Aku menunggu lebih dari dua jam dari
waktu seharusnya di Cafee biasa kami bersua. Berkali – kali aku melirik jam di
tangan. Cemas menunggunya yang tak kunjung datang. Dia dimana? Apa aku harus
menelponnya? Apa aku harus – pertanyaan – pertanyaan konyol itu menari di
kepalaku. Membuat frustasi.
“Hai...”
Suaranya jernih bagai oase di padang pasir membuatku spontan menoleh dan
tersenyum manis. “Akhirnya kau datang juga, Edric. Ayo duduk.” Dan dia duduk
didepanku sambil menyodorkan sebuket bunga Lily putih yang sangat kusuka.
“Untukmu. Maaf telat tadi. Biasa...”
Senyumku
mengembang dan mencium harum bunga itu dengan penuh khidmat. Seolah setiap
aroma yang menguar dari bunga itu membisikkan kata – kata cinta yang selama ini
tersembunyi rapi oleh pria yang menjadi pacarku selama 2 tahun ini. “Makasih,
Edric atas bunganya. Aku suka.”
Dia
hanya tersenyum dan memanggil waiters untuk meminta buku menu dan
memesan yang sama denganku. Tanganku yang menggenggam erat buket itu membuatnya
tersenyum. “segitu sayangnya ‘kah sampai tak ingin dilepas?”
“Aku
menghargai pemberian orang, Edric. Apalagi yang memberikannya adalah pacarku
sendiri yang tak pernah sekalipun memberi setangkai bunga apapun.” Jawaban
setengah menyindir itu membuatnya tertawa terbahak – bahak. “Aku gak tau harus
marah atau tertawa mendengar jawabanmu, Eva.”
Dan
kami hanya melempar senyum tanpa kata lalu aku memulai pembicaraan tentang apa
saja sambil menunggu waiters datang.
♥ ♥
“Enak?”
Pertanyaan itu membuat keningku berkerut lagi. Ada apa dengan Edric?
Tanya hatiku berulang kali. ini bukan Edric yang kukenal. Edric yang kutau
takkan menanyakan apakah makanan yang ku cicipi sekarang ini enak atau hambar,
Edric yang ku cinta takkan pernah terlambat datang kencan sampai 2 jam tanpa
pemberitahuan, dan Edric yang duduk di depanku sekarang takkan pernah mengirim,
apalagi membawakan setangkai bunga apapun! Semua ini terlalu mencurigakan untuk
dilakukan oleh Edric Hayman.
“Kamu
sakit?” Pertanyaan konyol tanpa saringan terlebih dahulu lolos begitu saja dari
mulutku. Membuat wajahnya terlihat berkerut.
“Kalau
aku sakit, aku takkan duduk disampingmu dan membawakan buket bunga jauh – jauh
dari kantor, Eva.” Ucapnya dengan nada cuek. Ah... setidaknya nada suara itu
masih ada. Ucap batinku lega.
“Kan
siapa tau. Kamu aneh banget tau hari ini. Tiba – tiba maksa ketemuan di sini
padahal kantor kamu jauh, dan membawakan bunga lagi. Aku tau seharusnya ini tak
usah dipertanyakan, tapi ini tetap saja aneh untuk seorang Edric yang terkenal
cuek sama orang, cenderung tak perhatian malah. Selalu ribut dengan saudara
kembarnya, dan...”
“Dan
masih ada saja yang mencintaiku walau semua sifat yang kamu sebutin itu membuat
para wanita naik darah.” Lanjutnya lagi dengan senyum – yang membuatku terdiam
seketika dan tanpa sadar mengangguk mengiyakan. “Dan bodoh sekali wanita itu
karna mencintai pria seperti itu.”
“Bagiku
itu seperti menerima pria apa adanya. Bukan ada apanya.” Dia menjawab santai
sambil menyandarkan tubuh di sofa dan meminum pesanannya. Tatapan matanya tak
lepas dariku. Membuatku salah tingkah. “Jangan liatin aku mulu, dong!”
Dia
hanya tertawa mendengar rajukanku dan tiba – tiba berdiri dari duduknya. “Aku
mau ke toilet sebentar. Kamu jam berapa masuk kantor?”
Aku
melirik jam di tangan. Sebenarnya aku bisa masuk kapan saja karna pekerjaanku
sebagai akuntan yang sedang menikmati akhir tahun setelah dikejar deadline selama
6 bulan terakhir, tak mengikat harus masuk kantor tepat waktu seusai jam makan
siang. “Jam 2 siang. Aku ada janji ama klien soalnya.”
Dia
mengangguk dan entah kenapa berjalan mendekat dan menarik kepalaku untuk
mencium keningku lama. “Aku ke toilet dulu.” Ucapnya santai dan meninggalkanku
dengan kening berkerut.
Asyik
menunggunya, tau – tau seorang waiters datang sambil memberikan sepucuk
surat. Aku menatapnya dengan penuh tanya. “Dari Mas Edric.” Ucapnya sopan dan
langsung pergi ketika surat itu ku ambil sambil mengucapkan terima kasih.
“Dasar
cowok aneh.” Ucapku sambil geleng – geleng kepala dan membuka isi surat lalu
membacanya.
Maukah
kau menikah denganku, Evangeline Fransesca Boulanger? Menjadi wanita yang
terakhir kulihat sebelum menutup mata dan kupeluk erat hingga pagi
menjelang? menjadi wanita yang akan
menemaniku menghabiskan umur sambil bergandengan tangan? Menjadi pendamping
pria yang dingin seperti kutub es – seperti kau bilang setiap kita bertengkar?
Aku mencintaimu.dan kumohon terimalah lamaran sederhanaku ini. Aku mencintaimu
dengan satu hati yang mempunyai cinta dan ingin memilikimu dengan sederhana.
Untuk seumur hidup.
Edric Hayman.
Tanpa
sadar air mataku menetes deras membaca isi surat yang ditulis penuh kata – kata
romantis dan pemujaan. Edric pasti menurunkan beberapa persen egonya untuk
menulis hal ini. Pasti. Oh Tuhan... Aku semakin, makin mencintai pria ini.Ucapku
dalam hati.
“Maukah kau tuk
menjadi pilihanku,
menjadi yang terakhir dalam hidupku
maukah kau ‘tuk jadi yang pertama
yang selalu ada di setiap ku membuka mata.
Ijinkan aku untuk memilikimu, mengasihimu, menjagamu
menyayangimu, memberi cinta, memberi semua.”
menjadi yang terakhir dalam hidupku
maukah kau ‘tuk jadi yang pertama
yang selalu ada di setiap ku membuka mata.
Ijinkan aku untuk memilikimu, mengasihimu, menjagamu
menyayangimu, memberi cinta, memberi semua.”
Maliq
D’Essentials – Pilihanku.
Entah
sejak kapan lagu itu dinyanyikan secara akustik oleh seseorang di atas
panggung. Aku melirik ke arah depan cafee yang bernuansa minimalis itu dan terkejut
Edric menatapku sambil tersenyum sambil menyanyikan lagu itu. Senyum yang
membuatku berdiri dari tempat duduk dan berjalan menghampirinya sambil
menggenggam erat surat itu dengan erat.
“Aku
mau, Edric. Menjadi yang pertama setiap kau membuka mata, dan terakhir ketika
kau ingin tidur dan mendekapmu penuh cinta. Ya. Aku mau menjadi istrimu. Untuk
seumur hidup.” Bisikku pelan di telinganya. Dia terkejut dan tanpa ragu
menarikku dalam pelukan dan mencium bibir ini penuh mesra. Mengabaikan beberapa
pengunjung cafee bertepuk tangan bahagia. Tak terkecuali.
“Aku
mencintaimu, Evangeline. Seumur hidupku.”
♥ ♥
Aku
pulang ke apartemen dengan hati sangat bahagia sambil mendekap bunga pemberian
Edric siang tadi. Lamaran penuh cinta di cafee tempat kami bertemu
teringat jelas di otakku setiap detiknya. Ciuman penuh cinta yang diberinya
serasa membuatku terbang melayang. Sambil tersenyum aku mengambil pot bunga
kecil yang selalu tersimpan di tempat khusus lalu mengisinya dengan air dan
meletakkan bunga pemberian Edric di dalamnya agar segar.
Iseng
– iseng aku mengambil remote TV dan mencari saluran berita sambil masuk
ke kamar. Entah kenapa aku keluar lagi dan duduk bersila di depan TV. Sesuatu
yang jarang aku lakukan.
“baru
saja terjadi kecelakaan beruntun dari arah jembatan Dewi. Kecelakaan yang
berawal dari tabrakan dua truk angkut barang yang mendadak oleng lalu menabrak
pagar pembatas jembatan hingga mengakibatkan beberapa mobil lain di belakang
tak bisa mengerem dan akhirnya jatuh ke sungai berarus sangat dalam dan
diperburuk hujan sangat deras. Sampai saat ini masih di identiifikasi korban –
korban yang jatuh ke sungai itu oleh tim SAR.”
“Kasihan.”
Ucapku dan mengambil ponsel yang berada di atas meja. Aku melihat ada voice
mail masuk dari Edric. Mungkin karena aku tak mengangkat telponnya jadi dia
mengirim ini.
“Hai
Eva. Makasih kamu sudah menerima lamaranku. Dan makasih juga kamu ... BRAK!”
Suara mobil berdecit hingga menabrak suatu benda yang keras lalu disusul suara
teriakan yang berakhir dengan bunyi jatuh dari tempat ketinggian dan BYUR!
Dengan keras membuat otakku mendadak berhenti bekerja. Otakku mati, jiwaku
seperti mengelana entah kemana ketika suara lemah terdengar “Aku mencintaimu
selalu, Eva.” Sebelum akhirnya terputus.
Setengah
tak sadar aku mengangkat ponsel tanpa melirik siapa yang menelpon dan terdengar
suara histeris. Yang kutau ini suara Fio. “Kak Eva udah liat berita? Kak Edric
baru saja kecelakaan beruntun di jembatan dan dia –“ Aku tidak mendengar lagi
lanjutan ceritanya yang terganti dengan suara histeris itu. ponselku jatuh ke
lantai. Aku tak mendengar apa yang
dikatakan pembawa berita itu ketika dia menyebutkan nama – nama korban yang
tewas.
Satu
hal yang kutahu, Edric ku
telah pergi dengan meninggalkan sebuket bunga Lily yang kujaga selamanya, dan
janji yang takkan pernah terwujud.
“Selamat
berpisah, kenangan bercinta
Sampai kapankah, jadinya aku harus menunggu
hari bahagia...
seperti dulu.”
Sampai kapankah, jadinya aku harus menunggu
hari bahagia...
seperti dulu.”
Chrisye –
Merpati Putih.
Betway, Casino, Hotels - Jackson, MS Jobs | JT Hub
BalasHapusFind Betway, Casino, Hotels, and Resorts, MS Jobs near Jackson, 상주 출장샵 MS. 수원 출장샵 Get 용인 출장마사지 the inside 밀양 출장샵 scoop on jobs, government, and local government. 경상북도 출장샵