepuk kening sendiri.
            “Gue lupa. Yuk...” Jawabnya dan langsung menarik Lista ke lantai atas.

♥ ♥

          “Sebenarnya, ini kamar gue. Tapi, lo bisa mandi disini kok. gue mandi di kamar kak Rafa aja di sebelah. Lily di kamar bawah.” Jelasnya dan melihat Lista menutup mata di balkon kamarnya. Menghirup napas sedalam mungkin. Bau pantai memang menyenangkan. Apalagi dicampur dengan sejuknya hujan.
            “Gue suka Villa ini.”Ucapnya sambil menatapnya. Tatapan mata Lista berbinar – binar.
            “Gue juga suka kalau lo suka. Udah mandi sana. Lo udah 2kali kena hujan kan?” Tanyanya dan Lista mengangguk. “Gue gak mau lo sakit. Mandi deh.”
            “Gue akan mandi kalau lo dengan senang hati keluar, Ndo. Gue gak mau lo ada disini.”
            “Ngusir ceritanya? Sayang banget, padahal gue suka disini nih. Adem...” Ando menatapnya penuh goda. Membuat wajahnya memerah.
            “Ando! kalo lo gak mau keluar, gue gak akan mandi! Bodo amat pulang basah kuyup kayak kucing kecebur di got atau apalah namanya!” Ancamnya dengan wajah semakin merah ketika Ando semakin menggodanya lewat tatapan.
            “Oke deh. gue keluar, cantik.” Ucapnya dan melenglang kangkung keluar kamar. Tepat di depan pintu, dia berhenti. “Lo ada bawa baju ganti gak?”
            Lista menggeleng. “Gak dong. mana gue tau akhirannya bakal kayak gini!”
            “Di lemari gue ada baju kaos. Lo pakai aja yang mana cocok di tubuh lo. gue gak mau mulangin lo dengan baju basah walau lo udah mandi. Ntar masuk angin.”
            “Gak usah. Gue ada kok.” Dia menunjukkan Kemejanya yang setengah basah dan jaketnya. Ando menggeleng tegas. “Gak usah membantah. Gue gak mau lo sakit, Lista.”
            “Tap...tapi...”
            “Gak ada tapi – tapian! Gak make, gak gue pulangin. Mau?”
            Lista manyun. Wajahnya menolak keras. Membuat Ando menghela napas dan masuk lagi lalu membuka lemari bajunya. “Lo cewek paling keras kepala yang pernah jadi pacar gue!” Gerutunya.
            “Bodo!”
            Ando membuka lemari satunya yang berisi kemeja – kemeja yang tak pernah dipakai. Dia mengambil satu. “Pakai ini.” Dia melempar kemejanya bewarna biru malam di ranjang, warna kesukaannya. Dan sepertinya pas di tubuh Lista. Dan baju kaosnya yang bewarna hitam di lemari satunya. “lo mix­ – match aja deh. sesuai selera lo.”
            “Gue gak mau, Ando! gue gak pernah make baju cowok kecuali punya kak Bian! dan itupun waktu gue berumur 7 tahun!”
            “Anggap aja kalau lo sekarang sedang berumur 7 tahun lagi yang suka pake baju cowok. beres kan?”
            “Gak! Gue gak mau! Titik!”
            “Yaudah... nginep lo disini malam ini.” Ando keluar dari kamarnya dan sebelum menutup pintu, dia berkata “dengar – dengar dari penduduk sekitar, rumah ini ada yang nungguin loh... lo kan tinggal disini, nanti ajak kenalan yah sama penunggunya. Kalau perlu sahabatan deh. terus kasih kabar ke gue lewat surat , lo buat dalam botol, dan larutin ke pantai. Mengingat disini gak ada sinyal ponsel. Bye.” Dan menutup pintu pelan. Membuat Lista jengkel.
            “Dasar cowok sinting! Keras kepala! Kepala batu! Gue benci sama lo!” Teriaknya sambil melempar bantal ke arah pintu.
            Ando yang mendengar semua sumpah serapahnya, hanya tersenyum simpul dan masuk kamar kakaknya sambil bersinandung untuk mandi.

♥ ♥

          Ando tersenyum ketika Lista turun dari atas mengenakan pakaiannya. Bahkan, membuatnya tambah cantik dalam sisi berbeda.
            “Apa lo senyum – senyum?!” Lista kepikiran ucapan Ando tentang penunggu di Villa ini. Mengingat dia sebenarnya penakut. Dengan berat hati, dia mengenakan pakaiannya dan kaget ternyata pas.
            “Siapa juga yang senyumin lo? Gue senyumin Lily tuh. Pede bener deh.” Ando menunjuk Lily yang memang di belakang Lista dengan dress penuh bunga – bunga kecil. Membuatnya seperti tuan putri.
            Masa sih? Tapi kok...
            “Ayooo kak... jangan ngelamun.” Lily langsung merangkul tangan Lista dan mereka keluar rumah beriringan.

♥ ♥

            Sepanjang perjalanan, mereka saling melempar lelucon dan tertawa. Lily yang duduk di belakang sampai – sampai loncat untuk duduk di pangkuan Lista. Membuat mereka kaget. Apalagi Ando yang tau Lily tak biasa dekat dengan orang yang tak dikenalnya jauh. Walaupun Om dan tantenya sendiri yang kadang – kadang mengunjunginya.
            “Kak.. anyamin...” Lily menunjuk rambutnya sendiri untuk dikepang dua. Membuat Lista tertawa.
            “Boleh.” Dan tangannya langsung bergerak lincah memisah rambutnya dan mengepangnya.
            Asyik mengepang, tau – tau ponselnya berbunyi. Membuat Lista menghentikan aktifitasnya dan mengeluarkan ponsel dari saku celana lalu menatap Ando was – was. “Kak Bian.” mendadak dia susah menelan ludah.
            “Angkat aja. Kenapa?”
            “Gue bakal diamukin karna ngilang jam 5 subuh dan baru jam ...” Lista melirik jam tangannya dan melotot. “Jam 4 sore?! Kita di pantai selama itu?! Serius?!” Dia menjerit sekarang. Ponsel terabaikan.
            “Lista... angkat telponnya atau kita bakal diamukin.” Ando memperingatkannya dan sekarang menghentikan mobil.
            “Atau gue yang ngomong sama kakak lo?” Lanjutnya.
            Lista langsung menjawab telpon kak Bian dan harus menjauhkan ponsel dari telinganya karna teriakan yang berasal darinya. “Dimana loo dek?! Gue telpon seharian gak aktif! Lo di daerah antah berantah yah? Kenapa gak ijin sama gue?! Gue panik tauuuuuuu!!!!!”
            “Gue ijin sama kak Erika pagi tadi. Iyaaa... soalnya gue...” Dia melirik Ando dengan tatapan gara – gara lo nih! Dan cowok itu hanya nyengir. “Diajak Ando pagi buta ke pantai kak.”
            “Berdua? Ke pantai? Gak ngapa – ngapain kan?”
            “Otak lo jangan serong dong kak! Gue ke pantai gak berdua doang, dia bawa adiknya. Gue kan gak kayak lo kak, kemana – mana pasti nyari tempat sepi.”
            “Ngawur!” Terdengar gerutuan Bian lalu tertawa. “Lo dimana sekarang?” Dan Lista melirik papan jalan di depannya lalu menyebutkannya. Terdengar suara Bian sedang mengingat – ingat lalu mengangguk. “Oke deh. hati – hati yah.”
            “Sip kak.” Lista mengangkat jempol lalu mematikan ponsel dan tersenyum lega.
            Ando pun menjalankan mobilnya kembali dan tersenyum lega karna masalah selesai. Lily pun tertidur di pelukan Lista seperti koala memeluk pohon. Membuat mereka saling bertatapan dan tersenyum.

♥ ♥

          “Lis... bangun... Udah nyampe nih.” Ando menggerakkan tubuhnya perlahan . membuat Lista mengucek – ucek mata dan menatap sekelilingnya. Hampir saja dia hendak melompat turun kalau tak ingat Lily masih tertidur dipangkuannya.
            “Lily...” Panggilnya pelan sambil mengelus rambut panjangnya. Lily pun membuka mata dan menatap Ando lalu menatapnya. Setengah sadar dia meloncat ke jok belakang dan melanjutkan tidur. Membuat Lista melongo.
            “Dia...”
            “Emang kayak gitu kok. tidur aja kadang sambil jalan. Dia tidur di kamar gue tiap malam. Biar enak ngawasin. Hahaha...”
            “Ajaib,” Hanya itu yang bisa dia ungkapkan. Membuatnya teringat dulu kak Bian sempat tidur sambil jalan, tertawa ngikik pula, bahkan tak jarang sampai tertawa terbahak – bahak sambil menuruni tangga dan hendak keluar rumah tengah malam buta. Hampir lolos kalau kak Erika yang entah dari jam berapa, menunggunya di ruang tamu dan langsung menyiram air di wajahnya agar sadar.
            Ando tertawa mendengarnya. “Gue pulang dulu yah. Sampai ketemu besok.” Ucapnya ketika Lista sudah turun dari mobil dan melongok ke belakang. Melirik Lily.
            “Sip. Thanks juga soal pantainya. Indah.” Dia tersenyum dan melambaikan tangan ketika mobil Ando menjauh dan segera masuk rumah.

♥ ♥

            “Cieee... yang berduaan di pantai, so sweet...” Lista langsung melongok ke atas dan nyengir ketika kedua kakaknya berada di atas. Wajahnya memerah seketika.
            “Tau deh yang lagi balikan ama yayangnya. jadi ngiri deh.” Goda Erika dan tertawa melihat wajah Lista semakin merah.
            “Apaan sih lo, kak.” Elaknya.
            Bian nyengir kuda. Dia turun ke bawah dan menghampiri Lista. “Mau ikut gak? Jemput mama sama papah di bandara? Itung – itung sambil rayain ultah pernikahan mereka yang ke – 26.” Ajaknya yang sudah berpakaian rapi. Begitu juga dengan kakaknya, Erika yang sudah mengenakan pakaian kebangsaannya sendiri. Dress selutut penuh motif bunga – bunga kecil dan sepatu flat. Membuatnya terlihat anggun.
            “Pengen banget kak. Tapi... Lista capek banget nih. Gak papa, kan kalau gak ikut?” Ucapnya dengan lesu.
            “Iyaa... gak papa kok. udah lo istirahat deh. Ntar sakit.” Jawabnya penuh perhatian. Mendadak Lista semakin tak enak mengingat ini hari istimewa kedua orang tuanya.
            “Eumm... kak Bian, Lista ikut aja deh. gak cape – cape amat kok. bentar yah.” Tanpa menunggu penolakan kakaknya, dia langsung berlari ke kamar untuk mandi dan berpakaian serapi mungkin.

♥ ♥

          Mereka berada di sebuah restoran mewah dekat Bandara. setelah menjemput orang tuanya, mereka langsung pergi ke restoran untuk merayakannya yang sudah dipesan Putra dengan ruangan khusus untuk mereka beberapa hari sebelum berangkat ke Jogjakarta untuk bulan madu kesekian kalinya dengan istri tercinta. Erza.
            “Kamu kenapa diam, Lis?” Erza bingung melihat anak paling bungsunya tak secerewet biasanya.
            “Gak papa ma. Tadi Cuma kecapekan kok. hehehehe...” Lista menjawab penuh senyum. Romantisme kedua orang tuanya ntah kenapa, dia jadi menginginkannya kelak. Tapi, dengan siapa?
            “Dengan Ando mungkin.” Hatinya langsung menjawab pertanyaan di otaknya. Membuatnya menggeleng kuat – kuat. Menolak.

            Tiba – tiba, Putra berdiri dan menghampiri sebuah piano yang ada di tengah ruangan. Dia sudah minta ijin dengan pemain musik disana dan mereka mempersilahkannya. Membuat mereka bingung.
            “Papah ngapain ma?” Tanya Bian dengan kening berkerut. Erza angkat bahu. Tak mengerti otak suaminya.
            Putra menatap Erza dan mengedipkan mata. Tangannya menekan lembut tuts – tuts piano. Alat musik ini sudah seperti jiwanya. “Selamat malam semua.” Putra menatap pengunjung yang hadir dan menatapnya antusias. “ Hari ini saya mau menyanyikan sebuah lagu untuk istri saya tercinta, Erza Noor Assifa yang saat ini duduk bersama ketiga anak kami.” Dia menunjuk tempat dimana Erza duduk sekarang dan tersenyum ketika wajah istrinya memerah malu.
            Bian memberikan instruksi kepada Erika dan Lista untuk saling merundukkan badan dan berjalan pelan – pelan menjauhi meja. Memberi privasi kepada papahnya untuk menyampaikan perasaan yang menggebu – gebu pada mamanya.
            “Karena, ini adalah hari pernikahan kami yang ke – 26. Dan saya sampai hari ini, bahagia karena dia memilih saya untuk menjadi pasangan hidup dan membuat saya bisa memiliki seutuhnya. Hati, jiwa serta raganya.” Putra tersenyum lagi ke arah Erza yang melotot karna tingkahnya yang sungguh membuatnya malu. bahkan beberapa pengunjung memberinya tepuk tangan.
            Putra melihat ketiga anaknya yang duduk paling jauh dari TKP. Tersenyum karna tau siapa dalangnya. “Dan ijinkan saya hari ini menunjukkan rasa cinta pada istri saya dan mengatakan, bahwa dia lebih dari segalanya. She’s my angel for my life.” Ucapnya dan dia memainkan sebuah lagu yang dulu dinyanyikan berdua saat mereka menikah.

“Cintaku bukanlah cinta biasa...
jika kamu yang memiliki
dan kamu yang temani ku seumur hidupku.
Seumur hidupku.”
*Afgan – Bukan cinta biasa.*

            Erza hanya tersenyum mendengarnya dan tak menolak ketika salah satu penyanyi cafe menyodorkan mic untuk menyanyikan lagu cinta itu berdua di depan dengan suaminya. Pasangan hatinya.

♥ ♥

          “Ma... Lista tidur dulu yah,” Pamitnya ketika sudah di depan pintu kamarnya. Kejadian romantis di restoran membuat orang tuanya saling menatap penuh cinta dari pulang restoran hingga sampai dirumah. Tangan mereka saling berpegangan. Tak terlepaskan. Membuatnya tersenyum. Namun seketika meringis ketika teringat Ando dan Lily yang tak merasakan kasih sayang orang tua secara utuh seperti dirinya. membuat hatinya berdesir halus. Yang dulu diabaikannya kuat – kuat. Hingga saat ini.
            Erza menatap anaknya dan tersenyum mengiyakan. Erika dan Bian sudah menghilang masuk kamar. Dan Lista pun langsung mencium pipi kedua orang tuanya dan tersenyum. “Happy birthday for us, Mom, Dad.” Ucapnya tulus segera berlari masuk kamar. Meninggalkan Putra yang menatap istrinya mesra.
            “Gak nyangka anak – anak pada gede dan gak kerasa  juga kita menikah selama 26 tahun. 5 tahun kita habiskan untuk menanti datangnya Erika – Bian, dan 3 tahun kemudian, Lista lahir ke dunia. Aku sungguh beruntung sayang.” Dia mengecup bibir istrinya lembut.
            “Aku juga.” Dan membiarkan tubuhnya diangkat suaminya ke tempat tidur. Menghabiskan malam ulang tahun pernikahan mereka berdua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar