Kelly
Clarkson – dark side, nada dering ponsel yang baru diganti sedang bernyanyi
nyaring, membangunkannya dari mimpi indah yang pertama kali dia alami setelah
baru saja mendapatkan mimpi buruk. Sambil menggeram pelan, dia melihat layar
ponselnya dan mengangkat dengan suara sangat mengantuk. “Haloo..”
“Baca sms gue gak?” Dan dia
menggeleng lemah karna matanya masih mengantuk. Sesekali menguap. Membuat si
penelpon menghela napas.
“Gue udah di depan rumah lo nih.
Ayoooo...”
Lista semakin mengerang. “Gue
ngantuukkk... Andoooo...”
“Ayolah... gue udah rela – rela
tidur Cuma dua jam setengah buat nunjukkin sesuatu sama lo. jangan buat usaha
gue sia – sia deh.” Balasnya dengan suara memaksa tak terbantahkan.
“Nyesal gue maafin lo kalo jadinya
kayak gini.” Lista menggerutu sambil mengacak – acak rambutnya dan duduk
bersila di ranjang. Mulut dimanyunkan.
“Lo ngomong apa barusan? Coba ulangi
lagi.” Suaranya berubah dingin. “Gak turun dalam hitungan 10 detik dari
sekarang, jangan salahi gue gedor pintu rumah lo. 1..., 2...,” Ando mulai
menghitung.
“Iyaa....iyaaa...! tunggu bentar! Dasar
cowok gila!” Rutuknya dan segera turun dari tempat tidur, berganti pakaian
tidur menjadi tanktop dilapis dengan Hem
dan jaket tebal, rambut pendeknya semakin acak – acakan dan tak ada niat ntuk
disisir, topi, dan memakai sepatu ketsnya yang sudah pudar.
Tanpa melihat cermin bagaimana ancur
penampilannya sekarang, dia keluar kamar dengan terhuyung – huyung karna masih
sangat mengantuk.
♥
♥
“Kak Rika...” Dia menggedor pelan
kamar kakaknya. Minta ijin ntuk kabur.
Rika keluar dengan dasternya yang manis.
Bahkan wajahnya tetap cantik meskipun baru saja dibangunkan paksa oleh adiknya
yang sedang berdiri di depan pintu. “Mau kemana?” Tanyanya melihat penampilan
Lista yang jauh dari kesan cewek dan tak ada niat ntuk berkomentar karna
otaknya mengirimkan sinyal ntuk segera kembali ke kasur setelah baru tidur jam
4 subuh karna mengerjakan tugas yang menggila.
“Diajak Ando jalan kak. Boleh kan?”
“Udah ijin sama Bian?” Tanyanya
sambil menguap pelan. Bahkan tak ada niat untuk menginterogasi mau kemana
sesubuh ini.
Lista menggeleng. “Ijinin yah kak.”
Erika mengangguk, “iya... udah sono
pergi. Kakak ngantuk.” Jawabnya sambil mendorong pelan.
Sebelum menjawab, tiba – tiba ponsel
di kantongnya bergetar. Membuatnya mendengus jengkel. “Ngajakin kok
mendadak?! Subuh buta lagi! Dasar kalong!” Gerutunya.
“Yaudah kak. Gue pergi dulu yah. Bye.” Ucapnya dan bergegas turun ke bawah sebelum ponselnya semakin merongrong.
“Yaudah kak. Gue pergi dulu yah. Bye.” Ucapnya dan bergegas turun ke bawah sebelum ponselnya semakin merongrong.
♥
♥
“Kenapa lama?” Sambutan yang sangat dingin,
sedingin udara subuh ketika Lista naik ke mobil Jeep yang dia tau sering untuk offroad.
Dia merengut.
“Begitu
sambutan lo ntuk seseorang yang lo bangunin paksa di subuh buta begini?! Jam
segini enaknya tidur, Ndo! Bukannya bangun terus dibawa ke tempat yang gue gak
tau kemana! Lo kenapa gak ngasih tau gue?!”
“Coba
check ponsel lo.” Perintahnya dan menjalankan mobil dengan pelan.
Lista
menuruti perintahnya dengan batin penuh tanya. “beberapa jam yang lalu dia
baik ma gue, kenapa subuh jadi begini? Dasar kepribadian ganda!”
“Jam
2.15 lo sms gue ngajak jalan?! Pantes gue gak baca! Gue udah tidur!” Dia
berteriak nyaring dengan mata melotot. Membuat Ando mengerem mendadak dan
menutup mulutnya dengan tangan dan matanya tak kalah melotot.
“Lo
kalo teriak sekali lagi, bakal ada yang bangun!” Desisnya ketika jarak mereka
semakin dekat. Canggung, Ando melepasnya dan melirik ke belakang, diikuti
Lista.
“Siapa
dia?” Tanyanya shock bahwa dia tidak sendiri. Ada seorang anak kecil
yang tubuhnya dililit seatbelt dengan separo wajah tertutup rambutnya.
Wajahnya terlihat cantik dan damai. Membuatnya tersenyum.
“Anak
gue.” Jawabnya dengan wajah serius dan menjalankan mobilnya kembali tanpa
melirik ke arahnya yang shock dengan pengakuan barusan.
“Serius?”
Tanyanya berusaha diyakinkan. Entah kenapa, hatinya merasa diiris – iris.
Sakit.
Ando
mengangguk. Dan Lista diam saja sambil bertopang dagu menatap jendela,
memperhatikan jalan. Sesekali matanya melirik ke belakang. Gadis itu tak jua
bangun. Tapi ntah kenapa, dia merasa sakit dengan pengakuannya barusan.
“Kenapa
gue begini? Ando punya anak? Bohong total! Tapi.. kalau iya... gimana dong? Pengakuan
tragis macam apalagi yang harus gue tau?”
Dia
menggelengkan kepalanya. Dan menyandarkan kepalanya di jok mobil. Angin subuh
yang menyentuh halus wajahnya, dinginnya pagi, musik yang lembut, membuatnya
tertidur sepanjang perjalanan. Dan kepalanya terkulai ke pundak Ando yang asyik
membawa mobil.
Ando
tersenyum melihat wajah Lista seperti bayi baru lahir ketika gadis itu tidur.
Tanpa dosa. Dia berhenti dan menatap
wajahnya lama, dengan penuh hati – hati, dia mengecup keningnya. “Tidur yang
nyenyak yah. Sorry.” Ucapnya tulus lalu menjalankan mobilnya kembali
karna perjalanan masih jauh.
♥
♥
Seseorang mengguncang pelan tubuhnya. tangan
yang lembut menyentuh tangannya. Dengan enggan dia membuka mata dan kaget
disampingnya yang seharusnya ada Ando, kini gadis kecil itu menatapnya polos.
Tatapannya hangat dan tersenyum. Senyum yang sangat mirip dengannya. Entah
kenapa, hatinya seperti tersayat.
Tatapan
mata dan senyum yang mirip. Wajahnya juga. Oh...
“Hai
kak... Kita sudah sampai.” Ucapnya ketika Lista menatapnya dalam lalu melirik
ke sekitarnya. Udara pantai, bau pasir putih mengundangnya ntuk turun.
“Nama
kamu siapa?” Tanyanya dan dia turun dari mobil. Gadis kecil itu mengikutinya
dan berjalan memutar mobil ntuk berada di sampingnya. Tanpa ragu menggandeng
tangannya.
“Lily
kak. Kalau kakak?”
Yeah...
another Hayman in my side.
Lista
menyodorkan tangannya dan berlutut. Tersenyum manis. “Aku Elista. Panggil aja
Lista.” Jawabnya sambil berpencar mencari sosok Ando yang tak dilihatnya.
Seolah
tau, Lily tersenyum. “Kak Ando lagi disitu kak.” Jawabnya sambil menunjuk di
arah kejauhan, Ando berdiri dengan kedua tangan dimasukkan di saku celana, tatapan
ke arah pantai yang siap – siap menyambut Penguasa pagi, Matahari , sesekali
berjalan santai menyusuri pasir putih. Entah kenapa, Lista tersenyum
melihatnya. Dan dia tak bohong kalau sedikit terpesona dengan penampilannya
yang agak cuek pagi ini. Dengan baju kaos bewarna putih berkerah V yang
menampilkan dada bidangnya, dan celana pendek serta sendal jepit dan rambut
acak – acakan. Tatapan tajam ketika meliriknya entah kenapa meolah jantungnya
serasa berhenti berdetak sepersekian detik sebelum memutuskan untuk berdetak
lagi. Entah kenapa, wajahnya memerah seketika.
“Ayooo...”
Lily langsung menariknya ntuk menghampiri Ando. tak memberinya waktu untuk
berpikir.
♥
♥
“Mataharinya
bagus yah kalau dilihat dari sini.” Entah sejak kapan, Lista sudah ada disampingnya.
Membuat Ando menoleh sebentar dan tersenyum. Lalu fokus menyaksikan detik –
detik penguasa Bumi di siang hari, Matahari, memberi sinarnya yang cerah untuk
menerangi Bumi yang semakin hari semakin tua.
Dia
melihat di kejauhan, Lily asyik membangun istana pasir entah buat siapa sambil
tersenyum riang. Membuat Ando ikut tersenyum lalu menatap Lista yang menutup
matanya. Menikmati suasana pantai yang sepi.
Ando
menggenggam tangannya pelan lalu menarik untuk duduk di tepian pantai. Tak jauh
dari lokasi Lily sedang membuat istana pasir yang ketiga. Membuat Lista kaget
namun mengikuti.
“Lily
beneran anak lo?” Pertanyaan itu yang pertama kali keluar ketika mereka duduk
bersampingan dengan kaki sama – sama ditekuk.
“Menurut
lo?”
“Ndo...
Gue serius! Lo mau kenalin gue dengan anak lo? astaga!”
Ando
tertawa terbahak – bahak. Dia mengacak rambut Lista yang sudah acak dari
sananya. “Lo percaya Lily anak gue, Lis?” Tanyanya, “Jujur.” Tambahnya ketika
Lista menunduk malu dan memilih menggerakkan jarinya menulis di atas pasir.
Lalu mengangguk.
Ando
semakin tertawa melihatnya. “Lo memang polos banget yah. Gak mungkin lah gue
punya anak di umur 18 tahun ini! Kalau iya, Lily pasti gak segede itu!
Lagipula, siapa cewek yang mau melahirin di umur segini? Mengingat banyak yang
milih aborsi daripada pertahanin.”
“Kok
lo ketawa sih?!”
Kenapa
gue bego banget sih?
Ando
semakin tertawa nyaring melihat wajah Lista merengut namun merona malu karna
tertipu. “Gimana gue gak ketawa lo dengan polosnya percaya dia anak gue! Anak
SD juga bakal bilang gue bohong kalau Lily anak gue!” Jelasnya disela tawa.
Membuat Lista tersinggung dan berdiri sambil menyentakkan kaki.
“Oh...
bagus! Ketawa aja sepuasnya, Tuan Ando! ketawain aja gue yang BODOH dari anak
SD karna percaya dengan omongan lo yang gak guna itu!” Lista berjalan
meninggalkannya. Membuat Ando buru – buru berdiri dan mengejarnya.
“Ngapain
lo ikutin gue? Ntar ketularan begonya!” Jawabnya ketus sambil menyentakkan
lengannya kasar ketika disentuh.
“Lo
mau kemana?”
“Pulang!
Gue gak mau dijadikan lelucon sama lo!” Jawabnya sambil terus berjalan tanpa
ujung.
Gue
kemana nih? Ujung pantai dimana? Kenapa gak ada orang lalu lalang? Ini dimana
sih?
Dia
melihat langkah Lista mulai ragu namun tak ingin ditunjukkannya. Membuatnya
terkekeh. “Memangnya lo tau jalan pulang?”
“Gue
bisa tanya sama penduduk setempat atau orang lewat. Gue gak bego – bego banget tau! Atau... gue
bisa jalan sejauh mungkin sampai gue temuin angkutan umum.”
Ando
tersenyum dan perlahan mendekati Lista yang masih tersinggung dengan ucapannya.
“Oh yah? Memangnya lo sanggup? Biar gue kasih tau, kita sekarang berada di
Pantai yang paling ujung dari Peta Jawa Barat yang gak bisa lo liat di Peta
Nasional, penduduk jarang ada disini. Yang ada disini sekarang Cuma lo, gue,
dan Lily. Pulang sendiri pun gak ada gunanya sayang. Mengingat lo sepanjang
perjalanan tertidur di pundak gue tanpa melihat jalan. Dan satu – satunya yang
tau jalan pulang ke Kota cuma gue.” Ando memandang puas Lista yang menganga. Kalah
total.
“Lo
nyulik gue?” Dan Ando mengangguk puas. “Kenapa?” Tanyanya lagi.
“Anggap
aja ini permintaan maaf gue yang lain. Kita maafan, kan?” Ando mengulurkan
tangannya dan Lista menatapnya ragu.
“Gak
mau. Lo anggap gue bodoh dan itu bikin gue terluka.” Tolaknya sambil melipat
kedua tangannya di dadanya dan menatap ke arah lain.
“Gue
minta maaf, Oke? Gue gak tau lo segitu percayanya dan itu bikin geli. Seorang
Lista percaya lelucon seperti itu, astagaa...”
“Yaaa...
Astaga... betapa bodohnya gue dan betapa pintarnya lo.” Lista menjawab sinis.
Membuat Ando buru – buru meralat. “Gue minta maaf, Lis. Ayolahh... jangan buat
pagi yang indah ini rusak karna kita berantem lagi. Oke?”
Lista
menatapnya. Tatapan tulus bercampur geli ada di matanya. Entah kenapa, membuat
Lista merutuk dirinya sendiri yang terlalu percaya hingga sakit sendiri.
“Iya... Kita impas sekarang.”
“Impas
apaan?” Tanya Ando bingung.
“Lo
rusakin pagi indah dengan bangunin di subuh buta dan menculik gue ke pantai yang
tak ada namanya di Peta Jawa Barat apalagi Nasional, dan gue merusak pagi lo
dengan berantem. Impas kan?”
Ando
hanya tertawa lepas dan tanpa ragu merangkul bahu Lista dengan lengannya yang
besar. Menciptakan perasaaan hangat di bahunya sekarang. Namun diabaikannya
ketika melihat Lily berlari ke arah mereka sambil menunjuk suatu Villa kecil
yang paling indah dilihatnya.
“Yuk...
ada yang mau gue ceritain.” Ajaknya sambil menarik Lista untuk mengikuti
langkahnya.
♥
♥
“Lapar...” Rengek Lily ketika Ando membuka
pintu Villa dengan kunci ditangannya dan bergegas masuk dalam rumah. Dan Lista
terkesima dengan apa yang ada didalamnya.
Villa
kecil yang mempunyai banyak jendela di setiap sisi, dan apabila dia membuka
jendela dan melongok keluar, bau laut langsung terasa dan angin sepoi – sepoi
serta lambaian pohon kelapa serasa memanggilnya keluar, dan ada kursi malas
serta ayunan ntuk menikmati keindahan pantai ini. Dia melangkah masuk ke dalam
dan melihat dapur yang kecil namun
peralatan masak lengkap, tidak ada televisi. Hanya radio dan alat pemutar musik
serta koleksi VCD yang lengkap dan semuanya lagu romantis. Dan Villa ini
bertingkat dua dengan di atasnya banyak koleksi buku – buku terjemahan yang
dijamin apabila kakaknya, Erika melihat
semua ini, takkan pernah mau disuruh pulang dan menerima ajakan Ando untuk
menjaga Villa.
“Suka?”
Tanya Ando tau – tau di belakangnya. Dan Lista mengangguk setuju.
“Seperti
surga kecil yang nyaman. Cocok buat tenangin diri.”
“Gue
kalau frustasi lari kesini. Ini dulu Villa keluarga. Waktu gue masih kecil,”
Ando merenung. Mengabaikan Lily yang sekarang mulai duduk manis membaca majalah
yang dibawanya dan melupakan sejenak rengekan lapar. “sama Kak Rafa sering main disini. Dan kedua orang tua gue
waktu akur selalu ngajak kesini. Menghilang dari kesibukan. Dan itu takkan lama
karna papah selalu ngeluh dengan sinyal ponsel yang sangat buruk.” Dia
tersenyum ketika waktu masa kecil ada disini. Bermain dengan kedua orangtuanya.
Membuat istana pasir atau apa saja dan menyiram air bersama bersama papah dan
Kak Rafa. Lalu dari dalam mamanya akan memanggil mereka untuk menikmati cemilan
yang dibuatnya. Dan itu takkan pernah lama. Karna setelah itu papahnya akan
mengajak pulang karna kehilangan sinyal ponsel yang berpotensi kehilangan klien
penting.
Lista
terdiam. Membiarkan Ando menjelajah ke masa lalunya dan menceritakan sedikit
padanya. “Tapi gue senang. 45 menit disini sangat berarti bagi kami yang
kehausan kasih sayang dan kelimpahan harta. Dan gue sering mampir kesini kalau
lagi frustasi. Apalagi waktu kematian kak Rafa. Seminggu gue disini tanpa
berbuat apa – apa. Hanya merenung dan merenung. Tak ada niat balik ke dunia
nyata. Tenggelam di keindahan pantai berpasir putih, keheningan Villa yang
menjanjikan. Membuat gue merasa cukup untuk hidup 1000 tahun disini.”
“Kak
Lista...” Panggilan Lily membuyarkan konsentrasinya akan ucapan Ando. dia
menoleh dan melihat gadis itu sedang menunjukkan makanan yang diinginkannya.
“Kakak bisa bikin ini gak?” Tanyanya polos sambil menunjuk gambar pancake
yang di majalah yang dia pegang sekarang. Tanpa ragu, Lista mengangguk. “Kamu
mau?”
“Iyaaa...
bikinin yah kak.”
“Tapi
bantuin yah campurin adonannya. Gimana?” Tawar Lista dan Lily langsung merosot
turun dari duduknya dan tersenyum ceria.
“Oke
kak.”
Ando
melihat keakraban itu, tersenyum. “Gue bantuin deh. kita ambil bahan – bahannya
di bagasi belakang. Udah gue siapin pagi tadi mengingat disini gak ada pasar.”
Jawabnya sambil berjalan keluar diikuti Lily yang menggandeng tangan Lista.
♥
♥
“Hati
– hati loh kalo sama Lily. Luarnya aja polos, tapi sebenarnya usil!” Ando
memperingatkannya ketika mereka mengambil barang – barang di mobilnya. Dan
Lista nyengir.
“Well,
Gue udah biasa nanganin orang usil. Apalagi sejenis Lily yang 11 : 12 sama lo.”
Lista nyengir dan bergegas masuk ke dalam.
Ando
hanya tersenyum dan menutup bagasi mobilnya lalu masuk ke dalam dengan membawa
seplastik peralatan masak yang dibawanya sendiri.
Lily
dan Lista asyik membuat adonan di dapur. Ando ingin membantu, tapi buru – buru diusir
Lista dengan alasan ini urusan wanita. Membuatnya tertawa dan memutuskan duduk
di luar sambil membaca buku.
Lily
melirik Lista yang asyik mengocok telur sambil bersinandung. Dia takjub dengan penampilannya.
Hem yang menutupi tanktopnya kini diikat di pinggang, topi di balik ke
belakang, dan jaket tebal yang kini tergantung rapi di kamar tamu. Membuat Lily
kagum melihatnya. Cantik tapi tomboy habis!
Mendadak,
usilnya kumat. “Kak...” Panggilnya sambil menarik bajunya perlahan. Membuat
Lista menoleh. “Kenapa dek?”
“Kakak
pacaran sama kak Ando, kan?” Entah kenapa, pertanyaan dengan wajah polos Lily
membuatnya memerah.
“Kata
siapa? Bohongin tuh kamu.” Elaknya sambil meneruskan pekerjaannya mengocok
telur kemudian dicampurkannya dengan tepung dan gula lalu diberinya sedikit air
dan diaduknya perlahan.
“Kata
Kak Ando. dia bilang kalo nama pacarnya adalah kak Lista. Iya kan? ayoooo...
kak, ngaku aja. Kata Kak Ando, Bohong itu dosa. Nanti masuk neraka.” Ucapan
polos plus petuah membuat Lista antara hendak mencibir atau tertawa.
Enak
bener ngajarin anak kecil bohong itu dosa! Kayak dia gak ngelakuin aja! Dasar cowok
Bunglon!
Melihat
tatapan hitam yang besar itu menuntutnya. Dia menghela napas. “Iyaaa... kakak
pacarnya kak Ando. kenapa dek?”
“Kakak
mau tau gak rahasia kak Ando? Lily punya rahasia loohhh... dijamin kalo kak
Ando tau, dia pasti malu.” Lily menjawab dengan suara berbisik. Membuatnya mau
tak mau menundukkan badannya agar suaranya terdengar jelas.
Awalnya
dia ingin mengabaikan. Namun, hatinya penasaran untuk tau. “Kapan lagi gue
tau rahasia seorang Ando yang bikin malu itu secara Cuma – Cuma oleh anak kecil
ini? Itung – itung sebagai senjata kalau dia berbuat gak keruan ma gue.” Batinnya.
“Oh
yah? Apaan?” Lista tak tahan untuk tak bertanya dan semakin mendekatkan diri ke
Lily yang mulai tersenyum kemenangan.
Dan...
Sebelah wajah kiri Lista langsung diolesi tepung sebanyak mungkin oleh tangan
mungilLily dan gadis kecil itu tertawa terbahak – bahak ketika melihat hasil
kreasinya mengenai rambut Lista. Seolah tak puas, tanpa dosa Lily mengambil
tepung disampingnya dan meletakkannya tepat di rambutnya. Senyumnya penuh
kemenangan ketika Lista melotot ke arahnya. Kaget.
“Lilyyyyyy....
sini kamuuu!!!!” Teriaknya dan Lily langsung lari keluar dapur sambil tertawa.
“Kak
Anddooooooo... Tolong...” Lily semakin kencang berteriak ketika tiba di depan
pintu. Ando yang mendengar teriakannya, langsung berdiri dan menangkap Lily dan
kaget melihat wajah Lista.
Gadis
itu manyun dengan muka dan rambut kena tepung. Bajunya tak luput dari
“Serangan” Lily yang tersenyum jahil di pelukannya.
“Lily...”
Ando menatap Lily yang tersenyum jahil. “Sorry, kak.” Ucapnya sambil
menoleh ke Lista yang melipat tangan ke belakang. Wajahnya masih manyun ketika
melirik Ando yang hendak tertawa melihatnya.
Melihat
Lista tak mau menjawab, Lily berinisiatif melepas pelukan Ando dan berjalan ke arahnya. Tatapan
mereka beradu. Yang satu datar, satunya lagi jahil bercampur maaf.
“Kak...”
Lily mengulurkan tangannya untuk minta maaf. Lista hanya menatap sekilas tanpa
hendak membalasnya. Senyumnya mengembang.
“Oke
deh.” Tanpa aba – aba, kedua tangan Lista yang penuh tepung langsung melumuri
wajah Lily tanpa ampun. Bahkan poni rambutnya tak luput dari sasaran. Ando
terbahak – bahak melihatnya.
“Impas
kan dek?” Lista mengulurkan tangan dan mengedipkan matanya. Lily hanya
tersenyum kalah tapi membalas uluran tangannya.
“Impas
kak.”
Ando
mendekat ke arah mereka dengan tertawa terbahak – bahak. Lalu merangkul Lista
dan membersihkan tepung di atas kepalanya. “Lo kayak nenek – nenek. Sini gue
bantu bersihin.” Ucapnya sambil terus membersihi rambut di kepala Lista.
“Kak...”
Lily merengek. Tak terima diabaikan.
Ando
menoleh ke arahnya dan tertawa lalu mengulurkan tangan ke wajah Lily. Sebelum
kena, tau – tau, Lista langsung mengoles tepung yang tersisa di tangannya ke
pipi kiri Ando dan rambutnya. Lily pun melakukan hal yang sama. Bahkan lebih
parah. Merasa atmosfer berubah, Lista buru – buru melepas rangkulannya dan
menjauh.
Ando
terdiam dan menatap mereka bergantian yang entah sejak kapan sudah menuruni
Villa dan berlari. Ando pun mengejarnya sambil berteriak memanggil mereka yang
tertawa terbahak – bahak karna wajahnya tak jauh beda dengan mereka sekarang.
Ando
berhasil menangkap Lista dari belakang dan memeluk pinggangnya erat. Membuat
Lista terdiam sambil berusaha melepas. Namun pelukannya terlalu erat. “Ndo...
gue Cuma bercanda. Jangan marah dong! Lily yang duluan, dia...” Ucapannya
terhenti ketika tubuhnya dibalik ke depan dan Ando langsung memeluknya.
Membuatnya tak bisa berbuat apa – apa selain membalas pelukannya ragu.
“Thanks.”
“For what?” Tanyanya bingung.
“For what?” Tanyanya bingung.
“Bikin
gue tertawa lagi di tempat ini.” Ucapnya tulus.
♥
♥
“Enak?” Tanya Lista kepada Lily yang duduk
manis di meja makan sambil mengacungkan
jempol ke arahnya dan mengambil pancakenya lagi. Insiden pelemparan
tepung berujung pelukan di pantai, membuat mereka sarapan pagi sekitar 10 pagi.
Dan Lily tak pernah berhenti menggodanya.
“Lily
lo kasih makan apa sih jadi godain gue mulu?! Heran deh!” Lista teringat
gerutuannya ketika membiarkan Ando membantunya masak dan Lily tak diijinkannya
lagi. Takut mereka akan melewati pagi dengan saling melempar tepung. Dan cowok
itu hanya tersenyum. “Gue kasih makan cinta.” Jawabnya. Membuat Lista diam.
“Kenapa
melamun?” Ando berhenti makan dan melihat Lista yang asyik menatap Lily yang
asyik makan sambil membaca majalah anak – anak yang dibawanya.
“Gak...
wajah dia mengingatkan gue dengan kakak lo. Kak Rafa.” Ucapnya. Namun segera
terdiam ketika sadar tak seharusnya dia mengucapkan itu.
Aduh...
bodoh lo, Lis.
“Yaiyalah
mirip. Wong dia anak kak Rafa.” Ando menjawab enteng sambil memakan pancakenya
lagi lalu mengirisnya pelan lalu mengarahkan ke Lista. “Makan.” Perintahnya
ketika Lista melotot ke arahnya. Shock.
“Serius?
Bukannya lo bilang kak Rafa...” Bisiknya karna tak ingin kedengaran Lily karna
membahas ortunya.
“Gue
akan jawab kalo lo mau makan. Gue suapin.” Ucap Ando ketika sendok di depan
mulutnya tanpa dibuka.
Lista
menggeleng. “Gue bisa sendiri.” Tolaknya sambil mengiris dan memasukkannya ke
mulut.
“Gue
memaksa.” Ando menatapnya dengan tatapan bantah, atau nurut. Membuat
Lista melotot dan memutuskan untuk membuka mulutnya lagi. Membiarkan Ando
menyuapinya.
“Gitu
dong.” Ando menatapnya puas ketika Lista mengunyah makanan yang disuapinya.
“Apa
lo liat – liat?!” Lista memergoki Ando sedang menatap tubuhnya tanpa berkedip.
Siapa yang tak tergoda untuk meliriknya yang memakai tanktop bewarna
hitam yang menegaskan jelas lekuk tubuhnya, kulit yang putih, dan celana jins
yang ketat serta kemeja kotak – kotaknya yang di lilit di pinggang. Bahkan
dirinya sampai harus menelan ludah melihat Lista yang begitu menarik di
sebelahnya sekarang.
Ando
salah tingkah di buatnya. Dan dia berdehem. “Siapa juga yang liatin lo?! Pede!”
Elaknya sambil memakan makanannya sendiri. Bayangan tubuh Lista disingkirkan
jauh – jauh dari otaknya.
♥
♥
“Hujan...” Serunya ketika mereka sudah selesai
sarapan pagi dan membereskannya. Lily sudah lari keluar Villa untuk main hujan.
Meninggalkan Lista dan Ando yang entah kenapa, kikuk sendiri.
“Iya...
bikin dingin.” Timpal Lista yang asyik mencuci piring sesekali bersinandung.
Hujan membuat udara semakin dingin. Membuatnya ingin lari ke selimut dan
melingkupi dirinya disana.
Ando
yang asyik menatap hujan lewat jendela sambil mengawasi Lily, entah karna
pikirannya lagi konslet atau udara dingin yang semakin menggigit, dia
menghampirinya dan memeluk dari belakang. Memberi kehangatan. Membuat Lista
terhenti.
“Ndo...”
Panggilnya ketika pelukan itu semakin mengerat. Menghangatkan tubuhnya.
tubuhnya langsung merespon penolakan keras. Tapi hatinya, entah kenapa tak
menolak. Justru menginginkannya.
“Syuuttt...”
Dia menempelkan jarinya di bibir Lista. Menyuruh diam. Dan dia menenggelamkan
wajahnya di rambut Lista yang harum. Walau masih tercium bau tepung.
“Gue
gigit nih jari gak nanggung loh,” Ancamnya ketika jari itu semakin menekan
bibirnya.
Ando
tertawa di belakangnya. Hangat dan ceria. Seolah tak ada aura kesedihan dan
kesepian yang selalu memeluknya setiap dia ada disampingnya.
“Emangnya
lo berani?” Perlahan, dia membalikkan tubuh Lista menjadi di hadapannya dan
tersenyum. Tatapan matanya penuh hangat. Sanggup membuatnya tertegun.
“Berani
kok. Nantang ceritanya?” Dia berusaha menenangkan hatinya yang semakin deg
–degan dengan bercanda. Bingung dengan dirinya sekarang.
Kenapa
gue jadi gugup begini?
“Gue
lupa lo gak suka di tantang.” Dia menampilkan senyum miringnya. Membuat lesung
pipi kirinya semakin dalam.
“Bagus
deh. jadi gue hemat tenaga ntuk gak membuktikannya.” Dia melepas tangan Ando
yang memegang kedua pundaknya. Mereka bertatapan sekali lagi. “Eh... Kita mandi hujan yuk.” Lista memberi
usul dan tanpa persetujuan, dia langsung menarik Ando keluar untuk bergabung
dengan Lily.
♥
♥
Ando
menceritakan masa lalu Lily di tepi pantai sambil menikmati tetesan air hujan
yang membasahi tubuh mereka. Di kejauhan, Lily asyik bermain sendiri. Tak
mempedulikan tubuhnya yang basah. Bahkan sampai menari – nari sambil sesekali
melambaikan tangan ke arah mereka.
Lista
mendengarkan dengan serius. Miris hatinya ketika gadis ceria itu tak merasakan
hangat cinta keluarga besarnya. Menghabiskan waktu dengan adik papahnya yang
berjuang memulihkan dirinya sendiri dari trauma. Sungguh, Ando lebih rapuh dari
perkiraannya. Tegar seperti batu karang di depan, tak tersentuh, dingin. Tapi,
rapuh seperti kapas. Kepercayaannya mudah pecah seperti kaca bening.
“Tapi...
Lily beruntung karna sama lo. kalau dia dengan keluarganya yang lain, mungkin
dia takkan seceria ini, Ndo.”
“Iya
... gue juga beruntung karna waktu itu mau untuk merawatnya. padahal gue nol
soal beginian. Belum lagi gue masih hancur – hancurnya karna kematian kakak gue
dan penolakan orang tua gue yang semakin kentara. Bahkan, di saat pemakaman,
gue dianggap gak ada. Mama gue menangis hebat di kuburan kak Rafa. Mengabaikan
gue yang berdiri tak jauh darinya. Yang lebih hancur darinya.” Dia menunjukkan
wajah dan menatap muram ke arahnya.
“Gue
tau bagaimana sakitnya. Walaupun gak ngerasain. Tapi, Ndo, yang harus lo
sekarang, lo punya Lily yang butuh kasih sayang lo sebagai kakak, sebagai orang
yang dituakannya, yang tau papah – mamanya. Gue tau itu berat, banget malah
ntuk lo tanggung mengingat lo sendiri gak pernah merasakan kasih sayang secara
utuh, tapi, entah kenapa gue percaya, sangat percaya lo bisa melakukannya. Gue
akan nolongin kok. menjadi kakak yang baik buat Lily mengingat gue dari dulu
pengen punya adik.”
“Lo
percaya? Sama gue?”
Lista
mengangguk. “Sangat percaya. Meskipun lo playboy, cowok sengak yang
pernah gue temui, tapi jauh dari hati lo paling dalam, lo seorang kakak cowok
ideal.”
Ando
tersenyum mendengar pujiannya. Dia jarang dipuji secara tulus. Membuat hatinya
menghangat. “Gue memang kakak ideal ntuk adik siapapun, Lis. Termasuk ntuk lo.”
Godanya. Membuat Lista mengerut kening
“Maksudnya?”
“Ada
deh,” Dia menarik hidung Lista agak keras dan berlari menembus hujan ketika
gadis itu mengejarnya penuh emosi sambil mengusap hidungnya yang memerah.
♥
♥
Mereka
masuk dalam Villa dengan keadaan basah kuyup kehujanan. Lily menggigil
kedinginan, bahkan giginya sampai bergemelutuk. Membuat Ando khawatir dan
menunduk.
“Makanya
kakak bilang juga apa, kamu jangan mandi hujan. Dingin kan?” Tanyanya sambil
memberikan segelas susu coklat hangat yang baru dibuatkan Lista ke Lily.
“Tapi
... enak kak.” Bantahnya sambil menghirup aroma hangatnya dan meminum perlahan.
Wajahnya memerah.
“Handuk
mandi dimana, Ndo?” Tanya Lista di dapur yang tak kalah basahnya dan ingin
mengeringkan rambut. Namun tak menemukan handuk tersampir atau lemari kecil
yang khusus menyimpan handuk seperti rumahnya.
Ando
berdiri dan berjalan ke arahnya. Rambutnya yang basah karna air hujan, menetes
dan turun ke wajahnya, entah kenapa membuat Lista lagi – lagi terhipnotis.
Bahkan tangannya mendadak gatal ingin menghapus air hujan yang membasahi
wajahnya itu. Dengan geram dia mengusir pemikiran gilanya itu dari otaknya jauh
– jauh.
Gue
kenapa sih?! Kok jadi nepsong begini?! Hush... hush! Pergi!
“Nih.”
Ando menyerahkan 3 buah handuk besar dan kecil dan berkerut kening melihatnya
menggelengkan kepalanya sendiri. “Kenapa lo?”
Lista
memerah seketika. Kepergok. “Gak papa. Ada sesuatu berdengung di telinga gue.
Tau apaan.”
“Telinga
mana?” Tiba – tiba, Ando langsung menariknya pelan dan menyentuh telinga kanann
pelan dan berbisik. Bahkan memain – mainkan daun telinganya. Membuat jantungnya
kebat – kebit.
“Ud...dah...
Hil..lang kok.” Jawabnya terbata – bata dan melepas tangan Ando dari telinganya
yang malang dan menjauh.
“Yaudah.
Lo mandi aja deh setelah ini. Ntar sakit.” Ando menjawab sambil lalu seolah tak
peduli perlakuannya barusan membuat Lista harus ekstra menarik napas senormal
mungkin.
“Mandi
dimana? Kamar mandi kan Cuma satu.” Jawab Lista polos. Membuatnya menepuk
kening sendiri.
“Gue
lupa. Yuk...” Jawabnya dan langsung menarik Lista ke lantai atas.
♥
♥
“Sebenarnya, ini kamar gue. Tapi, lo bisa
mandi disini kok. gue mandi di kamar kak Rafa aja di sebelah. Lily di kamar
bawah.” Jelasnya dan melihat Lista menutup mata di balkon kamarnya. Menghirup
napas sedalam mungkin. Bau pantai memang menyenangkan. Apalagi dicampur dengan
sejuknya hujan.
“Gue
suka Villa ini.”Ucapnya sambil menatapnya. Tatapan mata Lista berbinar – binar.
“Gue
juga suka kalau lo suka. Udah mandi sana. Lo udah 2kali kena hujan kan?”
Tanyanya dan Lista mengangguk. “Gue gak mau lo sakit. Mandi deh.”
“Gue
akan mandi kalau lo dengan senang hati keluar, Ndo. Gue gak mau lo ada disini.”
“Ngusir
ceritanya? Sayang banget, padahal gue suka disini nih. Adem...” Ando menatapnya
penuh goda. Membuat wajahnya memerah.
“Ando!
kalo lo gak mau keluar, gue gak akan mandi! Bodo amat pulang basah kuyup kayak
kucing kecebur di got atau apalah namanya!” Ancamnya dengan wajah semakin merah
ketika Ando semakin menggodanya lewat tatapan.
“Oke
deh. gue keluar, cantik.” Ucapnya dan melenglang kangkung keluar kamar. Tepat
di depan pintu, dia berhenti. “Lo ada bawa baju ganti gak?”
Lista
menggeleng. “Gak dong. mana gue tau akhirannya bakal kayak gini!”
“Di
lemari gue ada baju kaos. Lo pakai aja yang mana cocok di tubuh lo. gue gak mau
mulangin lo dengan baju basah walau lo udah mandi. Ntar masuk angin.”
“Gak
usah. Gue ada kok.” Dia menunjukkan Kemejanya yang setengah basah dan jaketnya.
Ando menggeleng tegas. “Gak usah membantah. Gue gak mau lo sakit, Lista.”
“Tap...tapi...”
“Gak
ada tapi – tapian! Gak make, gak gue pulangin. Mau?”
Lista
manyun. Wajahnya menolak keras. Membuat Ando menghela napas dan masuk lagi lalu
membuka lemari bajunya. “Lo cewek paling keras kepala yang pernah jadi pacar
gue!” Gerutunya.
“Bodo!”
Ando
membuka lemari satunya yang berisi kemeja – kemeja yang tak pernah dipakai. Dia
mengambil satu. “Pakai ini.” Dia melempar kemejanya bewarna biru malam di
ranjang, warna kesukaannya. Dan sepertinya pas di tubuh Lista. Dan baju kaosnya
yang bewarna hitam di lemari satunya. “lo mix – match aja deh. sesuai
selera lo.”
“Gue
gak mau, Ando! gue gak pernah make baju cowok kecuali punya kak Bian! dan
itupun waktu gue berumur 7 tahun!”
“Anggap
aja kalau lo sekarang sedang berumur 7 tahun lagi yang suka pake baju cowok.
beres kan?”
“Gak!
Gue gak mau! Titik!”
“Yaudah...
nginep lo disini malam ini.” Ando keluar dari kamarnya dan sebelum menutup
pintu, dia berkata “dengar – dengar dari penduduk sekitar, rumah ini ada yang
nungguin loh... lo kan tinggal disini, nanti ajak kenalan yah sama penunggunya.
Kalau perlu sahabatan deh. terus kasih kabar ke gue lewat surat , lo buat dalam
botol, dan larutin ke pantai. Mengingat disini gak ada sinyal ponsel. Bye.” Dan
menutup pintu pelan. Membuat Lista jengkel.
“Dasar
cowok sinting! Keras kepala! Kepala batu! Gue benci sama lo!” Teriaknya sambil
melempar bantal ke arah pintu.
Ando
yang mendengar semua sumpah serapahnya, hanya tersenyum simpul dan masuk kamar
kakaknya sambil bersinandung untuk mandi.
♥
♥
Ando tersenyum ketika Lista turun dari atas
mengenakan pakaiannya. Bahkan, membuatnya tambah cantik dalam sisi berbeda.
“Apa
lo senyum – senyum?!” Lista kepikiran ucapan Ando tentang penunggu di Villa
ini. Mengingat dia sebenarnya penakut. Dengan berat hati, dia mengenakan
pakaiannya dan kaget ternyata pas.
“Siapa
juga yang senyumin lo? Gue senyumin Lily tuh. Pede bener deh.” Ando menunjuk
Lily yang memang di belakang Lista dengan dress penuh bunga – bunga
kecil. Membuatnya seperti tuan putri.
Masa
sih? Tapi kok...
“Ayooo
kak... jangan ngelamun.” Lily langsung merangkul tangan Lista dan mereka keluar
rumah beriringan.
♥
♥
Sepanjang
perjalanan, mereka saling melempar lelucon dan tertawa. Lily yang duduk di
belakang sampai – sampai loncat untuk duduk di pangkuan Lista. Membuat mereka
kaget. Apalagi Ando yang tau Lily tak biasa dekat dengan orang yang tak
dikenalnya jauh. Walaupun Om dan tantenya sendiri yang kadang – kadang
mengunjunginya.
“Kak..
anyamin...” Lily menunjuk rambutnya sendiri untuk dikepang dua. Membuat Lista
tertawa.
“Boleh.”
Dan tangannya langsung bergerak lincah memisah rambutnya dan mengepangnya.
Asyik
mengepang, tau – tau ponselnya berbunyi. Membuat Lista menghentikan
aktifitasnya dan mengeluarkan ponsel dari saku celana lalu menatap Ando was –
was. “Kak Bian.” mendadak dia susah menelan ludah.
“Angkat
aja. Kenapa?”
“Gue
bakal diamukin karna ngilang jam 5 subuh dan baru jam ...” Lista melirik jam
tangannya dan melotot. “Jam 4 sore?! Kita di pantai selama itu?! Serius?!” Dia
menjerit sekarang. Ponsel terabaikan.
“Lista...
angkat telponnya atau kita bakal diamukin.” Ando memperingatkannya dan sekarang
menghentikan mobil.
“Atau
gue yang ngomong sama kakak lo?” Lanjutnya.
Lista
langsung menjawab telpon kak Bian dan harus menjauhkan ponsel dari telinganya
karna teriakan yang berasal darinya. “Dimana loo dek?! Gue telpon seharian gak
aktif! Lo di daerah antah berantah yah? Kenapa gak ijin sama gue?! Gue panik
tauuuuuuu!!!!!”
“Gue
ijin sama kak Erika pagi tadi. Iyaaa... soalnya gue...” Dia melirik Ando dengan
tatapan gara – gara lo nih! Dan cowok itu hanya nyengir. “Diajak Ando
pagi buta ke pantai kak.”
“Berdua?
Ke pantai? Gak ngapa – ngapain kan?”
“Otak
lo jangan serong dong kak! Gue ke pantai gak berdua doang, dia bawa adiknya.
Gue kan gak kayak lo kak, kemana – mana pasti nyari tempat sepi.”
“Ngawur!”
Terdengar gerutuan Bian lalu tertawa. “Lo dimana sekarang?” Dan Lista melirik
papan jalan di depannya lalu menyebutkannya. Terdengar suara Bian sedang
mengingat – ingat lalu mengangguk. “Oke deh. hati – hati yah.”
“Sip
kak.” Lista mengangkat jempol lalu mematikan ponsel dan tersenyum lega.
Ando
pun menjalankan mobilnya kembali dan tersenyum lega karna masalah selesai. Lily
pun tertidur di pelukan Lista seperti koala memeluk pohon. Membuat mereka
saling bertatapan dan tersenyum.
♥
♥
“Lis... bangun... Udah nyampe nih.” Ando
menggerakkan tubuhnya perlahan . membuat Lista mengucek – ucek mata dan menatap
sekelilingnya. Hampir saja dia hendak melompat turun kalau tak ingat Lily masih
tertidur dipangkuannya.
“Lily...”
Panggilnya pelan sambil mengelus rambut panjangnya. Lily pun membuka mata dan
menatap Ando lalu menatapnya. Setengah sadar dia meloncat ke jok belakang dan
melanjutkan tidur. Membuat Lista melongo.
“Dia...”
“Emang
kayak gitu kok. tidur aja kadang sambil jalan. Dia tidur di kamar gue tiap
malam. Biar enak ngawasin. Hahaha...”
“Ajaib,”
Hanya itu yang bisa dia ungkapkan. Membuatnya teringat dulu kak Bian sempat
tidur sambil jalan, tertawa ngikik pula, bahkan tak jarang sampai tertawa
terbahak – bahak sambil menuruni tangga dan hendak keluar rumah tengah malam
buta. Hampir lolos kalau kak Erika yang entah dari jam berapa, menunggunya di
ruang tamu dan langsung menyiram air di wajahnya agar sadar.
Ando
tertawa mendengarnya. “Gue pulang dulu yah. Sampai ketemu besok.” Ucapnya ketika
Lista sudah turun dari mobil dan melongok ke belakang. Melirik Lily.
“Sip.
Thanks juga soal pantainya. Indah.” Dia tersenyum dan melambaikan tangan
ketika mobil Ando menjauh dan segera masuk rumah.
♥
♥
“Cieee...
yang berduaan di pantai, so sweet...” Lista langsung melongok ke atas
dan nyengir ketika kedua kakaknya berada di atas. Wajahnya memerah seketika.
“Tau
deh yang lagi balikan ama yayangnya. jadi ngiri deh.” Goda Erika dan tertawa
melihat wajah Lista semakin merah.
“Apaan
sih lo, kak.” Elaknya.
Bian
nyengir kuda. Dia turun ke bawah dan menghampiri Lista. “Mau ikut gak? Jemput
mama sama papah di bandara? Itung – itung sambil rayain ultah pernikahan mereka
yang ke – 26.” Ajaknya yang sudah berpakaian rapi. Begitu juga dengan kakaknya,
Erika yang sudah mengenakan pakaian kebangsaannya sendiri. Dress selutut penuh
motif bunga – bunga kecil dan sepatu flat. Membuatnya terlihat anggun.
“Pengen
banget kak. Tapi... Lista capek banget nih. Gak papa, kan kalau gak ikut?”
Ucapnya dengan lesu.
“Iyaa...
gak papa kok. udah lo istirahat deh. Ntar sakit.” Jawabnya penuh perhatian.
Mendadak Lista semakin tak enak mengingat ini hari istimewa kedua orang tuanya.
“Eumm...
kak Bian, Lista ikut aja deh. gak cape – cape amat kok. bentar yah.” Tanpa
menunggu penolakan kakaknya, dia langsung berlari ke kamar untuk mandi dan
berpakaian serapi mungkin.
♥
♥
Mereka berada di sebuah restoran mewah dekat
Bandara. setelah menjemput orang tuanya, mereka langsung pergi ke restoran
untuk merayakannya yang sudah dipesan Putra dengan ruangan khusus untuk mereka
beberapa hari sebelum berangkat ke Jogjakarta untuk bulan madu kesekian kalinya
dengan istri tercinta. Erza.
“Kamu
kenapa diam, Lis?” Erza bingung melihat anak paling bungsunya tak secerewet
biasanya.
“Gak
papa ma. Tadi Cuma kecapekan kok. hehehehe...” Lista menjawab penuh senyum.
Romantisme kedua orang tuanya ntah kenapa, dia jadi menginginkannya kelak. Tapi,
dengan siapa?
“Dengan
Ando mungkin.” Hatinya langsung menjawab pertanyaan di otaknya. Membuatnya menggeleng
kuat – kuat. Menolak.
Tiba
– tiba, Putra berdiri dan menghampiri sebuah piano yang ada di tengah ruangan.
Dia sudah minta ijin dengan pemain musik disana dan mereka mempersilahkannya.
Membuat mereka bingung.
“Papah
ngapain ma?” Tanya Bian dengan kening berkerut. Erza angkat bahu. Tak mengerti
otak suaminya.
Putra
menatap Erza dan mengedipkan mata. Tangannya menekan lembut tuts – tuts piano.
Alat musik ini sudah seperti jiwanya. “Selamat malam semua.” Putra menatap
pengunjung yang hadir dan menatapnya antusias. “ Hari ini saya mau menyanyikan
sebuah lagu untuk istri saya tercinta, Erza Noor Assifa yang saat ini duduk
bersama ketiga anak kami.” Dia menunjuk tempat dimana Erza duduk sekarang dan
tersenyum ketika wajah istrinya memerah malu.
Bian
memberikan instruksi kepada Erika dan Lista untuk saling merundukkan badan dan
berjalan pelan – pelan menjauhi meja. Memberi privasi kepada papahnya untuk
menyampaikan perasaan yang menggebu – gebu pada mamanya.
“Karena,
ini adalah hari pernikahan kami yang ke – 26. Dan saya sampai hari ini, bahagia
karena dia memilih saya untuk menjadi pasangan hidup dan membuat saya bisa
memiliki seutuhnya. Hati, jiwa serta raganya.” Putra tersenyum lagi ke arah
Erza yang melotot karna tingkahnya yang sungguh membuatnya malu. bahkan
beberapa pengunjung memberinya tepuk tangan.
Putra
melihat ketiga anaknya yang duduk paling jauh dari TKP. Tersenyum karna tau
siapa dalangnya. “Dan ijinkan saya hari ini menunjukkan rasa cinta pada istri
saya dan mengatakan, bahwa dia lebih dari segalanya. She’s my angel for my
life.” Ucapnya dan dia memainkan sebuah lagu yang dulu dinyanyikan berdua
saat mereka menikah.
“Cintaku bukanlah
cinta biasa...
jika kamu yang memiliki
dan kamu yang temani ku seumur hidupku.
jika kamu yang memiliki
dan kamu yang temani ku seumur hidupku.
Seumur hidupku.”
*Afgan – Bukan
cinta biasa.*
Erza
hanya tersenyum mendengarnya dan tak menolak ketika salah satu penyanyi cafe
menyodorkan mic untuk menyanyikan lagu cinta itu berdua di depan
dengan suaminya. Pasangan hatinya.
♥
♥
“Ma... Lista tidur dulu yah,” Pamitnya ketika
sudah di depan pintu kamarnya. Kejadian romantis di restoran membuat orang
tuanya saling menatap penuh cinta dari pulang restoran hingga sampai dirumah.
Tangan mereka saling berpegangan. Tak terlepaskan. Membuatnya tersenyum. Namun
seketika meringis ketika teringat Ando dan Lily yang tak merasakan kasih sayang
orang tua secara utuh seperti dirinya. membuat hatinya berdesir halus. Yang
dulu diabaikannya kuat – kuat. Hingga saat ini.
Erza
menatap anaknya dan tersenyum mengiyakan. Erika dan Bian sudah menghilang masuk
kamar. Dan Lista pun langsung mencium pipi kedua orang tuanya dan tersenyum. “Happy
birthday for us, Mom, Dad.” Ucapnya tulus segera berlari masuk kamar.
Meninggalkan Putra yang menatap istrinya mesra.
“Gak
nyangka anak – anak pada gede dan gak kerasa
juga kita menikah selama 26 tahun. 5 tahun kita habiskan untuk menanti
datangnya Erika – Bian, dan 3 tahun kemudian, Lista lahir ke dunia. Aku sungguh
beruntung sayang.” Dia mengecup bibir istrinya lembut.
“Aku
juga.” Dan membiarkan tubuhnya diangkat suaminya ke tempat tidur. Menghabiskan
malam ulang tahun pernikahan mereka berdua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar