![]() |
Edric Hayman. |
Edric masuk
kedalam kelas dengan tatapan tak sadar jadi pusat perhatian. Bukannya dia tak
sadar, dia sangat sadar hingga membuatnya muak dan terpikir untuk mengenakan
topeng monyet saja agar wajahnya tak dipandang penuh kagum oleh segerombolan
cewek – cewek, yang dimatanya seperti Hyena betina mengincar singa jantan
sebagai sarapan pagi.
Keningnya berkerut ketika satu kursi
di samping Ine Maharani yang berada di sudut kanan dekat jendela yang
berhubungan langsung dengan kantin kosong melompong. Seharusnya Fio sudah tiba
karna papah mengantar ke sekolah. Tapi dimana dia sekarang?
Dia menghela napas jengkel. Sudah dibikin rusuh hingga
nyaris telat karena kembarannya terlalu lama dandan, dan dia sekarang harus
pusing karna Fio belum datang. Oh
Tuhan... Mungkin dia harus memikirkan ajakan Fio untuk ke rumah sakit
sekedar test DNA. Siapa tau Fio bukan kembarannya.
“Ine...” Dia tau suaranya yang nge
– bass agak serak akan membuat para cewek seperti mendengar desahan lalu menatapnya
penuh nafsu. Tebakannya terbukti ketika teman sebangku Fio terkejut dan
menatapnya terpesona. Oh... Not again, please.
“Mungkin gue harus pertimbangin bawa buku gambar
super gede kemana – mana beserta spidol hitam ntuk menulis apa yang gue
omongin, deh. gue gak mau dijadiin khayalan sinting mereka tentang suara sialan
gue.” Batinnya jengkel.
Edric memutar bola matanya. “Fio
mana?”
“Hah?” Ine melongo bego. 3 tahun
sebangku dengan kembaran Fio yang tampannya hingga ia nyaris gila itu, baru
kali ini mereka berbincang.
Edric memutar bola mata jengkel dan
mendekatkan memegang kursi di tangan kiri, dan meja di tangan kanan sebagai
penopang tubuhnya yang mendekat ke arah gadis itu.
“Fio mana?”
“Gue boleh mati gak? Ya Tuhann...
Ini malaikat apa manusia?!!” Ine menjerit dalam hati ketika tatapan mata
hitam kelam itu mengunci gerakannya dengan alis tebal melengkung tegas. Dia
terhipnotis dengan apa yang didepannya. Wajah blasteran entah apa namanya-dia
tak peduli, bibir tipis kemerahan yang membuat ia- dan beberapa temannya lupa
bagaimana bernapas ketika cowok itu tersenyum. Walau sinis, rambut hitam pekat seperti
Fio, tubuh tinggi menjulang dan aroma tubuh begitu maskulin, dia melihat di
balik baju seragam yang membalut tubuh tegapnya, tersimpan dada bidang yang
mungkin enak ntuk dipeluk. Hal ini membuatnya rela nyawanya dicabut malaikat Izrail
tepat dihadapan Edric. His too perfect to being human!
Ine menelan ludah. Dia benar – benar akan mati kalau
begini caranya. Mati dalam kubangan pesona. “Fio belum datang, Ric. Biasanya
‘kan dia bareng lo?”
Edric mundur dan mengetuk meja Fio
dengan jarinya. Dan Ine memperhatikan betapa panjang dan besar jari – jari
diatas meja teman sebangkunya sekarang. “Oh gitu.” Tanpa pamit apalagi
mengucapkan terima kasih, dia berbalik pergi keluar kelas.
Seandainya yang melengos pergi tanpa
tau sopan santun itu adalah cowok lain, dengan senang hati dia akan menggaplok
kepala cowok itu dengan gulungan buku apa saja. Tapi karna ini Edric, pujaan
hati selama 3 tahun yang menemani mimpi – mimpi indahnya, dia hanya bisa
tersenyum malu dan melanjutkan pekerjaannya. Menyalin PR.
♥
♥
Edric melirik jam Ripcurl yang
melingkar gagah di tangannya. Dia mencemaskan Fio. Walaupun gadis itu mempunyai
sejuta pikiran ngaco bin khayal ala negeri dongeng hingga dia terkadang gatal
ingin membenamkan kepala Fio di bak mandi yang sudah terkontaminasi dengan
detergen agar otaknya bersih dari segala noda pikiran ngawur. Namun tetap saja
Fio kembarannya.
Selesai!
Dia tak bisa berdiri di depan pintu sekolah sebagai penghias tembok kusam dan
membiarkan dirinya dipandang, atau diajak ngobrol basa – basi oleh para cewek
yang mencoba mencari perhatian. Hal paling membuat ia gatal – gatal saking
antinya. Dia harus melakukan sesuatu. Ia melirik jam tangan dan mendesah.
“I’ll
be kill you, Fiorenca Mellody Hayman!” Desisnya dan berlari ke parkiran
lalu masuk dalam mobil kemudian tancap gas meninggalkan sekolah. Tanpa
menyadari efek membawa mobil Jaguar berwarna biru malam secepat dan kasar itu
membuat para cewek menjerit tertahan penuh pesona.
♥
♥
![]() |
Fiorenca Mellody Hayman |
Saking
kesalnya pada Edric, dia tak sadar kalau kakinya melenceng dari diperkirakan
dan malah melenglang masuk ke daerah terkutuk ini. dia mencoba mundur ketika di
kejauhan melihat cowok berandalan melihatnya, namun terhenti karena merasakan
rangkulan kasar di pundaknya dari belakang.
“Halo
manis. Kok pergi sih? Temanin kita – kita deh bentar.”Dia hampir saja muntah
ketika mencium bau alkohol menyeruak menyerang hidungnya. dia berbalik ke arah
suara itu dan menendang tulang kering lalu menonjok hidungnya. melihat cowok
itu tersungkur tepat di depannya, dia memutuskan lari.
Namun
terlambat, beberapa cowok mulai bermunculan seperti dementor yang tau ada
korban lezat. Mereka membuat lingkaran dan mengelilinginya seperti pusaran air
dan ia berada ditengah. Bingung harus berbuat apa sampai salah satu dari mereka
mendekat dan menarik kasar lengannya lalu membalik tubuh ia dengan kasar dan
meletakkan pisau tepat di urat lehernya. Semua terlalu cepat hingga dia tak
bisa berteriak. Kakinya mencoba menendang cowok sialan di belakangnya itu, tapi
pisau di leher ia semakin tajam saja rasanya. Saking tajamnya membuat ia takut
tergores mengingat ia anti melihat darah.
“L-lo
m-mau n-ngapain?”
Cowok
sialan itu bukannya menjawab, malah memilin rambut pendeknya dengan jemari
berkuku panjang dan luar biasa kotor itu. membuatnya bergidik ngeri
membayangkan ribuan kuman yang bersarang di kuku itu ‘hijrah’ menjajah rambut
indahnya. “Menurut lo gue mau ngapain, cantik?”
Adududuh...
mama, Papah, kak Edric atau siapa aja deh, bantuin Fio!
Seseorang
mendekat dan mengangkat dagunya kasar hingga ia mendongkak. Tatapan mereka
bersirobok. “mata yang unik, bibir seksi, wajah cantik, hmm.. bagus banget
‘sarapan’ kita pagi ini, guys.” Ucapnya kejam sambil menjelajah jari
panjangnya ke leher Fio berulang kali. membuat ia merinding karna sentuhannya.
“Lepasin gue atau...”
“Atau
apa cantik?” Ucap cowok itu mengelus tengkuknya, kemudian meremas rambutnya dan
menarik kebelakang hingga ia mendongkak kesakitan saking kuatnya. “Jawab gue!”
Ia
menarik napas sambil menutup mata dan menggigit bibir bawahnya ketika cowok itu
melecehkan dengan menghembuskan napas di lehernya, dia mengangkat kaki kirinya
bersiap – siap menyerang, “Satu.. dua... ti...”
Brak! Sebelum tendangannya melayang, tau – tau ada
seseorang menarik cowok di belakangnya dan menyerang membabi buta. Sadar ada
yang menolong entah siapa orang itu, dia menendang “adek” cowok itu dengan
keras dan tanpa babibu langsung jatuh tersungkur.
Melihat
ke belakang, beberapa orang yang mengelilinginya tau – tau jatuh tersungkur
dihajar penolongnya yang berdiri jauh membelakangi. Dia mendekat untuk
mengucapkan terima kasih sambil mencolek punggung tegap itu, cowok itu menoleh
dan menatapnya tajam.
“Lo
melanggar perintah gue, Fio.” Nada dingin sebagai kata pembuka itu membuatnya
jengkel. Dia lebih berharap sekali saja kakaknya akan berkata ‘lo gak papa,
Fio? Apa ada yang terluka? Lo kuat, kan? blablabla..’ bukannya nada penuh
tuduhan!
Kak Edric sayang, lo beneran
kembaran gue gak sih?
“Maaf.”
Jawabnya singkat sambil menundukkan wajah. Tak berani menatap Edric.
“Yaudah.”
Jawabnya sambil berjalan ke depan menuju mobilnya yang terparkir di luar gang.
Membuat Fio mendengus jengkel dan mengikuti kakaknya di belakang tanpa ada niat
untuk berjalan disamping.
♥
♥
Edric membawa mobil menuju sekolah dengan
tenang. Seolah tak khawatir jam di dashbord mobilnya menunjukkan pukul
08.15. sudah sangat telat ntuk kembali ke sekolah. Tapi dia sudah minta ijin
dengan petugas piket karna urusan penting yang menyangkut Fio. Membuat petugas
itu mempercayainya dan membiarkan ia keluar dengan mudah.
Beda
dengan Edric yang tenang, Fio berkali – kali melirik jam dengan cemas
menggulung – gulung hatinya hingga mulas. Dia seumur hidup tak pernah terlambat
dan sekali melakukannya tak tanggung – tanggung. Hatinya semakin jengkel ketika
Edric berhenti di lampu merah ketika mobil ini masih bisa menerobosnya! Demi
Tuhan! Sejak kapan cowok disampingnya ini peduli dengan lampu merah?!
Edric
bersinandung sambil mengetuk tangan stir mobil dan bersiul sesekali.
Dalam keadaan normal, Fio akan mengagumi suara Edric yang serak ketika
bernyanyi hingga sangat seksi. Tapi dalam keadaan SIAGA 4 ini, tak ada saatnya
dia berdecak kagum!
“Kak..”
“Hmm..”
Gumamnya sambil menjalankan mobil tanpa menoleh.
“Kita
telat loh.”
“Gue
tau kok. kan yang bikin telat ini lo. bukan gue.” Jawabnya tenang namun telak
menuduh membuat darahnya naik hingga ambang puncak. Namun ia mencoba menarik
napas perlahan – lahan agar tensi darah turun dan tak membuatnya kena stroke
usia muda.
Sabar
Fio... sabar. Orang cantik disayang Tuhan. Orang Cuek macam kakak lo disayang
setan dan sebangsanya,
“Kok
gue?”
“Gak
sadar?” Edric menoleh ke arahnya lalu tersenyum sinis dan berbelok ke kompleks sekolahnya.
“Seandainya lo ikut papah tadi pagi, pasti ga akan telat. Tapi karna kepintaran
lo yang bikin gue kagum itu, lo malah jalan kaki sejauh ini! Nyasar pula!
Fioo... Fioo... kita tiga tahun sekolah disini, di kelas yang sama, bukan 5
menit yang lalu.”
“Siapa
suruh lo tinggalin gue! Gue kan Cuma telat 5 menit doang, kak! Masa ga ada
toleransinya sih?! Gue saudara kembar lo!”
“Gue
bukan orang yang mudah memberikan toleransi semudah lo khilaf ketika lihat
coklat, Fio. Lo kembaran gue kek, istri gue kek, salah ya salah. Ngapain ada
toleransi? Bikin lo jadi manja, Tau!” Tanpa dosa dia menjentikkan jarinya ke
dahi Fio hingga meninggalkan bekas.
ARRGHHH!!!
“Gue
benci, benci sama lo, kak!”
“Gue
udah ratusan ribu kali mendengarnya ampe bosan. Gak ada kata – kata variasi
lain, gitu?” Edric menghentikan mobilnya di tempat ia parkir tadi dan menatap
Fio yang memerah saking emosi.
“Turun.”
Ucapnya pelan. Namun Fio malah bersandar sambil melipat tangannya di dada dan
mencebik kesal. Matanya melirik sinis ke arah Edric. Dia terlalu takut masuk
kelas karna terlambat sehingga tak ingin turun.
“Gak.”
Edric
menatapnya lalu membuka pintu mobil dan mencabut kunci. “Yaudah.” Dia
menyerahkan selembar kertas dan meletakkan di atas dashbord beserta
kunci mobil. “Ini kunci mobil ama surat ijin lo masuk kelas. Udah gue ijinin.
Mau pulang kerumah dan bolos silahkan, mau masuk kelas juga terserah. Gue gak
peduli apa yang lo lakuin.” Ucapnya cuek dan membanting pintu pelan lalu
berjalan santai sambil menyampirkan tas ke pundak dan berjalan ke arah meja
pengawas sambil menyerahkan surat ijinnya dan naik ke lantai atas tanpa menoleh
ke belakang. sekedar check apakah Fio mengikutinya atau tidak.
Fio
melongo dibuatnya. Tanpa perlu berpikir ribuan bahkan ratusan kali, dia mengambil
kunci mobil dan surat ijin di atas dashbord dan bergegas keluar sambil
berlari untuk mengejar kakaknya.
♥
♥
Serangan Pertama.
![]() |
Kimberly Vexia Raveno. |
Kim
entah sejak kapan, entah apa tujuannya, sekarang berdiri di depan kelas dengan
wajah seksinya yang luar biasa cantik, tatapan biru laut seperti berlian,
Persis seperti mata Om Steven yang baik hati, bibir penuh merekah merah
menggoda siapa saja yang melihat, rambut tebail ikal hitamnya bergelung seksi,
kakinya yang jenjang terpampang sangat jelas walau rok 10 cm dibawah rok
menutup sebagian keindahan itu, membuat
siapa saja yang melihat pesona kecantikan sepupunya yang satu itu, takkan
pernah bisa berpaling dan memilih menatapnya saja walau gadis itu berubah seketika
menjadi Medusa.
Hanya
satu yang bisa berpaling. Bahkan mengacuhkan.
Edric
menatap Kimberly dengan kening berkerut. Lalu memutuskan mengetuk pintu.
“Permisi, Bu. Maaf saya terlambat.”
“Kami
telat bu.” Fio mencubit pinggang Edric dan mendorongnya kesamping agar ia bisa
berdiri di depan. Sembari melirik Kim yang menatap Fio dengan senyum manis dan
Edri dengan tatapan menggoda. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Namun cowok
itu mengabaikan.
Ibu
Anna berkerut kening melihat sepasang anak kembar, mirip rupa namun beda
kepribadian itu di depan pintu. lalu menghela napas. “Bisa ibu liat surat ijin
telat kalian?”
Mereka
masuk kelas dan melewati Kim yang berdiri dengan senyum manis. Berusaha
menebarkan pesonanya kepada semua cowok di kelas ini. Dan menyodorkan surat
ijinnya untuk dibaca.
“Baik,
Kim. Silahkan duduk dengan...” Dia melirik dua buah kursi kosong. “Dengan Edric.
Kamu gak papa, kan Edric?”
“Silahkan
saja, Bu.” Jawabnya cuek sambil minta ijin duduk di kursinya dan tak melirik
Kim sama sekali.
Fio
melirik Kim dan melempar senyum ketika mereka bersisian. “Welcome home,
Raveno.”
Kim
terkikik dan berjalan disamping Fio. Tak menghiraukan tatapan teman sekelas
yang meliriknya curiga. “Senang bisa menginjakkan kaki disini, Hayman’s
girl.” Dalam tradisi aneh keluarga,
terkadang mereka menunjukkan keakraban lebih dengan masing – masing saudara
dengan memanggil nama belakang ayah mereka.
“Kalian
sudah saling kenal, Fio? Kimberly?” Tanya Ibu Anna ketika melihat keakraban dua
gadis blasteran itu.
Kimberly
menjawab sambil melirik Edric yang tak sengaja menatapnya. “Kami masih
berhubungan keluarga, Bu.”
Ibu
Anna mengangguk lalu menyuruh mereka membuka buku pelajaran. Dan Fio sesekali
melirik ke samping sekedar memperhatikan apakah Kim tahan berhadapan dengan
saudaranya itu.
♥
♥
“Kenapa lo pulang?” Tanya Edric ketika guru
menjelaskan pelajaran. Sungguh dia bingung ketika kehadiran Kimberly di depan
pintu kelasnya.
“Memangnya
gue gak boleh pulang?” Tanyanya balik dan kini menatap Edric sambil melipat
tangan dimeja. Berusaha mengunci tatapan hitam kelam itu dengan tatapannya-
yang kata orang – orang, membuat para cowok yang ia incar takkan berkutik.
“Yaa..
siapa tau lo pulang karna ada sesuatu. Gue tau lo, Kim. Lo gak akan pulang
kecuali..” Ucapannya terhenti ketika Kim meletakkan jemari mulus itu di depan
bibirnya. menyuruh bungkam. “Don’t saying that reason, Edric. I just wanna
go home,. That’s it. No reason, no explain. Hanya keputusan labil.”
Edric
mendorong tangan Kim menjauh dan meremas pergelangannya sambil menatap tajam. “Don’t
act like i’m your shit boyfriend, Kimberly Vexia.”
“Gue
bertingkah sewajarnya, Edric. Lo aja yang sensi sendiri.” Jawabnya cuek dan
melepas cengkraman Edric dan sesekali mencatat pelajaran.
“Lo
tinggal dimana sekarang? Om Steven dan tante Karen gak mungkin ngungsi kesini, kan?”
Kimberly
tertawa pelan dan menatap Edric dengan tatapan menggoda. “Untuk cowok secuek
dan menyebalkan macam lo, ini adalah percakapan terpanjang yang pernah kita
lakuin, Edric sayang.” Dia sengaja mengucapkan kata ‘sayang´ untuk
melihat reaksi Edric yang menajam. “Gue nginap dirumah tante Lyesha dan Om
Bian, bersebelahan kamar dengan kak Sebastian dan dia nganter gue sekolah kalau
lo ingin tau. Mengapa itu terjadi? Itu gak harus gue jawab, kan?” Dia
berbalik ketika guru di depannya tertangkap melirik mereka curiga.
Edric
tersenyum miring dan mencatat pelajaran yang ditulis di papan tulis. “Lo tau,
gue gak peduli lo pulang dalam urusan apa, kepentingan apa dan apa yang lo
lakuin ntar. Kimberly.”
“Itu
Edric yang gue kenal.” Jawabnya dengan senyum puas tercetak di bibir.
Fio
melirik mereka berdua yang bicara bisik – bisik dengan kening berkerut. Dia
melirik ponsel yang baru saja masuk sms kak Sebastian dan tersenyum puas.
“Serangan
pertama, heh? Bagus juga.”
By
: Tian Narsis!
Fio.. Gimana serangan pertama gue?
Keren, kan? Kim sudah tau rencana kita dan memutuskan pulang ke Jerman lalu
menginap dirumah gue demi Edric tercinta kita itu. kapan serangan lo, Fio? Gue
tunggu.
Fio
memutuskan membalas sms ketika guru matematika itu keluar kelas karna menerima
telpon.
Gue
belum ngasih tau rencana kita, kak. Tapi soon as possible, i’ll be tell her. Be
ready, brother. Gue pasti menang.
Balasan
dari kak Tian membuat Fio terpekik kaget lalu buru – buru membuka ponselnya.
Hampir saja ia ingin tertawa.
Lo
gak tau reputasi Kimberly kita yang satu itu, Fio. Kim sukses bikin nyokap gue
mencak – mencak karna tak ingin menerima ia menginap disini entah alasan apa.
Tapi bukan gue namanya kalau gak bisa bujuk nyokap tercinta, bukan? Kim aja
bisa gue suruh pulang jauh – jauh dari Jerman, masa bujukin nyokap gabisa?
Jangan panggil gue Pradipta kalau begitu. Hahahaa.. :D
For : Tian Narsis!
Hahhaha.. gue yakin, pasti ajaran Om
Bian yang lo terapin kan, kak?
Absolutely right, beauty. Kita
tunggu Frans beraksi dengan Annisa, si manis dari keluarga Dirgantara itu.
kalau sampai dia nangis karna Edric, tagih gue untuk bikin piagam penghargaan,
Fio.
Tentu saja, kak. Gue selalu ingat
janji yang lo omongin itu.
Ketika
Tian tak ada membalas smsnya lagi, dia tersenyum dan melirik ke depan kelas. “Masih
tak ada guru. Aman”. Batinnya. Ia melirik Kim yang mengobrol dengan Edric,
kakaknya yang sudah pasang wajah super bosan hingga ingin melarikan diri.
Membuatnya ingin memfoto ekspresi kakaknya itu dan mengirim ke kak Tian bahwa
usahanya gagal total.
Dia
mengetik sms dan tersenyum membacanya.
“Saatnya
Fio beraksi.”
For : Evangeline.
Eva.. lo ada acara malam ini? Jemput
gue bisa? kita jalan yuk. Ada Kim disini.
Perlu
menunggu lama untuk balasan seorang Eva. Sepupu jauhnya yang cantik itu. ketika
ponselnya bergetar, buru – buru dia membukanya.
Oke.
“Yes! Serangan selanjutnya!” Batinnya puas ketika melirik Edric yang kini
pergi meninggalkan kelas. Disusul dengan Kim yang dengan ciri khasnya, mengejar
cowok itu keluar dengan senyum andalannya ketika merasa tertantang.
Teaser
Twins War! Part 2
“Ngapain
lo kesini?” Tanya Edric ketika ia membuka pintu rumahnya, tau – tau Eva berdiri
didepan pintu dengan rambut panjang hitamnya digulung asal, tatapan mata coklat
terangnya terlihat cantik, dan alisnya yang sangat tebal memayungi mata itu.
tak ada ekspresi tersinggung dari wajah cantiknya itu.
“Jemput
Fio jalan. Lo mau ikut?”
“Males.”
Eva
hanya mengangguk seolah ucapan tajam Edric tak menyinggungnya. Hatinya sudah
kebal untuk sakit hati oleh ucapan cowok ini. “Kasih tau gue kalau Fio udah turun.
Gue nunggu di mobil aja.”
“...”
“Gue
bukan babu.”
“Gue juga bukan tamu yang sanggup berdiri berjam – jam di depan pintu dengan pemilik rumah yang tak mempersilahkan tamunya masuk sebentar untuk meregangkan otot.” Jawabnya santai dan tersenyum manis sambil melipat tangan ke dada.
“Gue juga bukan tamu yang sanggup berdiri berjam – jam di depan pintu dengan pemilik rumah yang tak mempersilahkan tamunya masuk sebentar untuk meregangkan otot.” Jawabnya santai dan tersenyum manis sambil melipat tangan ke dada.
“...”
Edric
membuka lebar pintu rumahnya dan mundur. “Silahkan masuk, Tuan Putri.” Ucapnya
dengan nada menyindir. Bukannya gadis itu tersinggung atau marah seperti Fio,
dia malah tersenyum manis.
“Makasih.
Akhirnya lo peka juga.” Dia melangkah masuk dalam rumah dengan anggun dan
membiarkan Edric menutup pintu. lalu spontan menoleh ke belakang. menayap Edric
yang hanya mengenakan celana pendek dan baju kaos. Rambutnya terlihat acak –
acakan dan rahang tegas serta bibir penuh berwarna merah. Membuatnya kadang
khilaf membayangkan bibir itu tersenyum lebih sering. Pasti ia akan mudah ntuk
jatuh cinta padanya.
Lo
ngomong apaan sih, Eva?! Jatuh cinta ama cowok yang jadiin hati lo seolah
samsak tinju itu adalah hal tolol!
Eva
tersenyum sendiri dan menatapnya. “Kalau lo pengen nawarin gue minuman, gue
pengen es jeruk aja yah.” Ucapnya manis dan duduk dikursi. Tak memperdulikan
Edric berdiri di depannya dan memajukan tubuh dengan tangan memegang sandaran
kursi agar tak jatuh menimpanya. Tatapan tajam dengan hitam kelam tepat di
depannya tanpa sensor. Bahkan dahi mereka saling bersentuhan saking dekatnya
karna cowok itu menunduk. Mengikuti posisi tubuhnya yang pendek.
“Gue
bukan pembantu, Evangeline Fransesca Boulanger yang terhormat. Ngerti?” Ucapnya
dingin bernada tajam sambil memegang dagu Eva dan mengangkatnya keatas agar
tatapan itu telak menatapnya. Sehingga nyaris menyentuh ujung hidung masing –
masing sakit dekatnya.
Kalau
cewek lain bakalan serangan jantung karena sentuhannya, Eva adalah
pengecualian. Karna gadis itu hanya memgegang tangannya lembut dan mendorong ia
menjauh. “Ngerti kok.”
“Bagus.” Dia tersenyum miring dan tanpa pamit meninggalkan Eva yang menatapnya naik kelantai dua dan setengah membanting pintu kamar.
Sepeninggalnya,
Eva menghela napas dan bersandar di kursi. jantungnya serasa ingin loncat
ketika tatapan Edric jelas – jelas mengunci tanpa tanggung – tanggung. Untung
pengendalian dirinya kuat sehingga tak terlihat ia terintimidasi. Seandainya
dia lemah, mungkin cowok itu akan tertawa di balik pintu sekarang. Menertawakan
kegugupannya.
Fio
melirik sedari tadi kejadian HOT di ruang tamunya dari balik pintu kamarnya.
Dia menahan napas ketika Eva terlihat berusaha menenangkan diri berulang kali.
ketenangan Eva menghadapi sifat Edric yang tak tanggung – tanggung entah kenapa
terasa mengerikan sekarang. Sama ngerinya ketika Edric dipasangkan dengan
Kimberly oleh Tian.
“Gue
terlahir di keluarga gila ternyata.” Ucapnya dan memutuskan keluar kamar seolah
tak terjadi apa – apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar